16. Berkenalan dengan Sang Anengah

2.9K 638 66
                                    

"Besok pagi kalian diminta untuk datang ke istana, sebuah pedati akan menjemput kalian setelah matahari terbit," ucap Ranggawuni setelah menghabiskan makan malamnya.

Kangmas Panji yang sedang meneguk air minumnya hampir saja tersedak karena mendengar penuturan Ranggawuni. "Kenapa kami diminta ke sana?"

"Ada hal penting yang ingin disampaikan kepada kalian."

Seketika aku dan Kangmas Panji saling melirik satu sama lain. Kami saling melempar tanda tanya kebingungan. Aku menelan suapan terakhirku dan meminta Ranggawuni untuk menjelaskan maksud dari pemanggilan kami ke istana. Namun, ia enggan untuk menjawabnya.

Piring dan gelas yang kami pakai untuk makan itu pun dicuci oleh Kangmas Panji, sembari mencuci ia tak henti-hentinya bergumam, menyebutkan berbagai kemungkinan yang akan terjadi jika kami dipanggil ke istana. Aku menemani kangmas mencuci piring karena ia memintanya.

Panji Patipati tiba-tiba muncul di sampingku. Ia tersenyum dan berkata, "Terima kasih sudah ikut meramaikan tempat ini. Kalau sudah selesai mencuci piringnya, kalian harus langsung tidur, ya."

"Seharusnya kami yang berterima kasih karena telah diberikan tempat untuk tinggal sementara di sini," sahut Kangmas Panji, "terima kasih banyak, Panji Patipati. Tanpamu sepertinya aku dan adikku akan menjadi gelandangan di Tumapel, hahaha."

Sang pemilik rumah terkekeh dan menepuk-nepuk pundak kami, kemudian melangkah menuju kamarnya. Kangmas Panji telah selesai mencuci piring, kini saatnya kami kembali ke kamar masing-masing dan beristirahat.

Aku berbaring di atas ranjang dan memejamkan mataku, tetapi perkataan Ranggawuni tadi cukup mengganggu pikiranku. Apa alasan kami dipanggil ke istana? Kuharap kami tidak melakukan kesalahan fatal yang berujung pada pemanggilan ini.

Semoga bukan hal buruk yang akan terjadi ....

🗡️🗡️🗡️

Kata-kata dari Ranggawuni semalam memaksaku untuk bangun lebih awal. Usai mandi dengan air sumur yang ditimba Kangmas Panji, kami bersiap dan menunggu di pekarangan rumah Panji Patipati. Pagi ini hanya ada aku dan Kangmas Panji saja di rumah ini karena Panji Patipati dan Ranggawuni sudah berangkat ke istana sejak tadi malam. Keberangkatan mereka membuatku dan kangmas semakin bertanya-tanya, sebenarnya apa tujuan kami dipanggil ke istana?

Sebuah pedati dengan ukiran emas pun tiba untuk menjemput kami. Dibantu oleh kangmas, aku menaikinya dengan hati-hati. Tidak ada yang spesial selama perjalanan dari rumah Panji Patipati menuju istana, hanya pemandangan penduduk Tumapel yang mulai beraktivitas di pagi hari.

"Hati-hati turunnya, kalau jatuh gak ada Ranggawuni yang bisa nangkap kamu," kata Kangmas Panji ketika aku mau melompat dari atas pedati. Huh, aku bahkan tak tahu apakah ia sedang memperingatiku atau meledekku!

Sesampainya kami di istana, beberapa dayang telah menunggu kami. Mereka menyambut dan mengantar kami menuju ruangan yang dipakai untuk pertemuan beberapa waktu lalu. Ranggawuni dan Mahesa Cempaka sudah duduk di tempat mereka.

Wajah Ranggawuni menarik perhatianku. Bukan karena ketampanannya, tetapi karena wajahnya terlihat sangat masam. Ia sama sekali tidak tersenyum saat melihat kedatangan kami, bahkan cenderung tak peduli. Mahesa Cempaka juga tidak jauh berbeda dengannya, kedua sepupu itu benar-benar memasang wajah masam mereka.

Melihat wajah mereka yang seperti itu semakin menguatkan kebingungan yang ada di pikiranku. Kami semua dikumpulkan di ruangan ini untuk mendengarkan permintaan dari para tetua dan petinggi kerajaan.

Greatest King [SINGHASARI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang