13. Takhta Baru Singhasari

3.1K 661 93
                                    

Mendengar kabar bahwa Tohjoyo meninggal dunia ketika dilarikan ke Katang Lumbang membuat kedua sepupu tersebut bersedih. Setelah kembali dari bukit untuk melihat matahari terbit, kami langsung pulang ke rumah Panji Patipati. Betapa terkejutnya Ranggawuni usai mendengar kabar dari Lembu Ampal tentang sang paman.

"Aku tidak akan berbohong, aku merasa sedih karena Paman Tohjoyo rupanya pergi secepat ini meninggalkan kita." Mahesa Cempaka menunduk, di sebelahnya ada Jayawardhani yang tengah menenangkan adiknya.

"Bagaimana kronologinya, Lembu Ampal?" tanya Ranggawuni sembari melirik orang yang ditanya.

Lembu Ampal membungkuk hormat, kemudian menjawab, "Saya dengar dari orang-orang istana, katanya Baginda Tohjoyo dilarikan oleh hamba sahaya ke Katang Lumbang agar mendapat pertolongan setelah terkena lemparan tombak dari Panji—"

"Bukankah lemparan tombak dari Panji tidak mematikan? Separah apa luka yang didapat Paman Tohjoyo?" interupsi Ranggawuni, "Panji, kau tidak menaruh racun kan di ujung tombaknya?"

Sontak saja Kangmas Panji menggeleng cepat dan membantahnya, "Aku tidak menaruh racun apapun."

"Maaf Tuan Ranggawuni, saya izin menambahkan. Dugaan sementara Baginda Tohjoyo mangkat karena kekurangan darah. Selain itu, mungkin memang sudah ajalnya karena tanda-tanda kepergiannya sudah diberi tahu." Lembu Ampal menambahkan informasi.

Ranggawuni memanggut, tangannya ia gunakan untuk menopang dagunya. "Tanda apa yang sudah diberi tahukan?"

"Sepanjang perjalanan, kainnya tersibak, Tuan."

Aku pernah mendengar dari romo, katanya dalam kepercayaan Jawa Kuno jika kain yang dikenakan oleh seorang raja tersibak, itu tandanya kekuasaan raja tersebut tidak akan bertahan lama. Ranggawuni kembali manggut-manggut, kemudian ia berjalan masuk ke kamarnya tanpa berkata apa-apa.

Sepertinya Ranggawuni merenungkan sesuatu. Aku tidak tahu pasti apa yang sedang dipikirkannya, tetapi menurutku pikirannya tengah larut memikirkan takhta baru Kerajaan Singhasari.

"Kangmas," panggilku ke Kangmas Panji. Namun, bukannya menjawab ia malah fokus memandangi Jayawardhani.

Tatapan Kangmas Panji kepada kakak Mahesa Cempaka itu seolah terpaku, kangmas bahkan enggan berkedip menatapnya. Aku kembali memanggilnya, namun ia tetap saja tidak menghiraukan aku.

"Kangmas Panji naksir dia?"

Pertanyaanku itu ternyata berhasil mengambil fokus kangmas. Kakak sulungku langsung melirik tajam ke arahku dan membalas, "Siapa yang suka sama dia? Aku gak suka."

"Terus kenapa dilihatin sampai segitunya? Kangmas bahkan gak membalas panggilanku, loh." Bak terkena skakmat, Kangmas Panji tidak mampu berkata-kata lagi. Ia hanya mendengus dan membuang pandangnya.

Mahesa Cempaka memanggilku dan menyuruhku untuk duduk di dekatnya, tetapi Kangmas Panji menahanku, kemudian menyeretku ke kamarnya. "Rajni, untuk saat ini jangan terlalu dekat dulu dengan Mahesa Cempaka dan Jayawardhani."

"Kenapa?" tanyaku kebingungan, "Kangmas habis lihat apa?"

Ya, kemampuan mawangsit Kangmas Panji adalah sebab aku bertanya demikian. Aku tahu betul kangmas tidak mungkin melarangku tanpa alasan. Ia pasti baru saja melihat sesuatu yang membuatnya melarangku untuk dekat-dekat dengan kedua kakak beradik itu.

Kangmas Panji tidak menjawab, ia justru merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Kamar yang kini hanya memiliki penerangan dari cahaya matahari pun menjadi saksi bisu dari isi pikiran kangmas. Aku mencoba menerka-nerka apa yang baru saja dilihatnya, namun nihil, aku tidak bisa menebaknya.

Greatest King [SINGHASARI]Where stories live. Discover now