43 : Rokok!

352 28 1
                                    

Aku menggunakan tangan kiriku untuk memegang telepon dan tangan kananku untuk memegang tangan Alfa. Aku bergantian dengannya, sekarang aku yang memainkan tangannya. Aku memegang jari kelingkingnya sambil menggoyangnya.

Pamanku masih terus saja bercerita. Ini membuat Alfa menjadi terlihat semakin bosan. Aku melihat ada pulpen di saku baju Alfa. Aku memutuskan untuk mengambilnya dan membuka penutupnya.

Aku menjepit telepon dengan menggunakan bahu kiriku. Lalu aku menarik lengan Alfa menggunakan tangan kiriku. Kemudian aku mulai mencoret-coret lengan Alfa dengan pulpen.

"Kotor dong," ucapnya pelan. Aku menggeleng cepat dan tetap melanjutkan kegiatan coret-mencoretku.

Aku menulis dengan tulisan yang besar di lengan Alfa.

ALFA MIRIP MONYET, JEJEN CANTIK MIRIP ARIANA GRANDE

Aku melihat Alfa sedang membaca tulisanku di tangannya. Dia menghembuskan napasnya kasar dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Sedangkan aku hanya bisa menyengir.

Dan akhirnya percakapan aku dan Pamanku selesai. Karena Paman memintaku untuk memanggil bang Julian. Sekarang adalah giliran bang Julian. Setelah meneriaki nama bang Julian dan menyerahkan telepon pada bang Julian, aku beralih pada Alfa.

"Ayo ke depan, kasian temen kamu," ucapku pada Alfa. Kami berdua berjalan menuju teras.

Aku melihat Gibran sedang sibuk dengan rokok di tangannya. Entahlah sudah berapa rokok yang ia hisap sedari tadi. Alfa langsung duduk di kursi, ia melirik ke arah ponsel Gibran.

"Main game terosss," sindir Alfa.

"Ah elah, jadi gue harus ngapain lagi disini," balas Gibran masih sambil fokus dengan ponselnya. Tak lupa sesekali menyesap rokoknya.

Alfa meraih bungkusan rokok milik Gibran yang berada di atas meja. Alfa mengarahkannya padaku.

"Boleh ya?" pintanya sambil memasang senyum manis.

"Ga!" Aku menggeleng.

"Satu aja deh." Alfa masih berusaha membujukku.

"Aku bilang engga ya engga," ucapku.

"Plissss.."

"Siniin rokoknya," ucapku sambil mengambil bungkusan rokok di tangan Alfa. Aku langsung menyembunyikannya di balik punggungku.

"Ihh kamu, itu punya Gibran tau. Gibran mau ngerokok lagi, iya kan Gib?" Alfa bertanya pada Gibran tapi seolah-olah Gibran disuruh untuk menurut.

"Ehehe.. gatau gue gatau," ucap Gibran yang sepertinya tidak menurut pada Alfa. Tadi aku menatap Gibran sebentar.

"Gue simpen dulu rokok lo ye," ucapku pada Gibran.

"Kamu mah, kasian tau dia mau ngerokok," ucap Alfa masih berusaha.

"Mau ngerokok lagi?" tanyaku pada Gibran untuk memastikan.

"Engga kok," ucap Gibran canggung.

Hahaha! Kali ini aku menang.

Alfa merengut, wajahnya persis seperti seorang anak kecil yang meminta lolipop namun dihalang dengan alibi gigi ompong. Sebenarnya aku tak tega melihat wajahnya seperti ini. Tapi bagaimana lagi, aku tak mau rokok merusaknya. Rokok itu benar-benar tak sehat.

Aku tidak bermaksud untuk melarang kemauannya. Aku juga tidak mau mengekangnya dengan segala peraturan yang kubuat. Tapi aku benar-benar tak menyukai rokok. Ayahku adalah perokok berat, dan sekarang beliau sudah pergi. Aku tak mau kehilangan lagi.

Aku tidak peduli kalau Alfa akan benci padaku karena mengira aku adalah perempuan yang tak mengerti kemauannya. Biarkan saja dia berpikir seperti itu, aku hanya ingin Alfa hidup sehat sekarang atau pun di masa tua nya nanti.

Bagaimana pun rokok tak hanya buruk bagi perokoknya saja tapi berpengaruh buruk bagi orang-orang sekitarnya. Bagaimana nanti keluarga Alfa di masa depan? Menghirup rokok setiap harinya?

"Rokok lo gue simpen ke dalem dulu yak," ucapku pada Gibran dan segera diangguki oleh Gibran.

Aku masuk ke dalam rumah dan menyimpannya di dalam kamar. Pasti Alfa tak akan menemukannya. Setelahnya aku kembali ke teras dan melihat Alfa yang masih merengut. Bodoamat! Aku malas melihat wajah melasnya. Sedangkan Gibran, ia tertawa melihat temannya seperti itu.

Selang beberapa menit Alfa mengajakku ke ruang tamu. Ingin mengobrol katanya. Kami berdua masuk dan duduk di sofa. Aku menunggunya saja berbicara.

"Selamat ulang tahun sekali lagi yak," ucapnya sambil tersenyum. Alfa memegang puncak kepalaku dan mengelusnya sebentar. Aku cuma bisa mengangguk saja.

"Kalo ada masalah cerita terus ya," ucapnya lagi dan aku mengangguk lagi.

"Kalo gitu aku pulang ya," lanjut Alfa sambil tersenyum. Dan lagi-lagi aku hanya mengangguk.

"Gib! Cepet siap-siap, kita pulang!" teriak Alfa.

"Oke sip!" Kali ini Gibran berteriak dari teras.

"Yuk anterin ke depan." Alfa berdiri dan menyodorkan tangannya padaku. Aku segera meraihnya dan ikut berdiri. Sekarang aku sedang berhadapan dengannya. Alfa menatapku lembut. Kemudian mengacak rambutku sambil tertawa pelan.

Selanjutnya kami berjalan ke teras dan melihat Gibran yang sudah duduk di atas motornya. Alfa langsung mengenakan sepatunya dengan cepat dan naik ke atas motor.

"Eh bentar deh bentar," ucapku. Kemudian aku masuk ke dalam dan mengambil rokok milik Gibran. Hampir saja ketinggalan. Bisa-bisa aku pesta rokok malam ini. Aku langsung menyerahkan pada Gibran, aku tak membiarkan Alfa yang mengambil saat tangan Alfa terulur untuk meraih rokok dari tanganku.

Aku berjalan ke arah gerbang untuk membukanya.

"Dadah.." Alfa melambaikan tangannya sambil kian menjauh dari rumahku.

Aku langsung masuk ke dalam menuju kamarku. Aku membuka tasku, mengambil sebuah kotak yang sudah kupastikan isinya adalah dot bayi. Eh tapi tunggu dulu.. ada sebuah kertas.

Ternyata ini surat.

Jangan lupa vote!

Pencet bintang disini
👇

Kamu dan BandungWhere stories live. Discover now