33 : Kenyataan Pahit

330 34 0
                                    

Aku seketika itu juga langsung meneteskan air mata. Aku juga sedikit sulit untuk benar-benar jauh dari Alfa. Entahlah kenapa.

Alfa : kamu td plg sklh naik apa?

Alfa : udh makan?

Alfa : maaf karna aku kita jd kaya gini

Alfa : padahal baru bbrp jam tapi..

Alfa : jen..

Alfa : aku rindu

Aku rasanya ingin menangis membaca semua pesan Alfa. Aku bersikeras untuk tidak membalas pesan itu. Aku memutuskan untuk membiarkannya saja dan beralih membalas pesan dari yang lainnya.

Baru tujuh menit aku sudah tak tahan. Aku tetap memikirkan pesan itu. Sampai akhirnya aku memberanikan diri untuk membalas.

Jejen : aku jg

Jejen : bukn slh siapa2

Jejen : aku cengeng, maap:"(

Alfa : maaf Jen, aku ga maksud bikin kamu sedih gini

Alfa : oke aku mau kita jalanin aja dgn semestinya, kita hadapin semuanya bareng2. Okee :)

Jejen : iya Al:)

***

Medan, 6 November 2019

Hari ini Bibi dan anak-anaknya datang ke rumah. Katanya mereka ingin mengunjungi kami dan memastikan keadaan rumah sedang baik-baik saja.

Mereka sudah datang dari pukul 16.20 WIB tadi, dan sekarang adalah jam makan malam bersama. Kami memutuskan untuk membeli makan saja di luar, karna di rumah juga lauknya tak akan cukup untuk kami semua. Salah satu menantu Bibi akhirnya pergi membeli makanan dengan ditemani bang Julian.

Selagi mereka pergi, aku disini ikut membantu mereka. Misalnya membuangkan popok bayi bekas, membuatkan susu dan semacamnya. Rumah ini jadi benar-benar ramai sekarang. Jujur aku tak terlalu menyukainya.

Kepalaku juga menjadi semakin sakit tapi aku berusaha tak memperlihatkan itu agar nantinya tak akan banyak pertanyaan. Dan tak lama makanan sudah datang. Aku menyiapkan piring dan segala alat makan yang akan kami gunakan untuk makan.

Acara makan malam bersama berlangsung seperti biasanya, penuh dengan pertanyaan-pertanyaan seputar sekolah, dan beberapa omelan. Aku sedikit malas berdebat untuk saat ini, aku lebih memilih mendengar saja.

Setelah selesai makan aku memutuskan untuk ke kamar. Aku sudah ijin untuk beristirahat karna pusing.

20.14 WIB

"Jen...."

Aku mendengar namaku dipanggil dari ruang keluarga. Aku mendengus kesal, baru saja ingin memejamkan mata sudah diganggu.

"Iya bentar," balasku dari dalam kamar

Aku berjalan menuju sofa dan melihat juga sudah ada bang Julian disitu. Semua orang juga sudah berkumpul di ruang keluarga. Ini membuatku sedikit mengerutkan dahi, ada apa?

"Sini duduk," suruh Bibi. Dengan segera aku berjalan dan duduk.

"Masih sakit kamu?" tanya Bibi

"Pusing doang Bi," balasku

"Biarin bang Toni yang ngomong," ucap Bibi. Bang Toni adalah menantu bibiku, ia orang yang baik.

"Kalian udah gede, abang harap kalian paham dan ngerti posisinya. Kami ngelakuin ini juga ada alasan kuatnya. Gimana pun kita semua disini sama sayang sama kalian. Papa kalian udah dipanggil Tuhan seminggu yang lalu. Kami pergi kesana tanpa sepengatuhan kalian. Abang harap kalian mengerti," ucap bang Toni

Aku merasa duniaku seakan berhenti bergerak saat ini juga. Sedetik kemudian air mataku turun.

"Arghhhh," kesalku

Bagaimana aku tidak kesal, mengapa harus dirahasiakan?

Aku ini tetap putrinya, dia tetap papaku. Mau sebesar apa pun kesalahannya di masa lalu, dia tetap papaku. Aku merasa belum menjadi anak yang bisa membanggakan.

Aku tiba-tiba teringat ketika dia datang dan duduk di sofa yang tengah aku duduki sekarang ini, dan dengan posisi yang sama.

Aku teringat saat dia memelukku tapi aku tak membalas pelukkannya. Aku juga ingat ketika dia menciumku, dan seketika itu juga kumisnya mengenai dahiku. Sakit ketika diingat.

Jangan lupa vote!

Pencet bintang disini
👇

Kamu dan BandungWhere stories live. Discover now