003

315 45 2
                                    


Suasana di ruangan itu tampak sunyi. Hanya ada dua orang pria dan seorang gadis yang sekarang sedang duduk sofa. Gadis berponi itu masih diam sambil menenggelamkan wajahnya pada dada pria dihadapannya. Sementara pria satunya duduk di sofa yang berbeda sambil menatap iba pada gadis tadi. Semua orang di ruangan itu masih diam. Sepertinya hal buruk baru saja terjadi pada keluarga itu.

Tak lama kemudian, seorang pria paruh baya dan wanita paruh baya berjalan mendekati mereka bertiga. Keduanya menyusul duduk di sofa seraya memandang gadis yang kini masih berada dalam pelukan pria itu. Wanita paruh baya itu beranjak, kemudian duduk di samping gadis tadi.

"Lisa, mulai sekarang kami adalah keluargamu. Jangan menangis lagi ya, sayang." ucap wanita itu sambil mengelus surai panjang sang gadis. Gadis itu merenggangkan pelukannya pada pria tadi dan berbalik menghadap wanita di sampingnya. Sebuah pelukan kembali menghangatkan tubuhnya. Kini pelukan dari wanita yang sudah ia anggap seperti pengganti ibunya.

"Terimakasih, Bibi. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan sekarang. Aku sudah tidak memiliki siapapun lagi sekarang." Isakan kembali terdengar dari bibir gadis itu. semua orang memandang khawatir padanya. Tentu, ditinggal ayah dan ibunya dalam waktu bersamaan pasti menjadi sebuah pukulan keras untuknya.

----------




"Kenapa dia tidak bisa dihubungi?" tanya Jisoo pada dirinya sendiri. Beberapa kali dia mencoba menghubungi Jiwon. Namun, tidak ada jawaban sama sekali. Sudah hampir satu minggu pria itu tidak bisa dihubungi. Entah apa yang terjadi, dia membuat Jisoo khawatir. Jisoo juga tidak pernah melihatnya satu minggu ini di kantor.

Apa dia sedang ke luar negeri lagi, tapi kenapa tidak mengabari Jisoo sama sekali?


"Jisoo-ya..." Suara itu menyadarkannya dari lamunan. Seulgi ternyata sudah berdiri di sampingnya. Mereka sedang berada di rooftop gedung sekarang. Jisoo sedang ingin mencari angin segar setelah seharian bekerja di dalam ruang ber-AC.

"Siapa yang tidak bisa kau hubungi?" tanya Seulgi penasaran. Gadis itu ternyata mendengar ucapannya tadi. Jisoo masih diam sambil memandangi sahabatnya.

"Direktur Kim?" terka Seulgi yang semakin penasaran. Jisoo hanya tersenyum seolah membenarkan tebakan gadis itu.

"Sudah satu minggu aku tidak bisa menghubunginya." Akhirnya Jisoo angkat bicara. Dia ingin menceritakan isi hatinya pada seseorang, dan hanya Seulgi-lah orang yang ia percayai untuk mendengarkan ceritanya.

"Hmm... mungkin dia sedang ada perjalanan bisnis. Bukankah dia tidak masuk kantor beberapa hari ini?" dugaan Seulgi sama dengan pemikiran Jisoo. Kemungkinan terbesar kenapa Jiwon sulit dihubungi memang hanya itu.

"Oh ya, kenapa kau tidak coba tanya pada asistennya itu. Siapa Namanya? Chan—" Seulgi menggantungkan kalimatnya karena lupa dengan nama asisten Jiwon.

"Chanwoo. Iya, kenapa aku tidak terpikir untuk menghubunginya." Jisoo segera mencari nama Chanwoo pada kontaknya. Jisoo ingat Jiwon pernah menghubunginya dengan nomor Chanwoo saat ponselnya ketinggalan di kantor dulu.

TUUUTTT




"Halo, Chanwoo?"

"Oh... Halo, nuna. Ada apa menelponku?"

"Mm... begini, apa kau sedang bersama Jiwon Oppa?" tanya Jisoo dengan ragu. Chanwoo tidak langsung menjawab, membuat Jisoo semakin khawatir. Takut sesuatu yang buruk terjadi pada Jiwon.

✔ STAYWhere stories live. Discover now