007

285 43 8
                                    


Chanwoo masih sibuk dengan kegiatannya memasak di dapur. Tangan besarnya dengan lincah memotong bahan-bahan makanan di atas meja pantry. Pria lajang itu kini hidup sendiri di apartemennya. Sudah tiga tahun ia memilih hidup mandiri dengan tinggal terpisah dari kedua orang tuanya.

Setelah air yang ia panaskan tadi mendidih, Chanwoo segera memasukkan bahan yang sudah dipotong dan menaburkan beberapa bumbu ke dalam panci. Ia mengecilkan api pada kompor, kemudian bergegas menuju kamarnya. Chanwoo segera masuk ke dalam kamar dan mendekati ranjang tidur yang sekarang tampak sangat berantakan.

"Hyung, bangun. Mau sampai kapan kau tidur?" Pria itu menarik selimut putih yang tadinya membungkus tubuh manusia dibawahnya. Ternyata pria itu semalaman tidur dalam keadaan telanjang dada. Chanwoo yang melihatnya hanya menggelengkan kepala.

"Jangan ganggu aku, biarkan aku tidur dengan tenang." Pria di atas ranjang itu mengangkat tangannya dan mengibas-ngibaskannya di depan Chanwoo. Seolah mengisyaratkan anak itu untuk pergi dari kamarnya sendiri.

"YA, hari ini ada jadwal meeting, Hyung. Kau jangan macam-macam, ayo cepat bangun!" Chanwoo menarik lengan pria itu hingga mau tidak mau ia harus bangun.

Jiwon, pria itu kini duduk di atas ranjang masih dengan mata terpejam. Semalam dia memang memilih menginap di apartemen Chanwoo. Semalaman juga, Chanwoo dibuat tak bisa tidur karena harus mendengarkan curhatan bosnya itu. Entah sejak kapan, Jiwon berubah menjadi mellow seperti tadi malam.

"Cepat mandi, atau aku tak akan mengijinkanmu menginap disini lagi." ancam Chanwoo seraya beranjak dari ranjang tidurnya. Dia memilih pergi ke dapur untuk mengecek apakah sup rumput laut yang ia masak sudah matang atau belum. Sementara Jiwon, kini dia duduk di tepi ranjang sambil mengusap wajahnya dengan kasar.

----------




"Sungjae-ya... busnya sudah datang. Ayo cepat." Ibu Hanbin segera membantu putra bungsunya memakai sepatu dan menggandengnya menuju gerbang depan. Anak kecil itu mencium kedua pipi ibunya sebelum masuk kedalam bus yang akan mengantarkannya ke sekolah. Ibu Hanbin kembali ke dalam rumah setelah memastikan bus itu melaju meninggalkan kediamannya.

Di dalam rumah tinggal Hanbin dan Lisa, sementara ayahnya sudah berangkat ke kantor lebih dulu. Wanita paruh baya itu kembali duduk di meja makan bersama anak dan keponakannya.

"Jadi hari ini kau akan membeli cincin dengan Jiwon?" tanya Ibu Hanbin pada keponakannya. Gadis berponi itu mengangguk sambil tersenyum senang. Hari yang ia tunggu-tunggu akhirnya akan segera tiba. Tinggal menunggu hari untuk acara pertunangan itu.

"Wah... Bibi juga ingin segera punya menantu rasanya." celetuk wanita itu seraya melirik ke arah putranya yang sudah siap dengan setelan kemeja putih dan jas hitamnya. Pria itu paham betul arah pembicaraan ini.

"Ibu tenang saja. Aku akan memberikan menantu yang jauh lebih cantik dan anggun daripada Lisa." kata Hanbin tidak mau kalah. Ibunya langsung menghadiahi sebuah cubitan pada pipi putihnya. Sudah 25 tahun ia membesarkan Hanbin, namun belum pernah sekalipun dia membawa seorang gadis ke rumah untuk diperkenalkan padanya.

"Buktikan, Bin. Jangan hanya berhenti diucapan saja." tutur Ibu Hanbin gemas. Bagaimana tidak, selama ini pria itu hanya sibuk dengan pekerjaannya saja. Dia tidak pernah benar-benar berusaha mendekati gadis manapun.

"Ibu tunggu saja." Hanbin meminum air putihnya kemudian beranjak dari kursi. Sambil menenteng tasnya, ia mencium pipi sang ibu seraya berpamitan.

✔ STAYWhere stories live. Discover now