27. You Are Late

2.5K 621 167
                                    

Untuk terakhir kalinya aku dan Kangmas Panji berpelukan dengan Panji Patipati. "Panji, Rajni, jaga diri kalian baik-baik, ya? Kapan pun kalian ingin kembali ke Tumapel, pintu rumahku selalu terbuka."

"Kau sangat baik sekali, Panji Patipati. Kami tak akan melupakan kebaikanmu," kata Kangmas Panji sembari menepuk-nepuk punggung Panji Patipati, "kami pergi dulu, ya. Kuharap nantinya kita bisa bertemu di lain waktu."

Panji Patipati mengangguk dan mengiakan kata-kata Kangmas Panji. Ia mungkin tak tahu kalau harapan itu hanyalah sekadar basa-basi dari kangmas. Toh, memangnya kapan kami dapat bertemu lagi dengan Panji Patipati? Tak mungkin kami terlempar ke masa lalu lagi, kan?

Aku dan Kangmas Panji melangkah menjauh dari rumah Panji Patipati. Dengan langkah lunglai aku mengekori kangmas. Kami akan pergi ke sungai tempat kami pertama kali terbangun di Tumapel. Kangmas Panji bilang bahwa kemungkinan besar portal tersebut akan dibuka di sana.

Waktu terasa begitu cepat, aku merasa seperti gerak bulan jauh lebih cepat daripada biasanya. Semakin melangkah menjauhi rumah Panji Patipati, semakin berat kakiku untuk melangkah. Berat rasanya untukku meninggalkan Tumapel, tetapi aku tidak punya pilihan lain. Memangnya mau sampai kapan aku dan Kangmas Panji terjebak di masa lalu?

Di tengah perjalanan, seorang kakek tua menghentikan kami. Ialah kakek yang kerap mengunjungi Kangmas Panji. Kakek yang memberikan petuah tentang dimensi waktu. Kakek itu tersenyum menatap kami, kemudian berkata, "Kalian berhasil melewatinya."

"Melewati apa?" tanyaku kebingungan.

"Perasaan memang mudah terbawa oleh waktu. Namun, bukan berarti kita harus terjebak di masa lalu selamanya. Ada kalanya kita harus kembali ke masa depan untuk mengerti arti dari masa lalu." Jawaban yang diberikan oleh kakek itu sama sekali tidak menjawab pertanyaanku, justru malah membuatku semakin bingung.

"Panji dan Rajni, kembalilah ke masa depan. Tugas kalian di sini telah selesai," sambung sang kakek.

Sepertinya Kangmas Panji juga mulai ikut kebingungan. "Tugas apa, Kek?"

"Memberikan kebahagiaan kepada mereka yang terluka," jawab kakek itu dengan senyum teduhnya.

Aku mengernyitkan dahi, tak mengerti dengan maksud dari jawabannya. Memberikan kebahagiaan kepada mereka yang terluka? Hei, justru aku yang menorehkan luka kepada mereka! Kehadiran kami di Tumapel telah memperumit keadaan dan mengeruk lubang luka untuk sebagian orang.

Namun, seolah bisa membaca isi pikiranku, kakek itu kembali melanjutkan kalimatnya, "Panji Patipati, ia telah hidup sendirian selama bertahun-tahun. Selama hidupnya ia merasa kesepian, tetapi setelah kalian datang, hidupnya terasa lebih berwarna."

Tidak pernah terpikirkan sebelumnya
olehku tentang itu. Memang benar kalau Panji Patipati sering bilang kepada kami bahwa kehadiranku dan Kangmas Panji telah mengubah hidupnya yang semula sepi menjadi lebih ramai. Namun, aku tak pernah menyangka jikalau kehadiran kami rupanya betul-betul meninggalkan kesan yang mendalam untuknya.

"Bena, ia tidak mempunyai teman sebelumnya karena terlalu menutup diri. Tetapi, setelah mengenalmu, kini ia menjadi lebih terbuka dan memiliki teman. Ia sangat berharap agar hubungan pertemanan kalian dapat terus terjalin, bahkan hingga di kehidupan selanjutnya. Tiap malam anak itu berdoa agar pertemanan kalian abadi selamanya. Mungkin kalian tidak tahu, Bena menangis di dalam kamarnya setelah kalian berpamitan tadi, tetapi tenang saja sebab anak itu percaya bahwa Tuhan akan mempertemukan kalian kembali di lain waktu."

Ah, Bena .... Aku juga tidak menyangka kalau ia memiliki ketulusan yang begitu mendalam. Pantas saja di masa depan aku dan Nebula bersahabat dekat, ternyata doa Bena dikabulkan oleh Tuhan.

Greatest King [SINGHASARI]Where stories live. Discover now