6. KEJUTAN PAGI

958K 82.2K 26.1K
                                    

6. KEJUTAN PAGI

Memberi perhatian sering. Mengatakan suka tidak pernah. — Jihan Halana

“Pagi Septian!” Septian yang baru habis mandi dan keluar kamarnya langsung berjengit begitu menemukan seorang perempuan nyasar. Di depan kamarnya pula!

Ngapain Jihan pagi-pagi di rumahnya?

“Kaget banget. Eh, lo baru habis pake baju sekolah ya? Untung gue gak jadi masuk ke kamar lo tadi.” Jihan cengengesan membuat Septian merubah raut mukanya.

“Udah mau telat nih. Kenapa lo gak ke sekolah?”

“Lo ngapain bisa di rumah gue?” hanya itu yang keluar dari mulut Septian. Terkejut. Tentu saja.

Ini cukup berbahaya. Rumah Septian yang ini kosong. Hanya ada pembantu yang biasanya datang ketika rumah sedang sepi. Pembantu itu tinggal di dekat rumah Septian. Berduaan seperti ini akan membuat tetangga berpikir curiga tentangnya.

“Bisa dong, apa yang gak bisa sama gue?” Jihan ini. Benar-benar membuat Septian ingin mencekiknya namun cowok itu lebih memilih turun tangga. Mengabaikan Jihan.

“Di rumah lo gak ada makanan?” Jihan menyambar tempat duduk di kursi meja makan.

“Septian, kok diem aja sih?”

“Di ruang tamu aja lo.” Septian akhirnya gerah sendiri melihat kelakuan Jihan.

“Ih galak, sebentar doang kok. Gue buatin makanan aja deh gimana? Tenang aja gak pake jampi-jampi kalau masakan gue.”

Lagi-lagi Septian mengabaikan Jihan. Sebelah tangan Septian masuk ke dalam saku celana.

“Kayaknya gue bakal manggil lo Tian deh. Lebih seru. Tian. Cuman gue doang yang manggil lo begitu kan?” Jihan masih betah duduk di kursi meja makan. “Itung-itung panggilan spesial.” Jihan terkekeh tapi Septian justru minum air dengan tenang.

Rambut Septian sedang basah. Mungkin sebentar lagi kering. Tapi cowok itu tetap saja mengabaikannya. Kedua matanya pun enggan memperhatikan Jihan padahal Jihan sudah dandan sejak jam 3 pagi tadi. Berlebihan? Tidak, Jihan hanya ingin Septian memuji penampilannya meski Jihan tahu Septian tidak akan melakukan itu.

“Lo tinggal di sini sendiri? Katanya lo tinggal sama Nenek Kakek lo. Mana mereka?” Septian lagi-lagi mengacanginya.

“Gue tau rumah lo dari Jordan,” cetus Jihan setelah lama Septian bersikap tak acuh dengannya.

“Gue tau,” jawab Septian simpul membuat Jihan melotot.

“Kok lo tau?!” Jihan menatapnya penasaran. “Harusnya kan lo gak tau kalau gue ke sini karena Jordan minta tolong gue buat ngehibur Lala! Gak seru banget sih lo jadi cowok. Bener-bener ngebosenin.” Jihan berdiri.

Septian menaikan sebelah alisnya. “Bukannya lo tadi yang bilang kalau lo tau rumah gue dari Jordan? Gue cuman bilang gue tau. Lo sendiri yang memperjelas alasan di balik lo bisa dateng ke sini. Itu karena Lala.”

Itu adalah jawaban paling jenius yang pernah Jihan terima. Rasanya mau mati saja mendengar suara Septian yang super ketus itu. Cowok ini. Tidak bisakah berpura-pura untuk menyenangkan hati Jihan sedikit saja? Jihan yakin Septian pasti tidak pernah pacaran semasa hidupnya. Benar-benar membosankan.

Tapi tunggu dulu. Bukannya mereka tidak pacaran?

Septian beralih menggunakan sepatunya. Cowok itu memilih menggunakan sepatu berwarna putih polos. Seperti kebanyakan temannya. Septian menggambil tas dan kunci motornya yang tadi ia taruh di atas meja makan.

SEPTIHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang