29. PESTA

1M 85.1K 63.5K
                                    

29. PESTA

Hallo! Are you ready?

Tidak perlu menjadi orang lain untuk membuat orang-orang suka padamu.” — Jihan Halana

Mulanya Septian tidak ingin mengajak Jihan ke pesta yang diadakan oleh Kakek dan keluarga besarnya namun saat Jihan mengetahuinya lewat telepon. Septian jadi tidak tega untuk tidak mengajaknya karena Jihan ingin bertemu Neneknya lagi.

“Ayolah boleh ya? Ya? Ya?” pinta Jihan pada Septian.

Septian tidak mengatakan apa-apa. Masih memandang Jihan yang berdiri di sebelahnya. Septian masih tetap sama. Akan berbicara ketika dirasanya pembicaraan mereka penting.

“Boleh ya ya ya? Ayolah.” Jihan masih membujuk.

“Nanti kamu bosen,” ujar Septian penuh pengertian pada Jihan.

“Enggak akan kok. Ayolah ajak aku.” Septian memandangnya sambil berpikir karena Jihan terlihat sangat ingin datang. Bahkan lebih excited darinya.

“Oke-oke,” ujar Septian membuat wajah Jihan langsung girang seketika.

“Tapi jangan terlalu deket sama yang lain. Janji?”

“Iya janji!” jawab Jihan pada Septian.

Septian tahu bahwa cepat atau lambat pasti akan begini.

Sementara Jihan langsung sibuk memikirkan pakaian apa yang akan dia pakai nanti. Dari warna sampai aksesorisnya. Kalau acaranya begitu Jihan tidak boleh sampai mempermalukan Septian. Minimal membuat Septian bangga lah karena memilihnya sebagai pacar.

“Septian?”

“Hm?”

Jihan seketika lupa ingin mengatakan apa saat melihat kedua mata Septian. Kelemahan Jihan ketika mengobrol dengan Septian adalah sepasang mata tajam miliknya. Warnanya hitam tapi ketika sinar matahari bisa berwarna cokelat. Astaga jadi sebenarnya warna mata Septian apa? Jihan yang masih terpesona membuat Septian terus memandangnya.

“Udah puas liatinnya?”

“Ah?” Jihan seolah tersadar karenanya. “Ah liatin? Liatin apa?” tanya Jihan pura-pura tidak tahu.

“Tadi mau ngomong apa?”

“Enggak jadi udah lupa....” Bahkan Jihan lupa akan mengatakan apa saking terpesonanya dengan kedua mata Septian. Astaga Jihan tidak bisa berhenti memandangnya. Keduanya sudah berhenti sejak tadi. Bukan hanya terpesona. Jihan juga tidak bisa menahan keinginannya untuk memuji Septian. Apalagi ketika cowok itu menaikan sebelah alisnya menunggu Jihan mengatakan sesuatu.

“Mata kamu bagus Septian,” ujar Jihan masih terlena.

“Rambut kamu juga bagus. Aku yang cewek aja jadi iri kamu punya rambut bagus sama halus kaya gitu,” kata Jihan.

“Alis kamu juga. Tuhan emang bener-bener gak main-main pas nyiptain kamu.” Jihan masih terus memuji Septian padahal cowok itu diam saja.

Septian memajukan tubuhnya lalu wajahnya dengan setengah memeluk Jihan membuat Jihan menahan napasnya berusaha bersikap setenang mungkin tapi kalah ketika cowok itu membenarkan rambut Jihan yang terbang karena angin. Jihan kini dapat merasakan deru napas Septian di kulit wajahnya ketika angin mendadak hilang.

“Ih Septian ngapain?” Jihan mendorong dada Septian. Jihan terkejut karena bisa merasakan detak jatung Septian di tangannya. Detak jantungnya normal. Hanya saja... hanya saja... astaga! Jihan yakin cowok itu juga sedang deg-degan kali ini. Buru-buru Jihan menjauhkan tangannya dari dada Septian.

SEPTIHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang