#16 Pergilah

6.7K 477 2
                                    

Kiara POV

Keesokan paginya, Charlie benar-benar tidak mau bicara padaku. Dia bahkan langsung bangun dan pergi dari kamarku tanpa sepatah kata. Sampai saat ini pun, dia hanya terdiam dan enggan menoleh padaku di ruang takhta. Kami memang duduk bersandingan di singgasana, namun dia tidak menganggapku ada disini. Untung saja semua yang hadir disini tidak menyadari sikapnya. Jika sadar, aku tidak tahu gosib apa yang akan mereka buat.

"Yang Mulia, anda selalu memberikan pendapat yang hebat, tapi bagaimana jika hari ini kita biarkan Yang Mulia ratu yang menyelesaikan persoalan ini?" usul Abelo sambil memasang seringai di wajahnya.

Ah, benar kata Palet. Laki-laki ini terlalu banyak bicara. Dia kini telah menyudutkanku. Mau tidak mau, aku harus ikut mengemukakan pendapatku untuk masalah selanjutnya.

"Tidak, ratu tidak akan melakukan apa pun hari ini" ucap Charlie seraya melirik padaku. Ekspresi dinginnya tidak berubah. Ia kemudian memberi tatapan tajam pada Abelo. "Aku tidak menerima saran darimu".

"Maaf, tapi Yang Mulia ratu harus melakukannya, Yang Mulia. Dia adalah ratu kerajaan ini".

Charlie langsung menghembuskan napas kasar saat mendengar ucapan Abelano. Aku dapat merasakan amarahnya saat ini, namun pria jangkung itu lebih memih untuk menahan emosinya. Ia tidak bisa berkutik dengan ucapan Abelano. Abelano benar, sebagai ratu disini, aku tidak bisa selalu diam dan bersembunyi di balik Charlie. Aku harus membuktikan bahwa aku tidak lemah.

Aku menoleh pada Palet. Aku keheranan saat memandangnya lantaran pria berambut gondrong itu tengah berisyarat padaku. Ia melirik Abelano beberapa kali. Aku mengerti, ia ingin mengatakan bahwa aku harus menjawab ucapan Abelano dengan tegas.

Aku kemudian menegakkan tubuhku. Menarik napas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan. Aku pasti bisa menyelesaikan persoalan ini. Aku sudah membaca 6 buku tentang masalah yang biasa muncul di kerajaan. Hal itu tidak akan sia-sia. "Baik, aku akan melakukannya" kataku dengan suara lantang.

Charlie secara spontan langsung menoleh padaku. Wajahnya menunjukkan ketidak percayaan bahwa akulah yang megeluarkan suara lantang itu. Begitu juga para tetua dan beberapa rakyat yang hadir di ruang takhta. Mereka mulai berbisik, membicarakanku tentunya.

Salah satu tetua yang ada di sana bertepuk tangan sebanyak 2x. Seketika itu pula, pintu ruangan ini terbuka, menampakkan seorang vampir dengan pakaian biasa. Ia berjalan ke arahku dan Charlie, kemudian membungkuk sesaat.

"Katakan apa keluhanmu, ratu dengan senang hati akan membantumu" ucap salah seorang tetua disini.

Vampir itu langsung terkejut saat mendengar kalimat yang keluar dari tetua. Dia seakan kecewa mendengar bahwa aku yang akan menyelesaikan masalahnya. Dari sorot matanya, dia tidak mempercayaiku.

"Apa ada masalah?" tanya Abelano yang menyadari situasi vampir itu. "Kau mungkin tidak tahu bahwa ratu adalah orang yang sangat bijak." Perkataannya itu cukup menjadi sindirian bagiku. Dia juga nampak tersenyum senang.

Vampir itu menghela napas. Ia kemudian memandangku. Kali ini, ada sedikit kepercayaan di matanya "Baiklah, saya akan mengatakannya. Desa saya sering diganggu oleh penguasa desa sebelah. Mereka sering mengganggu proses perdagangan kami, Yang mulia".

Charlie kemudian melotot, ia mengepalkan kedua tangannya sambil memberikan tatapan tajam kepada vampir itu. "Bukankah masalah ini sudah pernah aku selesaikan? Aku sudah mengirim prajurit untuk menjaga daerah itu, kan?"

"Benar, Yang mulia, tapi prajurit anda justru mengkhianati kami. Mereka disuap" ucap vampir itu dengan suara gemetar. Dapat aku rasakan perasaan ketakutan pada dirinya.

I'm a MIXED BLOOD [TAMAT]Where stories live. Discover now