12. Sunrise and You

3.2K 682 97
                                    

"Namun, sayangnya lemparanmu salah sasaran, Panji," ucap Mahesa Cempaka. Aku dan Kangmas Panji melirik satu sama lain, berusaha memastikan bahwa kami tidak salah mendengar.

Tersirat ketegangan dari raut wajah kangmas, ia menundukkan kepalanya, pasti Kangmas Panji sedang panik! Aku juga sempat merasa panik sih, tapi setelah melihat Mahesa Cempaka yang terkekeh karena reaksi Kangmas Panji, aku tahu kalau sepupu Ranggawuni itu hanya bergurau saja.

"Seharusnya kau melempar tombaknya ke bahunya saja, jangan asal seperti tadi, Panji," sambung Mahesa Cempaka.

Sontak saja Kangmas Panji langsung memiting batang leher Mahesa Cempaka. "Bisa-bisanya kau mengerjaiku!"

"Ampun, Panji! Habisnya kau sangat keren sekali saat melempar tombak tadi. Aku kagum melihat keberanianmu." Tangan Mahesa Cempaka berusaha melepas pitingan kangmas, tetapi hal itu justru membuat Kangmas Panji semakin mengeratkan pitingannya.

"Sekali lagi kau mengerjaiku, maka tak akan aku biarkan adikku bermain bersamamu lagi," ancam Kangmas Panji dengan wajah horornya. Seketika tawa Mahesa Cempaka terhenti dan hal tersebut justru membuat kangmas terbahak-bahak.

Dari tempat kami berdiri saat ini, aku bisa melihat Ranggawuni tengah memacu kudanya ke arah kami. Akan tetapi, aku salah fokus ketika menyadari bahwa di tangan Ranggawuni terdapat sebuah luka dan darah yang mengalir.

Laki-laki itu memberhentikan kudanya di depan kami, kemudian berbicara kepada Kangmas Panji, "Aku sudah mendengar dari salah satu pasukan kalau kau menyerang Paman Tohjoyo. Baguslah, kau telah mengurangi pekerjaanku. Lain kali jangan terburu-buru untuk menyerang dan jangan lupa untuk memberitahu adikmu jika kau mempunyai rencanamu sendiri. Rajni sangat mengkhawatirkanmu tadi."

Usai kalimat itu dituntaskannya, Ranggawuni turun dari kudanya dan menepi. Ia menatap luka di tangannya.

"Dasar Ranggawuni, ingin mengucapkan terima kasih saja banyak sekali basa-basinya," kata Mahesa Cempaka yang sepertinya sudah hafal betul dengan sikap sepupunya.

Aku mengamati luka yang ada di tangan Ranggawuni. Kalau aku boleh menebak, menurutku luka itu disebabkan oleh goresan atau sayatan benda tajam. Aku mendekati Ranggawuni dan meraih tangannya untuk melihat lebih jelas lukanya.

"Kenapa bisa terluka?" tanyaku sembari memandanginya.

"Pertanyaanmu tidak masuk akal, Rajni. Aku habis berperang dan kau masih menanyakan alasan tanganku terluka? Tentu saja karena terkena serangan musuh!" sungutnya dengan decehan.

Jawaban Ranggawuni memang tidak salah, tapi bukan jawaban seperti itu yang aku harapkan. "Maksudku apa yang membuatmu terluka seperti ini?"

Mulut Ranggawuni membulat sebelum menjawab pertanyaanku, "Oh. Hanya terkena keris milik Pranaraja, bukan hal yang serius."

"Pranaraja menyerangmu? Ah, sialan, dia selalu ikut campur." Rupanya Mahesa Cempaka menguping obrolan kami. Ia pun bergabung ke dalam obrolan ini.

"Ya, dia menyerangku saat kau dan beberapa prajurit lainnya sedang sibuk melawan pasukan istana yang berjaga di garda kedua," balas Ranggawuni.

Helaan nafas Mahesa Cempaka yang terdengar sudah lelah dengan keadaan membuatku sadar bahwa konflik internal ini telah merugikan banyak pihak. Aku tidak mengenal siapa itu Pranaraja karena aku baru pertama kali mendengar namanya. Namun, dilihat dari pembicaraan kedua sepupu itu tadi sepertinya Pranaraja adalah orang penting di kalangan istana.

Kami kembali ke rumah Panji Patipati dengan keadaan yang tidak dapat dibilang baik. Seluruh pasukan yang tersisa diminta kembali ke pusat distrik masing-masing untuk mendapatkan pengobatan.

Greatest King [SINGHASARI]Where stories live. Discover now