not that simple

926 50 0
                                    

Tommy berusaha mencari Evelyn, dia tak ingin begitu saja Evelyn pergi sebelum masalahnya selesai. Biar bagaimanapun, pernah ada hubungan baik diantara mereka.

Tommy menemukannya, Evelyn tengah menunggu jadwal keberangkatannya seorang diri, tak ada yang mengantarnya, tak ada juga Vizzy. Sepertinya Vizzy masih belum memaafkan Evelyn,  seperti juga belum memaafkan Tommy.

Tommy menghampiri Evelyn yang sedikit tidak percaya jika pemuda itu menemuinya dengan beberapa tangkai bunga Mawar putih di tangannya.

"Tommy,  bagaimana kamu tahu aku di sini?"

"Aku tadi ke rumah, hanya ada bi Inah." Tommy memilih untuk duduk di kursi kosong, di samping Evelyn dan menunduk sedih.

"Ohh... ."

"Kenapa kamu pergi?"

"Seharusnya sudah sejak lama aku melakukan ini."

"Tapi Eve, ini nggak adil. Aku yang seharusnya dihukum bukan kamu, kamu tidak seharusnya meninggalkan rumah karena kesalahanku."

"Ini bukan salahmu, kalau ada yang harus disalahkan.. Orang itu adalah aku."

"Eve, aku akan terus bicara sama Vizzy. Aku akan yakinkan dia untuk memaafkanmu."

"Dia sudah memaafkanku."

"Euh?"

"Kami sudah bicara banyak, kamu lupa.. Kami tinggal satu rumah. Sekalipun dia berusaha menghindar terus, tapi ada kalanya pertemuan itu tidak bisa dihindarai."

"Jadi kalian sudah baikkan?"

"Tidak, belum. Setidaknya belum dalam waktu dekat. Tapi pasti kami akan berbaikkan. Kami kan  ibu dan anak."

"Aku... ."

"Tidak apa Tom, bukan sekali ini kami bermasalah. Tenang saja." Evelyn tersenyum kecut, dia tidak berani menatap Tommy.

Tommy menyerahkan rangkaian bunga yang dipegangnya pada Evelyn. Dan Evelyn menerimanya dengan terharu.

"Maafkan aku, aku tidak bisa mencegahmu meskipun ingin."

"Aku mengerti, terima kasih Tom."

"Jangan membenciku Eve... ."

"Tidak, tentu saja tidak."

"Aku sudah merusak hubungan ibu dan anak."

"Dan aku sudah merusak hubungan anakku dengan pacarnya."

Evelyn mulai berani menatap Tommy dan Tommy membalas tatapannya. Kemudian keduanya tertawa kecil dan seakan beban keduanya sedikit berkurang.

Keduanya berbincang hangat, hingga waktu keberangkatan Evelyn tiba. Keduanya harus menyudahi pertemuan terakhir mereka.

"Hubungi aku jika sudah sampai Australia."

"Iya, aku usahakan."

"Gitu ya.. Ada tempat yang baru, yang lama dilupakan."

Tommy menggoda Evelyn dan Evelyn membalasnya dengan mengusap pipi Tommy hangat.

"Aku pergi dulu, tolong jaga Vizzy disini."

"Aku... ."

"Sebagai apapun dirimu, entah pacarnya, temannya atau rekan kerjanya.. Aku percaya padamu Tom, kamu akan menjaganya sekalipun aku tidak memintanya."

"Aku tidak yakin dia masih memerlukanku."

"Dia akan selalu memerlukanmu." Evelyn setengah berbisik pada Tommy kemudian berdiri.

"Aku harap begitu."

"Jangan menyerah ya.. Nak."

"Nak?"

"Iya, itu yang paling pantas untuk hubungan kita bukan?"

"Euh.. Iya, Tante."

"Jangan Tante akhh... ."

"Ibu?"

"Mama saja ya.. Lebih enak didengar sepertinya." Eve tersenyum lebar dan Tommy membalas senyumannya dengan tidak kalah lebar.

"Siap, mama Eve."

"Kenapa kalau kamu yang ngomong jadi nggak enak didengar ya."

Evelyn mengusap wajah genit Tommy kemudian dia memeluknya penuh kehangatan. Dan Tommy menerima pelukkan Evelyn dengan perasaan lega.

"Aku harus pergi sekarang, jaga dirimu baik-baik ya, Nak Tommy."

"Ok."

"Ohya , berikan bunga ini pada Vizzy, dia lebih layak menerimanya. Lagipula aku tidak mungkin bawa ini ke dalam pesawat kan."

Evelyn menyerahkan kembali rangkaian bunga Mawar putih pemberian Tommy dan Tommy kembali menerimanya.

"Jadi aku ditolak nih?"

"Bagaimana mungkin aku menolakmu. Aku merestuimu, kalau kamu mau jadi menantuku."

"Kalau anakmu masih mau padaku."

"Kamu harus tetap semangat!"

Evelyn menepuk-nepuk pundak Tommy dan Tommy tak bisa menyembunyikan rasa senangnya karena tak lagi ada perasaan yang mengganjal antara dirinya dengan Evelyn.

"Siap, laksanakan." Tommy mengangkat tangannya dan memberi hormat pada Evelyn.

Evelyn melangkah berat meninggalkan Tommy, kota bahkan negara tempatnya lahir dan tumbuh, hingga menjadi seorang ibu.

Perlahan sosok Evelyn semakin menjauh dan tak terlihat lagi di hadapan Tommy. Tommy mengusap sedikit air matanya yang nyaris menetes dan membalikkan badannya.

Tapi kemudian dia terkejut, ketika Vizzy telah berada di belakangnya, menatap Evelyn yang menghilang, kemudian dia menatap Tommy yang baru menyadari keberadaannya.

"Zy... ."

⭐⭐⭐

Akhirnya Tommy dan Vizzy sampai di depan rumah Vizzy. Mereka pulang bersama, Tommy mengantar mantan pacarnya itu yang sepanjang jalan hanya terdiam, bahkan ketika Tommy mencoba berbicara, Vizzy sama sekali tak menyahutnya dan tetap bersikap dingin padanya.

Tommy menghentikan laju mobilnya tepat di depan gerbang rumah Vizzy dan Vizzy hendak membuka pintu mobil, tapi tangan Tommy meraih tangannya.

"Zy, jangan bersikap seperti ini. Kita harus bicara, kamu mau kan Zy?"

Vizzy hanya melirik Tommy sebentar, lalu melepaskan pegangan Tommy dari tangannya dan langsung keluar dari mobil. Vizzy berjalan pelan untuk membuka gerbang rumahnya.

Tommy mengerti bahwa keinginannya untuk bicara dengan Vizzy saat itu adalah sia-sia. Tommy memutuskan untuk tidak memaksakan kehendaknya dan kemudian melajukan mobilnya meninggalkan Vizzy yang masih berdiri mematung di depan gerbang rumahnya.

"Kenapa kamu tidak mengejarku Tom, seperti kamu mengejar ibuku. Kenapa kamu menyerah padaku."

Vizzy mengusap air matanya yang mengalir deras membasahi wajah cantiknya.

bersambung......

AMBIVALEN [END]Where stories live. Discover now