CINQUE

4.9K 282 0
                                    

Rome, Italy. 1 tahun kemudian.

"Apa kau sudah siap untuk bersekolah besok, Bee?"

Béatrice berhenti menatap ke luar jendela bus yang ditumpanginya. Ia mendesah. "Sudah, Nonna. Semuanya sudah aku bereskan." Jawab Béatrice tak bersemangat. Ia menatap Carla, neneknya sambil tersenyum tipis.

Carla mengelus puncak kepala Béatrice. "Aku bangga padamu, Bee. Kau bisa mendapat beasiswa di SMA bonafide di Roma adalah sesuatu yang luar biasa. Orangtuamu pasti bangga padamu, bellissima. Begitu juga aku."

"Tapi aku merindukan Venezia." Bisik Béatrice lirih.

"Venezia?" Tanya Carla. Ia mengerutkan keningnya sejenak. "Apa kau merindukan Martha yang tinggal di Venezia?"

Béatrice sejenak mengerutkan keningnya, namun tak lama ia mengangguk. "Ah, iya.. Aku merindukan Zia Martha." Béatrice mendesah. Ia rasa, meskipun ia berkata alasan yang sesungguhnya, Nonna-nya tetap takkan mengerti. Berbohong lebih baik, pikirnya.

"Kau kan bisa datang ke Venezia jika libur nanti, Bee. Saat ini, sebaiknya kau berfokus pada sekolahmu terlebih dahulu. Apa kau mengerti?"

Béatrice kembali mengangguk. "Aku mengerti, Nonna."

Carla tersenyum puas dan kembali memusatkan perhatiannya ke jalan menuju rumahnya. Demikian halnya dengan Béatrice. Ia mengalihkan pandangannya kembali pada jalanan di kota Roma melalui kaca jendela bus yang ditumpanginya.

Akan jadi seperti apa hari esoknya? That remains to be seen.

***

"Buongiorno. Mi chiamo Béatrice Amarillide Fontana. Piacere di conoscervi ragazzi."(1)

Béatrice memperkenalkan dirinya di depan kelas. Ia menatap teman-teman barunya di sekolah. Sudah ia duga, tak ada satupun dari mereka yang tertarik akan dirinya. Sebenarnya, seluruh teman-teman di kelasnya juga baru, baru saja masuk ke sekolah menengah ini sama seperti dirinya.

Bedanya, mereka semua kaya raya. Dan Béatrice bukanlah bagian dari golongan itu. That's it.

"Sudah cukup, Béatrice. Kau bisa duduk disana." Gurunya, Signora (2) Romano menunjuk sebuah kursi di baris keempat di dalam kelas. Bersebelahan dengan seorang murid laki-laki. Béatrice mengangguk dan berjalan diiringi tatapan dari murid-murid perempuan serta siulan dari murid-murid lelaki.

Ia menduduki kursi kosong di sebelah laki-laki yang tidak ia ketahui namanya itu. Kemudian Béatrice memfokuskan dirinya untuk mendengarkan perkataan gurunya.

Kegaduhan terdengar di belakang tempat duduknya. 2 murid laki-laki dibelakangnya sibuk tertawa dan mengobrol. Mereka juga memanggil laki-laki disebelahnya. "Val.. Val.." Sambil sesekali menepuk pundaknya. 2 orang murid laki-laki dari meja di samping teman semejanya juga ikut mengobrol dan memanggil laki-laki itu. Yang sama sekali tidak ditanggapi oleh teman semejanya itu.

"Val!" Kali ini terdengar panggilan yang cukup keras dari belakangnya.

Laki-laki yang dipanggil 'Val' itu menoleh dan menatap mereka dengan tajam. "Diam! Kalian ini berisik sekali sih." Tegur Val.

Bukannya diam atau ketakutan justru keempat murid yang memanggilnya tadi malah tertawa. "Kenapa kau ketus sekali? Apa karena gadis yang duduk disebelahmu itu?" Canda murid dari meja sebelahnya.

Béatrice yang mendengarnya ikut merasa jengah. Ia memutar bola matanya. Laki-laki yang bernama Val itu menatap Béatrice dengan tatapan tidak suka. Sejenak gadis itu mengerutkan kening. Tapi ada suatu dalam diri anak itu yang mengingatkan Béatrice pada seseorang. Béatrice mengenyahkan pikirannya itu.

"Abaikan mereka. Anggap saja kau tidak mendengar apapun. Apa kau mengerti?" Kata Val pada Béatrice.

Gadis itu mengangguk dengan acuh tak acuh. Kemudian ia membuka buku tulisnya.

4 murid laki-laki tadi kembali tertawa. Béatrice mulai mengira kalau anak-anak itu mengalami gangguan jiwa. Tapi agaknya meskipun sedikit terganggu, Val ini tidak terlalu peduli dengan mereka. Bahkan ia sepertinya membiarkan mereka mencandainya.

"Val bicara dengan gadis itu. Hahaha.."

"Dia bicara pada gadis povero(3)."

Murid-murid perempuan yang di sekitarnya juga ikut tertawa sedikit mendengarnya.

Béatrice tertegun mendengar apa yang mereka ucapkan. Ia hanya bisa menatap buku tulisnya dengan gamang.

"Tutup mulutmu. Kalau tidak, jangan harap akan ada sparring basket untuk minggu ini." Val berkata pada 4 murid tadi. Dan ajaibnya, mereka langsung terdiam. Agaknya mereka ini teman satu kelompok makanya mereka saling meledek satu sama lain. Meskipun teman semeja Béatrice sama sekali tak merasa terintimidasi dengan ledekkan mereka.

"Kalian.." Signora Romano melihat Val dan keempat temannya di baris belakang yang sedang mengobrol dibelakang. "Apa yang sedang kalian lakukan?" Tanyanya.

Val yang tadi sempat mengancam keempat temannya itu menatap gurunya. "Tidak ada."

Signora Romano berdeham. "Baiklah, kembali kepada topik pembahasan kita tadi.."

Béatrice menghela napas. Ia menatap laki-laki bernama Val yang sedang membaca buku pelajarannya. Sepertinya laki-laki itu sadar kalau ia sedang diperhatikan, akhirnya ia pun menatap balik Béatrice. "Ada apa?" Tanya Val.

Béatrice menggeleng kemudian melihat lurus ke depan, memusatkan pikirannya pada apa yang diajarkan oleh gurunya. Val sempat menatap Béatrice sejenak sebelum ia menggelengkan kepalanya lalu ikut memfokuskan diri pada pelajaran.

(1): "Selamat pagi. Nama saya Béatrice Amarillide Fontana. Senang bertemu kalian."

(2): Nyonya/ Mrs.

(3): Miskin

AQUAMARINE | EUROPE SERIES #2 (COMPLETED ✔)Where stories live. Discover now