3. Lembu Ampal

4.2K 756 52
                                    

Kehadiran paruh baya tersebut pun membuatku dan Kangmas Panji saling melempar pandang. Kenapa beliau berlutut seperti itu? Dan tadi kalau aku tidak salah dengar, katanya ia akan dibunuh? Bagaimana bisa? Siapa yang akan membunuhnya?

"Bangunlah, Lembu Ampal. Coba kau ceritakan lebih dahulu apa yang sebenarnya terjadi," pinta Ranggawuni sembari membantu paruh baya tersebut berdiri, tetapi paruh baya itu menolak bantuannya.

Paruh baya yang dipanggil Lembu Ampal itu pun menceritakan sebuah kejadian yang sulit untuk aku pahami. Ia bercerita bahwa ia diancam akan dibunuh oleh Tohjoyo jikalau ia tidak berhasil membunuh Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Aku tidak mengerti kenapa Tohjoyo menyuruh Lembu Ampal untuk membunuh kedua sepupu itu, memangnya apa yang terjadi di antara mereka? Selain itu, aku baru sadar bahwa alasan Mahesa Cempaka memintaku dan Kangmas Panji untuk tinggal di sini adalah karena ia khawatir jika nanti kami akan tertangkap oleh pasukan Tohjoyo.

Sebenarnya Tohjoyo itu siapa sih?

Sembari mendengarkan penjelasan Lembu Ampal, aku berusaha mengingat-ingat sosok Tohjoyo yang pernah diceritakan oleh romo, tetapi karena memang dasarnya aku adalah orang yang payah dalam mengingat perihal sejarah, aku pun tak dapat mengingatnya. Kuputuskan untuk bertanya kepada Kangmas Panji saja nanti!

"Saya mengungsi kepada Tuan-Tuan, saya berdosa telah disuruh membunuh Tuan oleh sang raja. Sekarang saya bersumpah, jika Tuan-Tuan tidak percaya kepada saya, saya akan menghamba kepada Tuan-Tuan," terang Lembu Ampal seraya bersungkem dan mencium kaki Ranggawuni. Aku dan Kangmas Panji terperanjat melihatnya walaupun sebelumnya kami sudah sering melihat hal semacam ini di Wilutan saat prosesi sungkeman berlangsung. 

Alis Ranggawuni bertautan, laki-laki itu pun menyuruh Lembu Ampal untuk berdiri. "Bangun, Lembu Ampal. Aku belum menjadi raja, tak perlu melakukan hal itu kepadaku. Sebelum aku memberimu kesempatan, aku butuh bukti bahwa kau memang benar-benar ingin mengikutiku dan Mahesa Cempaka."

Lembu Ampal mengangguk, kemudian ia berdiri, meletakkan tangan kanannya di dada dan berkata, "Demi Sang Pemilik Semesta, aku bersumpah akan mengabdi kepada Tuan-Tuan dan jika aku berkhianat, maka aku siap melepas semua yang kupunya dan dihukum seberat-beratnya."

Setelahnya, Mahesa Cempaka pun bersuara, "Terima kasih atas kesetiaanmu, Lembu Ampal. Aku percaya kepadamu."

"Kau terlalu mudah percaya kepada orang lain, Mahesa Cempaka," celoteh Ranggawuni sembari menyilangkan tangannya di dada, "jadi, apa yang akan kau lakukan sekarang setelah bersumpah seperti itu, Lembu Ampal?"

Yang ditanya pun menjawab, "Hamba akan mencari tahu tentang pergerakan di dalam istana, Tuan. Kita bisa mendapatkan informasi mengenai rencana baginda raja dari orang Rajasa di sana."

Dengan wajah datar, Ranggawuni hanya menganggukan kepalanya pelan. Ia lalu masuk ke dalam rumah dan membiarkan kami terjebak dalam kecanggungan di halaman rumah. Aku menoleh ke arah Kangmas Panji dan menarik kakak sulungku itu menjauh dari rumah Panji Patipati. 

"Kangmas, kita gak bisa diam di sini. Kangmas dengar, kan? Ini konflik besar! Keluarga mereka akan saling bunuh!" tuturku sambil menghela napas.

"Iya, Raj. Aku dengar semua yang mereka bicarakan tadi, aku juga mengerti apa yang kamu maksud, tapi apa kamu memikirkan akibatnya kalau kita pergi dari rumah Panji Patipati sekarang? Ranggawuni bisa aja mengira kita adalah pasukan Tohjoyo! Bukannya itu lebih berisiko? Kalau kita tetap tinggal di sini, setidaknya kedua sepupu itu dapat melindungi kita, terutama Mahesa Cempaka yang sepertinya suka sama kamu."

Mataku melotot mendengar ucapan Kangmas Panji. "Apa sih, kok jadi bahas suka-sukaan?"

"Ya ... kalau dari yang Kangmas lihat nih, Mahesa Cempaka sepertinya memang ada rasa ke kamu." Kangmas Panji meledekku dengan mengedipkan sebelah matanya yang membuatku memukul bahunya pelan.

Greatest King [SINGHASARI]Where stories live. Discover now