25. Ketetapan Hati

2.4K 569 34
                                    

Semua terdiam setelah Ranggawuni akhirnya memutuskan untuk mengajak Mahesa Cempaka beserta rombongannya untuk kembali ke istana. Ia bilang kalau ia ingin membicarakannya di istana saja. Mungkin Ranggawuni tak ingin aku dan Kangmas Panji mendengar lebih jauh tentang konflik di antara mereka.

"Rajni, sekarang kamu sudah tahu kan harus bagaimana?" Kangmas Panji melirik ke arahku.

"Iya, aku tahu," jawabku lesu. Memangnya apa lagi yang dapat aku lakukan selain menyerah dengan keadaan? Kangmas Panji memelukku, membiarkanku menuangkan seluruh rasa sedihku kepadanya. Kangmas memang kakak terbaik yang pernah ada!

"Kasihan banget adikku, jatuh cinta sama orang di masa lalu."

"Apa sih, Kangmas?" Tuh kan! Baru saja aku memujinya, sekarang sikap menyebalkannya sudah kembali! 

Tawa kangmas menggelegar, aku reflek memukulnya pelan, bermaksud untuk menyuruhnya berhenti berteriak. Tidak baik berteriak malam-malam, di pekarangan rumah pula. Kami pun kembali masuk ke dalam rumah untuk menyantap makan malam yang telah dimasakkan oleh Panji Patipati.

Selepas makan malam, aku memutuskan untuk tidur di kamar Kangmas Panji malam ini karena aku sedang membutuhkan seseorang untuk bercerita. Kalau aku tidur sendirian, bisa-bisa aku tidak tidur sebab sibuk memikirkan Ranggawuni.

Aku merebahkan tubuhku di ranjang kangmas dan merentangkan tanganku, membuat Kangmas Panji mengomel karena ia tidak kebagian tempat untuk berbaring. "Geseran dikit, dong! Jangan serakah sama tempat tidur, ini kan punyaku."

"Punya Panji Patipati, bukan punya Kangmas," koreksiku yang membuat Kangmas Panji mengerucutkan bibirnya kesal.

Sudah lama sekali aku tidak berbicara seperti ini dengan kangmas. Dahulu sewaktu aku kecil, biasanya aku dan Kangmas Panji akan tidur bersama dengan ibunda kami. Ibunda suka sekali mendongengkan kami berbagai cerita sebelum tidur dan hal itu akan berlanjut dengan kami yang saling bertukar cerita satu sama lain, seperti malam ini.

"Kangmas Panji, kalau Kangmas ada di posisiku, apa yang bakalan Kangmas lakukan?"

"Hmm, mungkin aku bakalan memilih untuk merelakan Ranggawuni, toh semuanya sudah sangat jelas, kan?" Kangmas Panji menjadikan tangannya sebagai bantal dan melanjutkan kata-katanya, "tapi aku tahu sih kalau merelakan orang yang kita suka tidak semudah itu."

"Kalau Kangmas sendiri bagaimana? Apakah ada seseorang di sini yang menarik hati Kangmas?" tanyaku yang diiringi kekehan. Aku masih ingat kalau Kangmas Panji pernah menatap Jayawardhani tanpa berkedip sama sekali. 

"Gak ada," jawabnya singkat. 

Sebelah alis mataku kunaikkan karena tak percaya dengan jawabannya. "Masa sih?"

Gantian Kangmas Panji yang menaikkan alis matanya, ia mendelik dan berbalik bertanya, "Kenapa kamu tanya gitu?"

"Habisnya waktu itu aku lihat Kangmas natap Jayawardhani sampai gak berkedip. Kukira Kangmas naksir sama dia," cicitku yang seketika hilang nyali karena Kangmas Panji menatapku tajam.

"Bisa-bisanya kamu ngira gitu, Raj. Aku gak ada rasa apapun sama dia. Waktu itu aku cuma berusaha untuk melihat energi dia aja." Pipiku dicubit oleh Kangmas Panji secara tiba-tiba, lalu ia menyuruhku untuk segera tidur. Katanya aku tidak boleh tidur larut malam, semakin malam aku tidur, semakin mudah aku overthinking. Dan sesuai perintahnya, aku pun terlelap di sebelah Kangmas Panji dan melupakan sejenak apa yang baru saja aku alami hari ini.

🗡️🗡️🗡️

Badanku rasanya pegal sekali ketika bangun tidur tadi, rupanya Kangmas Panji juga merasakan hal yang sama. Karena kami tidur bersama di atas ranjang yang sempit, alhasil ruang gerak kami pun terbatas dan hal tersebut mengakibatkan badan kami menjadi pegal-pegal di pagi ini.

Greatest King [SINGHASARI]Where stories live. Discover now