34. RUANG FOTOGRAFI: Jihan?

1.1M 79K 167K
                                    

SIAPA YANG KANGEN?^^

Absen dulu yuk yang baca nama atau usernamenya yaa❤❤

Siap mengisi tiap paragraf dengan komentar?

34. RUANG FOTOGRAF: Jihan?

Jadi selama ini perasaan aku berbalas? — Jihan Halana

Pernahkan kalian hidup tapi selalu merasa sendiri?

Atau hidup monoton tanpa tahu harus melakukan apapun?

Kadang Septian ingin menjadi orang yang bebas. Lepas tanpa memikirkan apa yang orang-orang ingin untuknya. Hidup seperti remaja pada umumnya. Septian adalah tipe cowok yang cuek dan cenderung pendiam. Hanya saja, keadaan yang mengharuskan dia untuk selalu tampil sempurna di depan orang lain. Selalu dipaksa untuk jadi yang terbaik di depan keluarga besarnya.

Septian yang habis keluar dengan Jihan pun terkejut melihat kehadiran Kakek berserta Neneknya di rumah miliknya. Sesuai janji, Septian sudah membelikan Jihan tas untuk perempuan itu sebagai permintaan maafnya atas tindakannya yang kemarin. Septian adalah laki-laki yang penuh tanggung jawab. Sejak kecil Neneknya selalu mengajarinya agar bisa bertanggung jawab dengan segala perbuatannya.

“Kemana aja?” tanya Kakeknya dengan nada datar.

“Pergi,” balas Septian sama dinginnya.

“Tangan kamu kenapa Septian?” tanya Neneknya.

“Gak pa-pa Nek,” jawab Septian dengan nada lebih lembut sambil menatap tangannya yang diperban.

“Gitu kerjaan kamu sekarang kalau tinggal sendiri? Keluyuran?” ujar Kakeknya memarahi Septian.

“Keluyuran terus. Pasti sama pacar kamu kan? Dibiarin tinggal sendiri malah enggak tau berterima kasih,” ujar Kakeknya lagi.

“Kamu bukannya sibuk belajar. Kamu liat Aaron, Tom sama Brandon? Mereka sibuk belajar. Kamu sebagai yang paling bisa di antara saudara-saudara kamu harusnya juga sama belajar kaya mereka. Cari hal-hal baru yang bisa buat Kakek bangga. Bukannya enak-enak jalan terus. Udah dikasi semua fasilitas, biaya les sana sini, sampe semua kebutuhan kamu Kakek penuhin. Tapi masih aja kosong. Belum ada apa-apa yang bisa Kakek liat,” ujar Kakeknya sangat mengekang Septian.

Begitulah hidup Septian. Terkurung. Tidak bisa melakukan apapun yang ia suka.

“Pergi ke mana kamu?” tanya Kakeknya ingin tahu.

“Beli tas buat Jihan,” ujar Septian jujur. Tidak menutup-nutupi. Kelemahan Septian selalu terletak pada kejujurannya.

Karena bagi Septian. Ketika sudah berbohong. Akan ada kebohongan-kebohongan lain yang akan muncul untuk menutupi kebohongan yang sebelumnya.

“Baru pacaran udah minta dibeliin tas. Apalagi nanti kalau kamu terus sama dia,” ujar Kakeknya namun Septian hanya bisa diam mendengar kata-kata sarkas tersebut. Kakeknya lalu menutup buku yang baru saja dibacanya. Buku tersebut adalah buku tentang penelitian milik Ayah Septian dulu.

“Duduk dulu kamu Septian,” ujar Neneknya. Kali ini Neneknya tampak baik-baik saja. Meski masih menggunakan kursi roda. Neneknya tampak segar dan sehat. Tidak seperti waktu ini. Tampak lemas bahkan berbicara saja hanya bisa terbata-bata.

“Kenapa Nenek sama Kakek ke sini?” tanya Septian. Sekesal-kesalnya Septian pada Kakek dan Neneknya sejak dulu. Septian tidak akan pernah bisa membencinya.

Menjadi cowok patuh, sopan dan pintar untuk Kakek dan Neneknya. Begitulah Septian hidup selama ini. Serasa seperti peliharaan yang terus diperas kinerja otaknya. Kakeknya tidak peduli Septian melakukan apa. Asal ada timbal balik untuknya.

SEPTIHANWhere stories live. Discover now