53 : Sembuh

737 42 13
                                    

Aku dan teman-temanku yang lain bangun jam 6 pagi. Semuanya memang dibangunkan untuk mengikuti ibadah di villa sebelah. Kemarin aku bilang kalau kami menyewa dua villa 'kan?

Selesai ibadah kami melanjutkan aktivitas kami lainnya. Yang bertugas untuk memasak sarapan juga sudah memulai melaksanakan tugas. Dan hari ini aku kedapatan tugas untuk membereskan dapur dan memastikan semua siswa untuk membersihkan kamarnya. Aku tak sendiri, ada beberapa temanku juga.

Setelah semua makanan telah selesai kami makan bersama. Semuanya berkumpul sambil sesekali bercanda ria. Tapi lain dengan aku dan Moza. Kami memutuskan untuk ke teras dan makan disitu saja. Menurut kami lebih baik memanfaatkan waktu dengan melihat sekeliling villa ini. Udaranya juga sangat sejuk, membuat siapa saja akan nyaman.

***

"Jen, saya minta tolong beliin balsem di warung seberang jalan dong," pinta bu Irana. Mau tidak mau aku harus mengangguk.

Aku pergi ke warung yang katanya ada di seberang jalan. Tapi apa? Harus berjalan kira-kira dua puluh meter lebih baru lah menyeberang untuk mendapatkan warung. Tapi tak apa, setidaknya aku bisa menikmati sejuknya tempat ini. Aku juga melihat beberapa mobil pengangkut sayuran yang baru saja turun dari atas. Sayurannya pasti segar-segar, aku ingin bawa pulang, ah lupakan.

Aku masuk ke warung, melihat banyak sekali makanan ringan disini. Tapi, aku lupa membawa uangku. Hmm, uang guruku sebenarnya masih cukup, tapi, aku malas naik ke kamarku lagi hanya untuk mengganti uang guruku. Sebenarnya guruku itu adalah saudaraku sendiri. Ya pokoknya ada ikatan antara aku dengannya. Tapi, aku tetap canggung.

Aku berjalan masuk ke kawasan villa dan langsung menuju villa guruku itu. Aku langsung menyerahkan balsem serta uang kembalian.

"Kamu ada uang jajan? Nih ambil buat jajan," kata beliau. Aku segera menggelengkan kepala.

"Ada kok bu, gausah," kataku sambil menolak.

"Beneran?" tanyanya.

"Iya bu, beneran. Yaudah, saya keluar dulu ya, bu," kataku buru-buru sambil melangkah.

"Nak, keadaan di sebelah gimana? Udah beres-beres barang belum?" Kali ini bu Mani yang bertanya.

"Lagi beres-beres kok itu bu, saya udah selesai," kataku.

"Oh ya sudah, sebentar lagi kita akan berangkat ke pemandian, pastiin ga ada barang yang tertinggal," katanya lagi.

"Baik, bu," kataku seraya keluar pintu.

Aku berjalan menuju taman yang berada di depan villa. Disitu ada Moza, Sammy, dan satu mantan abang kelasku dulu, alias alumni sekolahku, namanya Sandi. Mereka tengah duduk di ayunan, aku segera menghampiri mereka, lalu aku ikut duduk bersama mereka.

"Eh ada Jenbin," kata bang Sandi dengan meledek.

"Apaan sih bang?" kataku. Aku tak marah atau kesal padanya. Dia memang orangnya seperti itu, dia orang yang baik.

"Alfa gimana?" tanyanya dengan nada menggoda. Alfa yang dia maksud bukan Alfa yang selama ini aku ceritakan. Dia adalah Alfa yang pernah membuatku takut untuk membuka hati pada siapa pun. Dia lah orang yang membuatku takut dengan cinta. Terdengar lebay, tapi memang seperti itu. Aku malas menceritakannya, karna ini memang bukan kisahku dengannya.

"Tau ga? Dulu tuh mereka deket banget," kata bang Sandi pada Moza dan Sammy, pastinya dengan ucapan yang heboh. Mereka hanya tertawa.

"Dulu tuh gue inget banget, Alfa pulang cepet dan ninggalin gue, ternyata mau anterin Jenbin pulang," kata bang Sandi lagi.

"Tapi ya gitu deh, malah ketauan merekanya. Karna masalah itu juga kan bikin mereka jadi jauh. Tapi semenjak itu Alfa jadi lebih baik, dia udah belajar dari masalah dia sama Jenbin," katanya lagi.

Kamu dan BandungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang