27 : Ijin

339 33 2
                                    

Hari ini aku mencoba untuk kembali bersekolah. Aku merasa agak lebih membaik dari hari kemarin. Lagipun aku bosan dengan suasana kamar yang begitu-begitu saja. Aku butuh teman mengobrol, aku butuh berinteraksi dengan teman, bukan hanya melakukan kontak fisik dengan guling.

Aku masuk ke dalam kelas dengan napas yang memburu, entahlah, sekarang aku kembali merasa sesak. Aku mencoba untuk menetralkan napasku dengan menarik napas panjang.

"Ngapain sekolah sih? Muka lo pucet gitu," ucap Moza saat aku baru saja mendaratkan bokongku di kursi.

"Pucet dari mana, belekan kali mata lo!" bantahku

"Belekan pala lo njing! Gue bersih mandinya tadi!" tukas Moza kesal

"Tapi bener sih, muka lo pucet banget," ucap Discha secara tiba-tiba yang duduk di depanku.

"Ah elah, lo pada ga bersih ya mandinya? Beleknya nyusahin gue banget," ucapku

"Dih tolol!"

"Kita peduli sama lo babi! Awas aja kalo lo pingsan, kita kagak mau angkut lo mampus," kesal Moza

Aku tertawa melihat mereka kesal seperti itu. Discha langsung membalikkan badannya ke depan, Moza memutar bola matanya dan menyibukkan dengan membuka buku. Lail juga sama, ia membalikkan badannya dan menghadap ke depan.

Aku memelankan tawaku perlahan dan menarik napas panjang. Aku kembali merasa sesak di dadaku. Aku menundukkan kepalaku untuk menghindari tatapan orang-orang nantinya. Aku membiarkan napasku kembali normal tak memburu.

Setelah dirasa cukup, aku membuka buku dan menatap ke depan dimana sudah ada guru yang tengah menulis di papan tulis.

Namun semakin lama aku biarkan semakin sakit. Aku merasa sangat kedinginan tapi keringat sudah mengucur banyak di tubuhku.

"Za, liat keringet gue," ucapku pada Moza. Moza menoleh ke arahku.

"Kok bisa keringetan gitu, kan masih pagi," kaget Moza

"Gue ngerasa dingin," ucapku dengan menggigil. Moza tampak bingung sambil masih melihatku yang sudah bercucuran keringat.

"Fan, pinjem jaket lo," pinta Moza pada Rafan yang duduk di belakangku

"Buat apaan?" herannya

"Ini si Jejen kedinginan," balasnya

"Jen, lo ngapa dah?" tanya Rafan padaku. Aku hanya menggelengkan kepalaku pelan tanpa menoleh sedikit pun ke belakang.

"Nih pake," ucap Rafan sambil menyerahkan jaketnya

Aku segera mengenakan jaket Rafan. Setidaknya aku bisa mengurangi hawa dingin yang kurasakan. Kemudian aku kembali menatap guruku. Namun aku tiba-tiba merasa sangat pusing. Aku memutuskan untuk meletakkan kepalaku di meja.

Dan tertidur..

***

Selang satu jam, aku terbangun karena dibangunkan oleh Moza. Ternyata sekarang sudah saatnya pergantian jam pelajaran. Guru sebelumnya baru saja keluar dari kelasku.

"Za, gue ga sanggup lama-lama duduk," keluhku pada Moza akhirnya

"Tuh mampus lo!" tukas Moza

"Ish"

"Jadi gimana? Mending pulang aja dah," ucap Moza memberi saran. Aku memikirkan sebentar ucapan Moza sebelum akhirnya mengangguk.

"Dis, lo kan perangkat kelas nih. Urus surat ijin buat si Jejen," ucap Moza pada Discha. Discha langsung memutar posisinya ke belakang dan langsung menghadap ke kami.

"Lo mau pulang Jen?" tanya Discha padaku dan segera kuangguki pelan.

"Oh yaudah, lo tunggu di kelas aja biar gue ambilin ke meja piket depan," ucap Discha dan langsung berjalan keluar kelas.

Aku masih memeluk diriku sendiri untuk mengurangi meriangku. Aku melihat Moza yang menutup bukuku dan langsung memasukkannya ke ranselku.

"Bibi lo udah lo kabarin kan?" tanya Moza

"Belum. Dah ah biarin aja, gue ga mau dia tau," jawabku

"Lah gimana sih? Atau gue yang kasitau aja nih," ucapnya sambil mengambil ancang-ancang membuka ponsel

"Ettt jangan!" panikku sambil menepis tangan Moza

"Iya nanti gue kabarin dia pas sampe rumah," putusku akhirnya.

Guruku masuk, sekarang adalah jam pelajaran Akuntansi. Dan yang masuk adalah bu Susan, kami biasa menyebutnya dengan 'nenek'.

Jangan lupa vote!

Pencet bintang disini
👇

Kamu dan BandungKde žijí příběhy. Začni objevovat