9 : Sekilas Nakula

620 71 0
                                    

"Ngapain sih tadi?" tanya Rafan sedikit waras.

"Tes kepribadian," jawabku singkat.

"Ah elah, kaya bener aja," ucap Moza. Aku menatapnya sebentar dengan alis yang kunaikkan.

"Udahlah kalian ga bakal paham juga kalo dijelasin," ucapku lalu bangkit saat melihat guru yang baru saja masuk.

***

Semenjak dari hari itu setiap aku dan Alfa bertemu pasti selalu saja dia menghampiriku dengan gerak-gerik yang membuat orang-orang curiga. Aku juga mendengar kabar bahwa orang-orang mengira aku dan Alfa adalah sepasang kekasih. Cepat sekali rumor ini menyebar. Padahal kenyataannya sangat bertolak belakang dengan kabar yang beredar. Aku bahkan sama sekali tak pernah memikirkan ke hal yang berhubungan dengan pacaran.

Beberapa hari ini sudah aku lewatkan. Aku telah mengenalnya walaupun belum sepenuhnya. Aku yakin bahwa aku sama sekali tak menaruh hati padanya. Karena tepat seminggu sebelum kedatangan Alfa aku masih memiliki seseorang yang ingin aku lihat senyumnya.

Ini bukan tentang dia di masa lalu. Aku pernah dekat dengan seseorang di sekolahku, namanya Nakula. Dia orang yang pintar, pernah menjadi juara satu paralel. Aku sangat minder jika disandingkan dengannya. Dia juga orang yang memiliki banyak kelebihan dalam bermain musik. Tubuh yang tinggi membuatnya semakin sempurna.

Dibalik ini semua, dia adalah orang yang tak banyak bicara. Dia juga siswa baru ketika kelas 10 pada semester dua. Aku ingat ketika pertama kali melihatnya duduk di kelas tepat sebelah kelasku, ia tengah memainkan gitar di depan kelas sambil ditonton oleh teman sekelasnya.

Aku yang lewat dari depan kelasnya saat hendak ke toilet pun berhenti sejenak memperhatikan. Aku lumayan terpana, kemudian terbesit untuk mendekati si pria dingin itu.

Saat itu, kelasku berada di lantai dua yang artinya harus melalui tangga yang lumayan tersembunyi karena tertutup dengan tembok. Tangga ini juga jauh dari jangkauan orang-orang sekitar. Ini yang membuat tangga ini menjadi sunyi, tapi hanya ini satu-satunya tangga menuju lantai dua di satu gedung.

Kala itu aku tengah duduk di anak tangga nomor tiga, kelasku sedang mendapat jam kosong. Tiba-tiba saja Nakula lewat dari lantai dasar menuju lantai atas, tentu ini menjadi momentum yang pas. Aku memanggilnya dan mengucapkan hai padanya. Tapi yang selanjutnya terjadi membuatku menganga, pasalnya ia hanya melewatiku saja tanpa menoleh sedikitpun.

Hal ini membuatku sedikit kecewa, tapi aku tetap mencoba besoknya dengan cara yang sama. Namun tetap saja tak berhasil, hingga ketika kelas 11 aku berhenti mengejarnya.

Dan tiba-tiba saja ketika aku sedang memainkan ponselku, ada notif Whatsapp dari nomor yang tak kukenal. Setelah ku cek dengan seksama ternyata itu Nakula. Dia menyuruhku untuk menyimpan nomornya. Tentu ini membuatku terkejut sekaligus girang.

Ketika berada di kantin, ada yang berdehem di belakangku. Dan aku tak menyangka itu adalah Nakula. Aku menanyakan ada apa, tapi ia hanya menggeleng kecil. Entah apa yang membuatku akhirnya gugup, aku kembali menyibukkan diriku dan pergi meninggalkannya.

Dan begitu seterusnya, kami mulai berbalas pesan setiap malam, mulai akrab. Sampai akhirnya kami dekat. Dan temannya bercerita bahwa Nakula menyukaiku, tentu saja itu membuatku senang.

Anehnya, ketika tengah ramai Nakula hanya diam saat bersamaku. Sebenarnya aku pun sama seperti itu, karena aku juga bingung bagaimana menyikapi Nakula yang diam.

Tapi bisa kuperhatikan dari ekor mataku, ia sering mencuri-curi pandangan padaku. Ketika kegiatan perkemahan sabtu-minggu di sekolah, hingga yang baru-baru ini yaitu liburan bersama dari suatu organisasi. Saat itu aku melihat ia sudah akrab dengan Abang kandungku.

Hingga akhirnya aku bingung ketika dia menjauh dan tak pernah mengirim pesan lagi ke aku. Itu terjadi ketika si pria kacamata itu datang.

Aku tak pernah menyalahkan kedatangan pria kacamata itu sebagai penyebab semua ini, karena kuyakin memang ini lah takdir.

Jangan lupa vote!

Pencet bintang disini
👇

Kamu dan BandungWhere stories live. Discover now