ambivalent

1.3K 54 9
                                    

"Kamu baik-baik saja?" Soni tetap datar meskipun Alin berteriak kaget saat dia menepuk pundaknya.

"Akh... Bapak, saya... ." Alin semakin terkejut ketika Soni lah yang menepuk pundaknya, sesuatu yang tak pernah dilakukan atasannya itu sebelumnya.

"Kamu sakit?"

"Tidak pak, kemarin malam saya... ."

"Kamu pulang duluan ya? Tidak apa-apa saya mengerti."

"Sebenarnya saya kira bapak yang lebih dulu pulang, karena saya tidak melihat bapak di ruangan."

"Ohh.. Kalau begitu aku salah faham padamu. Maaf ya... ." Soni kembali menepuk pundak Alin pelan, membuat Alin merasa sangat senang.

"Bapak tidak pulang semalam?"

Alin memberanikan diri bertanya saat melihat pakaian yang di kenakan Soni masih sama.
Senyuman tipis terlihat samar di wajah Soni, dia mendekatkan kepalanya ke telinga Alin dan berbisik...

"Terima kasih untuk kopi dan rotinya."

Soni langsung masuk ruangannya dan Alin langsung terbuai bisikkan Soni yang seakan semilir angin menyejukkan. Dan gurat senyum samar Soni yang nyaris tak terlihat membuat senyuman mengembang di bibir Alin terus terlihat.

                     ***

Di kelasnya Riani tampak masih kesal, apalagi Temmy berjalan melewatinya dengan jaket yang pernah direbutkannya.

"Loe lagi baca mantra apaan Ri?" Imel heran dengan gerak bibir Riani yang terus bicara tanpa suara.
Meski Imel tahu kebiasaan sahabatnya itu tapi kali itu Imel merasa aneh karena Riani menggerutu terus menerus.

"Tuh cowok gila."

"Gila?  Siapa yang gila?" Imel mengerti juga bahasa Riani meskipun tanpa suara. Riani kemudian menatap Imel tajam dan lalu berteriak kencang di depan muka Imel. Membuat Imel terpejam seketika.

"Cowok nyebelin, gila, bego, tolol, sombong, belagu... ."

"Aduh Ri, please. Muka gue bukan toa... ."

"Loe nanya kan tadi." Riani mulai meredakan emosinya.

"Iya tapi jawabnya nggak harus full volume juga Ri. Serem tau suara loe."

"Gue kesel banget ama tuh cowok, ada aja tingkahnya yang bikin emosi. Benci banget gue ama dia."

"Hati-hati loh Ri, entar loe susah nolak lagi."

"Nolak apaan?"

"Nolak perasaan loe lah, ada pepatah yang bilang kalau benci itu tandanya benar-benar Cinta."

"Amit seribu kali, sejuta kali. Nggak bakalan gue Cinta sama cowok kayak gitu. Rugi!"

"Itu kan kata pepatah, tapi biasanya... ."

"Stop Mel, gue udah merasa nggak panas lagi. Jangan sampai jadi meledak gara-gara loe... ."

Riani meninggikan suaranya dan mempercepat ucapannya, tapi seketika terhenti ketika suara cowok menyapanya.

"Hai!"

                        ***

"Dia makan siang tidak ya?"
Alin bertanya sendiri, karena pegawai lain sudah pergi untuk makan siang. Sementara Soni malah masuk ruangannya.

Alin nekad melongok di pintu ruangan Soni dan terlihat Soni hendak keluar, Alin segera memundurkan badannya di pinggir pintu.

"Ada apa?"

AMBIVALEN [END]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt