#19 Pagi

6.2K 431 3
                                    

Charlie POV

Pagi ini, semuanya terlihat baru. Akhirnya, aku dapat merasakan cinta dalam arti yang sebenarnya. Cinta tanpa gengsi, tanpa keegoisan, hanya cinta biasa yang berarti luar biasa. Cinta Kiara yang tulus membuatku merasa hidup kembali. Aku harap, perilaku kasar dan ucapan pedasku dapat aku kendalikan untuk seterusnya agar tidak ada keretakan di antara kami. Selamanya.

Aku memandang langit yang belum begitu terang dari balik jendela kaca ruangan ini. Aku hirup dalam-dalam aroma pagi yang menyejukkan dan menenangkan. Entah mengapa, tiba-tiba aku tersenyum.

"Selamat pagi" ucapku setelah menyadari bahwa ada sepasang mata yang tengah mengamatiku.

"Oh maaf, apa aku mengganggumu, Yang Mulia?"

"Jangan bersikap seformal itu padaku" kataku sambil berjalan mendekat ke ranjang kami. Ya, kami, aku dan Kiara.

"Haruskah aku memanggilmu dengan sebutan Raja Charlie?" tanya Kiara dengan tampang polos yang semakin membuatku gemas.

Aku kemudian duduk di sampingnya. Memperhatikan Kiara secara seksama. Berpikir tentang bagaimana aku bisa melabuhkan perasaanku untuknya. Sedang Kiara, wanita dengan rambut pirang itu dengan cepat menundukkan kepalanya saat menyadari tatapanku. Pipinya pasti bersemu merah.

"Maksudku, panggil saja Charlie. Setidaknya jika kita hanya berdua." Kiara mengangkat kepalanya. Ia tersenyum senang, membuatku juga ikut bahagia dengan melihatnya. Benar dugaanku, pipinya merah. "tapi jika kau mau, kau bisa memanggilku... Sayang atau semacamnya" lanjutku sambil mengedipkan mata kiriku padanya. Sontak dia kembali menunduk. Dia membuatku gemas. Apa lagi saat ini tubuhnya hanya dibalut oleh selimut tebal. Itu membuatnya terlihat seperti ulat. Gemas.

Aku langsung mendekap Kiara. Meski ia tengah dibalut oleh selimut tebal, namun aku dapat merasakan kehangatan dari tubuhnya. Entah mengapa, aku baru menyadari bahwa tubuh Kiara sehangat ini. Aku bertanya-tanya, apa tubuhnya memang sehangat ini atau ini karena darah werewolf yang ada pada dirinya. Intinya, dia hangat dan aku menyukainya.

"Charlie, aku ingin membersihkan tubuhku"

"Kenapa izin padaku? Kau mau aku yang membersihkannya untukmu?" Aku terkekeh di akhir kalimat tanyaku saat menyadari Kiara yang sudah memelototkan matanya.

"Maksudku bukan begitu, tapi lepaskan pelukannya"

Aku kembali terkekeh, kemudian melepaskan dekapanku. Aku juga menjilat pipinya sekilas, membuat wanita pirang yang tengah duduk berhadapan denganku itu tersentak kaget. Wajah Kiara semakin memerah. Ia pun langsung berlari dengan selimut yang masih membungkus badannya. Ia berlari ke arah kamar mandi. Itu membuatku gemas dan ingin segera melahapnya lagi.

"Pelayan!! Masuk dan bantu ratu bersiap!"

Tugas-tugasku semakin banyak saja. Bahuku bahkan terasa berat karena merasa lelah. Aku juga harus memastikan bahwa Duke Abelano tidak berulah di wilayah utara. Semoga saja usulan Kiara itu adalah cara yang paling tepat untuk menjauhkannya dari istana. Aku sudah mengutus ksatria terlatih untuk memata-matainya. Dia selalu mengirimkan laporan tentang keseharian Duke Abelano. Sejauh ini, semuanya berjalan lancar.

"Charlie, semalam kau tidur dimana?" tanya Evelyn sambil memilah-milah gaunnya dibantu beberapa pelayan.

"Di kamar Kiara" jawabku enteng sambil meneguk secangkir darah segar di depan jendela kamar Evelyn. Aku ada disini karena Kiara menyuruhku untuk bersikap adil kepada Evelyn dan Hellen.

Aku bangkit dari dudukku, kemudian berjalan ke arah Evelyn dengan cangkir yang masih aku pegang di tangan kananku. Evelyn pun menghentikan aktivitasnya dan tersenyum lebar kepadaku.

"Maaf aku tidak mengatakannya padamu" ucapku sambil membelai rambut merahnya. "Aku akan keluar untuk mengurus beberapa masalah kerajaan. Jangan menungguku. Malam ini, aku akan tidur dengan Kiara" lanjutku.

Evelyn memasang ekspresi heran di wajahnya, kemudian langsung menatap kedua mataku. Ia seakan sedang mengintrogasiku lewat tatapan matanya. "Aku harap kau masih memegang janjimu untuk selalu menjadikanku yang pertama di hatimu" katanya sambil memelukku erat.

Aku pun berisyarat ke seorang pelayan yang ada di sana untuk mengambil cangkir di tanganku. Setelah itu, aku membalas pelukan Evelyn. Aku juga mencium pucuk kepalanya sekilas. Sejujurnya, aku merasa tidak enak hati kepada Evelyn, namun aku sungguh tidak bisa melakukan apa pun. Aku sangat mencintai Kiara dan kini, ia adalah segalanya bagiku. Dia bukan hanya yang pertama di hatiku, namun hanya dia yang mengisi hatiku. Tidak ada perasaan untuk orang lain disana.

"Sudah, aku akan pergi. Aku berjanji, besok aku akan menghabiskan malamku disini" ucapku sambil melepaskan pelukan Evelyn.

Aku membalikkan badanku lalu berjalan keluar dari ruangan ini. Aku sangat yakin bahwa Evelyn tidak akan keberatan. Lagi pula, dia pasti akan menyibukkan diri untuk memilah-milah gaun sebentar lagi karena wanita dengan rambut merah ikal itu adalah maniak gaun dan perhiasan berkilau.

Di perjalanan menuju ruang takhta, aku melihat Kiara sedang menanam beberapa bunga bersama Hellen di taman istana. Ia tampak sangat bahagia. Pilihanku tak salah, Hellen memang orang yang tepat untuk menjadi teman bagi Kiara.

Menikahi seseorang hanya karena guyonan orang tua memanglah konyol, aku sadar akan hal itu. Di balik itu, aku sudah memikirkan bahwa hidup Kiara akan lebih berwarna jika ia memiliki seorang teman seperti Hellen.

Aku tidak bisa membawa Hellen begitu saja ke istana dan menyuruhnya berteman dengan Kiara, keluarganya pasti akan marah. Dengan pernikahan, Hellen terikat dengan istana dan akan tinggal disini selama sisa hidupnya. Itu adalah alasan yang baik untuk mengikat Hellen di sini. Lagi pula, karena sikap Hellen yang berisik itu, tidak ada pria bangsawan yang mau mendekatinya. Yah, sebenarnya wanita bodoh itu juga tidak peduli jika harus melajang seumur hidupnya. Toh, dia akan selalu terlihat muda.

Aku tersenyum memperhatikan Kiara dari jauh. Entah mengapa mencintai seseorang membuatku merasa bahagia. Cinta yang dulu aku anggap sebagai penyakit, kini menjadi obat manis yang memabukkan. Candu ya, kalau begitu, mencintaimu sudah menjadi candu bagiku, Kiara.

"Charlie!" seru Hellen sambil melambai padaku. "Kemarilah, lihat apa yang kak Kiara dapat lakukan!"

Tertarik, aku melangkah mendekati mereka berdua. Wajah dan tangan Hellen nampak kotor dengan tanah. Ia benar-benar terlihat seperti seorang bocah yang bodoh.

"Cepatlah, lamban!" Ia kemudian berlari, lalu menarik lenganku dengan tangan kotornya.

"Hei, sabarlah!" ujarku saat melihat lengan bajuku penuh noda. Hellen menjengkelkan, bukan?

"Lengan bajuku! Astaga, kau harus menghi... Wahhh" ucapanku terhenti kala melihat sesuatu yang nampak mengagumkan. Kiara, tengah menumbuhkan sebuah Biji dalam hitungan detik dengan jemarinya. Tunggu, itu wajar karena ibunya adalah seorang penyihir... um, maksudku fairy.

Aku menoleh pada Hellen. Aku tersenyum saat melihat bibir Hellen membulat. Ia terlihat sangat kagum akan kemampuan Kiara.

"Dari mana kau belajar itu?" tanyaku sambil berjalan mendekat ke arah Kiara, lalu ia mulai menoleh padaku dengan mata teduhnya.

"Entahlah, saat aku menyentuh tanah, bunga itu langsung tumbuh. Apakah ini kekuatan tersembunyi dari Ayah?"

Suara lembut Kiara membuat jiwaku damai, namun yang diucapkannya sangatlah bodoh. Tidak, aku bukan menghina istriku bodoh, dia pintar namun...ah sudahlah, istriku yang satu ini sempurna.

"Ah, hahaha. Itu turunan Ibumu, Sayang. Ibumu itu seorang penyi... Maksudku fairy"

Aku pun menggerakkan tanganku untuk membelai pipi Kiara. Mata Kiara langsung terpejam saat tanganku mulai menyentuh pipinya. Astaga, dia sangat menggemaskan, aku bisa gila.

"Astaga, kalian harus melanjutkannya di kamar. Jangan di tempat umum seperti ini" ucap Hellen sambil membalikkan badannya.

Hal itu membuat Kiara terkejut dan langsung memalingkan wajahnya. Pipinya bersemu merah. Dia sedang malu.

.
.
.
Ayo vote!

I'm a MIXED BLOOD [TAMAT]Where stories live. Discover now