be

1.4K 49 8
                                    

"Tapi... Kenapa malam ini?"

"Tadinya Tante tidak berani pamitan padamu Tom, kamu kan... ." Soni tidak meneruskan ucapannya karena Riani menyelanya.

"Kasar, jutek, ngeselin, galak, sok sibuk. Tapi Tante Lina nekad dan sepertinya berhasil."

"Sayang ya, coba dari dulu kamu baiknya."

"Tapi kita masih tetap keluarga kan Soni? Kalian sudah seperti keponakkanku sendiri."

"Apa tidak lebih baik jika sepupu?"

"Iya kamu benar, sepupu Soni dan Riani, juga... Tommy." Rose melirik Tommy yang masih terdiam tak mengerti dengan yang terjadi, semua terasa cepat baginya.

"Tante eh kakak Lina?" Riani memeluk Rose erat, seakan berat melepas ibu tiri yang sudah seperti kakaknya sendiri."

Soni mengulurkan tangannya pada Rose dan Rose menerimanya dengan penuh haru.

Giliran Tommy yang masih berdiri mematung, Rose mengulurkan tangannya pada Tommy tapi Tommy tidak menerimanya.

Rose menurunkan tangannya dengan kecewa, tapi sesaat kemudian Tommy memeluknya dengan cepat dan erat.

"Maafkan aku, maafkan aku." Tommy benar-benar tak bisa menguasai perasaannya. Matanya berkaca-kaca dan siap menjatuhkan butiran airnya.

"Jaga dirimu baik-baik Tommy." Rose mengusap rambut Tommy dengan penuh kasih sayang, keduanya cukup lama berpelukkan, hingga akhirnya Rose sadar untuk segera mengakhiri pelukkannya. "Ayo, kita tidak akan biarkan Taksi nya menunggu terlalu lama."

Rose mengusap pipi Tommy dan melepaskan pelukkan Tommy darinya. Dia segera menuntun Riani untuk menemaninya menghampiri Taksi yang akan mengantarnya keluar dari rumah besar itu.

Rumah dengan segala macam kenangan di dalamnya. Meski dia belum terlalu lama menempati rumah itu tapi baginya terasa berat meninggalkannya, terutama meninggalkan Tommy yang mengisi penuh ruang hatinya.

"Keinginan kamu tewujud Tom, dia tidak lagi jadi ibu tiri kita. Dan sepertinya tidak akan pernah lagi ada ibu tiri buat kita."
Soni memegang pundak adiknya yang terus menunduk. Mereka berjalan menyusul Rose dan Riani yang telah siap dengan Taksi yang menunggunya.

"Aku pergi sekarang, jaga diri kalian."

"Ayah dimana?" Riani menanyakan ayahnya yang tidak terlihat.

"Ayah akan langsung ke bandara."

"Ayah ikut pergi juga kak Soni?"

"Tidak, ayah kalian hanya akan mengembalikanku pada orang tuaku. Sudah saatnya aku pergi, selamat tinggal." Rose tersenyum kecut, dia kembali memeluk Riani dan segera memasuki Taksi yang telah cukup lama menunggunya.

Rose menatap nanar Tommy yang menatapnya sedih. Rose tak bisa menahan air matanya yang terus menetes dengan deras. Perlahan pemuda yang pernah menjadi teman, sahabat, anak tiri dan juga pengisi hatinya itu hilang dari pandangannya. Rose memilih untuk menyerah, pergi menjauh, sejauh mungkin dia bisa.

Tommy masih tak berpaling dari Taksi yang membawa Rose pergi dari rumahnya dan juga hatinya.

"Kenapa tidak di antar?"

"Dia tidak mau, dia bilang perpisahan di rumah ini sudah cukup. Tidak perlu ada perpisahan lainnya lagi." Soni menepuk punggung Tommy dan kemudian mengusap kepala adiknya itu dan mengajaknya masuk.

"Tapi kak Lina tetap akan jadi keluarga kita."

"Anak kecil tau apa?"

"Eh, aku sudah kuliah sekarang." Riani protes dikatai anak kecil, dia dan Soni terus bercanda meninggalkan Tommy sendiri yang masih memilih untuk berdiri di teras dengan kehampaannya.

AMBIVALEN [END]Where stories live. Discover now