as desired

962 45 11
                                    

Soni melangkah semakin mendekat, dia teramat ingin memeluk gadis yang selalu ada di hatinya itu, kuat bertahta dan belum tergantikan.

Mata Dina mulai berkaca-kaca dan akhirnya mengalir deras air jernih membanjiri wajah cantiknya.

Soni tak berani semakin dekat lagi, dia takut kebahagiaannya saat itu akan berlalu lagi darinya, seperti empat tahun lalu saat Dina meninggalkannya.

Tanpa diduga, Dina lebih dulu menghampiri Soni dan memburu tubuhnya dengan erat. Mendekap Soni penuh kerinduan. Tangan halus Dina menyentuh pipi Soni. Dan Soni meraih tangan Dina, menggenggamnya sangat erat. Dia tak ingin tangan kekasihnya itu terlepas lagi dari genggamannya.

"Aku masih mencintai kamu Din dan akan selalu mencintai kamu."

Soni mencium tangan Dina dengan lembut dan Dina tersenyum. Tangan yang di genggam Soni mulai merenggang. Dan terlepas...

Dalam posisi tidurnya, Soni masih bergerak tegang dan berkeringat dingin. Hingga satu hentakkan membuatnya terbangun dan kembali ke dunia nyata. Dia terjaga.

Soni senang karena bisa terlepas dari mimpi di alam bawah sadarnya.

Tapi mata yang terbuka secara tiba-tiba itu meninggalkan bentuk yang tak seperti biasanya.
Matanya sedikit terlihat bengkak, karena air matanya tak sadar keluar dengan sendirinya.

Soni tak bisa menghapus begitu saja kesedihannya saat empat tahun yang lalu, kekasihnya Dina meninggalkannya untuk selamanya.

Dina mengalami kecelakaan bersama teman-temannya saat pulang dari berlibur. Dan sebelum kecelakaan terjadi, Dina sempat menghubungi Soni dan menjawab kesediaannya untuk menikah dengan Soni sepulang dia berlibur.

Soni semakin merasa pedih, ketika di hari yang sama, mendengar kekasih yang belum lama memberinya kabar gembira itu harus pergi untuk selamanya.

Soni tahu semua yang telah berlalu takkan pernah kembali, tapi trauma itu membuatnya tak bisa dengan mudah menerima kehadiran orang lain dalam hidupnya.

⭐⭐⭐

Mobil Tommy memasuki halaman, dengan santai dia memasuki rumahnya. Rumah besar dan sepi, karena penghuni rumah yang terlalu sedikit dan sibuk dengan urusannya masing-masing.

Tommy berpapasan dengan Soni yang baru keluar dari kamarnya.

"Kenapa baru pulang Tom?" Wajah khawatir terlihat jelas dari wajah Soni yang biasanya datar tanpa ekspresi.

"Kakak belum tidur? Oh ya tentu saja belum, pertanyaan bodoh. Kakak bukan sedang menungguku kan?"

"Tom, kamu baik-baik saja kan?"

"Tentu saja aku baik. Kakak belum ngantuk? Mau aku temani?"

"Tidak usah, kamu istirahatlah."

"Kalau gitu, aku ke kamar ya kak? " Tommy terlihat ceria dan dia meninggalkan Soni, segera masuk ke kamarnya.

⭐⭐⭐

Bantal empuk perlahan ternodai tetesan air mata yang terus mengalir membasahi wajah Riani. Hatinya seakan terbakar, hancur dan menjadi puing-puing tak berarti. Ketika dia mendengar suara-suara hatinya, menyerangnya tanpa belas kasihan.

Riani hanya bisa memeluk bantalnya dengan erat. Mencoba mendapatkan kehangatan dari dinginnya tubuh dan juga hatinya. Tuduhan Temmy padanya membuatnya teramat sakit. Dan keadaan Yuri yang kritis membuatnya semakin merasa sedih.

Soni yang melihat kamar Riani masih menyala, membuatnya penasaran.

"Belum tidur Ri? Boleh kakak masuk?" Soni membuka pintu kamar Riani dan dilihatnya adik perempuannya itu sedang menangis.

"Kak... ."

"Kamu kenapa Ri?" Soni duduk di samping adiknya itu dan mencoba menjadi kakak yang baik.

"Tidak apa-apa kak."

"Terus kenapa menangis? Kakak tetaplah kakak kamu kan? Bicaralah." Soni bersikap lembut tidak dingin seperti biasanya.

"Aku nggak ngerti dengan semua yang terjadi kak. Ayah sama ibu... ." Riani menutupi kesedihan terbesar dia yang sebenarnya.

"Ayah dan Ibu berpisah karena terpaksa, alasannya juga jelas. Mereka masih saling mencintai, jadi tidak menutup kemungkinan mereka bisa bersama lagi."

"Tapi, aku nggak ngerti kenapa mereka harus bercerai jika masih saling mencintai."

"Karena Ayah saat emosi terlanjur mengucapkan talak pada ibu, semua harus mengikuti aturannya Ri."

"Aku merasa nggak berguna, aku nggak bahagia kak."

"Jangan berpikir begitu, kamu harus lihat orang yang ada di bawah kamu. Mereka yang tidak bisa mendapatkan seperti apa yang kamu miliki."

"Itu... ."

"Pikirkan mereka yang tidak punya ayah dan ibu, tidak punya saudara dan bahkan tidak punya rumah. Pikirkan juga mereka yang tidak bisa sekolah dan bahkan sulit untuk makan. Bukankah mereka jauh lebih tidak beruntung dari kamu Ri?" Soni mengusap kepala Riani lembut dan perlahan.

"Kakak benar tapi sepertinya aku udah melakukan kesalahan."

"Sepertinya semua orang pernah melakukan kesalahan. Selama orang itu mau berubah dan tidak mengulangi kesalahannya, maka kata maaf diberlakukan."

"Ternyata kakak masih kakakku." Riani tersenyum hangat dan memeluk Soni.

"Sebenarnya sih, prakteknya tidak semudah bicaranya. Tapi setidaknya ada usaha lebih dulu."

"Iya kak."

"Ri, maafkan kakak selama ini ya. Kakak akan berusaha memperbaiki semuanya."

"Sama-sama kak, aku juga minta maaf sama kakak atas sikap aku selama ini."

Riani senang karena kakaknya yang dingin beku mulai mencair.
Meskipun hatinya tak bisa berbohong, ada kesedihan yang masih bertumpuk mengganggunya.

⭐⭐⭐

Keseharian Tommy dan Vizzy perlahan mulai kembali seperti saat mereka belum berpacaran. Keduanya berusaha menyesuaikan diri untuk kembali berteman. Kedekatan Vizzy dan Teddy membuat Tommy memilih Rose sebagai teman dekatnya.

Tommy lebih sering singgah di toko bunga milik Rose, ataupun pergi makan berdua dengan wanita yang lima tahun lebih tua darinya. Tapi Tommy merasa nyaman dan kedekatan mereka semakin tak terbantahkan.

"Kamu mau kan Rose?"

"Aku... ."

Bersambung.....

AMBIVALEN [END]Where stories live. Discover now