9. Dia Milikku

3.8K 723 162
                                    

author's note:
double updateeeee!!! enjoy this chapter!

🗡️🗡️🗡️

Melihat raut wajah Ranggawuni yang tidak dapat aku deskripsikan memunculkan sebuah tanda tanya di pikiranku. 

Kenapa Ranggawuni memasang raut wajah seperti itu?

"Kanda Ning, aku membawakan rawon untuk Kanda dan Nara," ucap Jayawardhani sembari menunjukkan bingkisan yang dibawanya.

Ranggawuni menelan ludahnya, lalu mengangguk dan menerimanya. "Terima kasih, Adinda Ning."

"Omong-omong, Nara ada di mana, Kanda?" tanya Jayawardhani sambil mengintip-intip rumah Panji Patipati.

"Adikmu ada di dalam, mungkin masih berbincang dengan yang lainnya," jawab Ranggawuni, "Rajni, bisakah kau menemani Jayawardhani sebentar? Aku harus mengurus sesuatu."

Tunggu, kenapa jadi aku yang menemani Jayawardhani? Aku bahkan tidak mengenalnya! Baru saja aku hendak menolak, tetapi tanganku sudah digandeng lebih dahulu oleh Jayawardhani. Ia berseru, "Aku akan sangat senang kalau kamu mau menemaniku, Rajni!" 

Mulutku reflek tersenyum kaku, kalau sudah begini aku pun sungkan untuk menolaknya. Aku mengangguk pelan, Jayawardhani semakin mengeratkan tangannya. Ranggawuni kembali memasuki rumah Panji Patipati, sedangkan aku dan Jayawardhani memilih untuk duduk di tempat aku berteduh tadi.

Tidak ada yang memulai obrolan di antara kami. Sejujurnya aku tidak tahu harus membicarakan apa dengannya, jadi aku menunggu Jayawardhani saja yang memulai obrolan.

"Kira-kira Kanda Ning dan Nara sedang mengurus apa, ya?" Jayawardhani akhirnya memulai percakapan.

"Kanda Ning dan Nara itu siapa?" 

"Demi Sang Hyang Widhi, maaf Rajni, aku lupa memberi tahu ke kamu. Kanda Ning adalah panggilanku untuk Ranggawuni, sedangkan Nara adalah nama panggilan untuk Mahesa Cempaka," jelasnya dengan senyuman.

Jayawardhani bercerita awal mula Ranggawuni mendapat panggilan Ning adalah karena sejak kecil laki-laki itu biasa dipanggil Seminingrat oleh Jayawardhani dan Mahesa Cempaka. Sementara itu, panggilan Nara milik Mahesa Cempaka merupakan panggilan khusus dari sang ayah—Mahesa Wongateleng untuk putranya.

Lembayung senja perlahan menyapa, menggantikan langit biru yang hari ini bersahabat dengan teriknya matahari. Kangmas Panji dan Panji Patipati berjalan mendekat ke arah kami dari dangau. 

"Ini siapa, Raj?" bisik Kangmas Panji kepadaku. Aku pun menjawabnya dan kangmas hanya ber-oh ria setelahnya. Namun, mata Kangmas Panji seolah tidak mau lepas dari perempuan yang ada di hadapannya.

Tidak berselang lama, Ranggawuni dan Mahesa Cempaka juga keluar dari rumah Panji Patipati. Mahesa Cempaka langsung berlari dan memeluk Jayawardhani, aku bisa merasakan adanya hubungan kekeluargaan yang sangat erat di antara mereka.

"Nara, kau ini benar-benar, ya! Masa aku bertemu dengan pasanganmu lebih dahulu daripada denganmu?" ucap Jayawardhani sembari mencubit pipi adiknya.

"Yunda Ning, jangan asal bicara!" Malu-malu Mahesa Cempaka membalas ucapan sang kakak. 

Sesaat aku mencerna maksud dari kata-kata Jayawardhani. Pasangan Mahesa Cempaka? Siapa? Tidak mungkin aku, kan? Toh, aku tidak memiliki hubungan spesial dengan Mahesa Cempaka. Tetapi, di sini hanya ada dua perempuan, yaitu aku dan Jayawardhani. Lantas, siapa yang dimaksud olehnya?

"Lebih baik kita bersiap untuk makan malam, Mahesa Cempaka dan Adinda bisa memasak untuk makan malam. Aku, Panji, dan Rajni akan menyiapkan tempatnya," kata Ranggawuni yang terkesan mengalihkan pembicaraan. 

Greatest King [SINGHASARI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang