21. Kunang-Kunang Malam

2.7K 604 206
                                    

"Kenapa kau suka muncul tiba-tiba sih?" gerutuku ketika melihat Ranggawuni yang menyunggingkan senyumnya dari luar jendela kamarku.

Ya, jendela kamar. Matahari sudah terbenam beberapa waktu yang lalu, itu artinya langit di luar tak lagi terang. Saat aku tengah berbaring di tempat tidur, tiba-tiba saja ada yang mengetuk jendela kamarku dari luar. Sontak aku membukanya dan mendapati Ranggawuni dengan senyum lebarnya.

"Rajni, apa kau mau pergi main? Ayo main bersamaku." Ia mengajakku untuk main malam-malam begini bersamanya? Yang benar saja! Bisa-bisa Kangmas Panji mengamuk kalau tahu aku main di malam hari. Kakakku itu kan sangat protektif! Ajakan dari Ranggawuni pun aku tolak mentah-mentah.

Ranggawuni mengerucutkan bibirnya setelah mendengar penolakanku. Ia melompat masuk dari luar jendela ke dalam kamarku. Sumpah! Sepertinya Ranggawuni punya keahlian melompat masuk sembarangan deh!

"Apa yang kau lakukan?" tanyaku sambil berkacak pinggang. Yang kutanya tak menjawab dan menatapku dengan sebuah seringai. "Ranggawuni, jangan begitu. Kau jadi terlihat menyeramkan."

"Kalau begini apakah masih menyeramkan?" balasnya sembari kembali mengerucutkan bibir, bedanya kali ini ia memasang wajah sok menggemaskan yang membuatku ingin mencubitnya.

Aku memutar bola mataku malas, tetapi Ranggawuni justru tertawa melihat reaksiku. Ia mendekatkan tubuhnya denganku, membuatku reflek memundurkan langkah. "Rajni, ayo kita kabur," bisiknya tepat di telingaku.

Kabur? Jangan gila!

"Gurauanmu tidak lucu, Ranggawuni."

"Apa aku terlihat seperti sedang bergurau?" tanyanya. Tidak, ia sama sekali tidak terlihat seperti tengah bergurau. "Pada hitungan ketiga, ayo lompati jendela ini bersamaku."

Ia membuka jendela kamarku lebih lebar lagi, kemudian meraih sebelah tanganku dan menghitung mundur, "Satu ... dua ... tiga!"

Sesuai aba-abanya, aku pun melompat keluar jendela. Sialnya kain yang kukenakan sebagai penutup tubuhku justru tersangkut di jendela, membuat betisku terekspos dengan jelas. Ranggawuni menelan ludahnya. Tanpa berkata apa-apa, ia membantuku melepaskan kain yang tersangkut itu. Tanganku kembali berada dalam genggamannya, ia menyuruhku untuk menarik kainku dan tiba-tiba saja tubuhku terhuyung karena Ranggawuni berlari. Mau tak mau aku pun ikut berlari.

Napasku mulai tersengal-sengal, kami berlari menuju hutan. Apa dia benar-benar ingin mengajakku kabur?

"Sebenarnya kita mau ke mana?" Aku menghentikan larianku.

Ranggawuni tidak menjawab, ia hanya menatapku. Di tengah hutan ini kami saling menatap, remang-remang cahaya bulan membuat bayangan kami terlukis di tanah. Aku melepaskan genggaman tangan Ranggawuni dan berkata, "Kau sungguh ingin membawaku kabur?"

"Akan aku jawab nanti, Rajni. Sekarang aku ingin membawamu menuju suatu tempat dahulu."

Larian kami pun berubah menjadi langkah santai. Kami berjalan menyusuri hutan lebih dalam lagi. Penglihatanku cukup terbatas mengingat di hutan ini tidak ada penerangan lain selain bulan, itu pun sebagian cahayanya tertutup oleh lebatnya dedaunan.

Dalam hati aku merutuki lumpur yang mengotori kakiku. Hujan yang mengguyur Tumapel sore tadi menyisakan tanah basah dan lumpur. Namun, aku tak mau ambil pusing. Biarlah kakiku kotor, toh nanti aku bisa membilasnya dengan air.

Tapi tetap aja rasanya gak nyaman!

"Rajni, kenapa kau terus-menerus menunduk? Ada apa dengan kakimu?" Sepertinya Ranggawuni sadar dengan ketidaknyamananku. Langkahnya berhenti hanya untuk menanyakan pertanyaan tersebut.

Greatest King [SINGHASARI]Where stories live. Discover now