22. Amin Paling Serius

2.7K 597 78
                                    

Aku mengernyitkan dahi ketika mendapati Ranggawuni dengan kudanya tengah berdiri di pekarangan rumah Panji Patipati. Di tengah teriknya matahari yang bersinar, kenapa ia malah berada di sini? Bukankah ia seharusnya mengurus persiapan untuk penobatannya?

"Ada apa, Ranggawuni?" Setelah terdiam untuk beberapa saat, aku pun bertanya kepadanya.

"Kau mendapat sebuah panggilan dari istana," jawabnya sembari mengeluarkan buku harapan yang kami tulis, "di sini tertulis bahwa Sekarajasapita diminta untuk menghadiri acara makan siang bersama Wisnuwardhana."

Tunggu, ia menyebut Wisnuwardhana dan Sekarajasapita? Kenapa ia menulis gelar kami di buku itu?

"Hmm, siapa yang memintaku untuk hadir?" godaku yang sebenarnya sudah tahu jawabannya. Memangnya siapa lagi yang bisa menulis di buku harapan selain aku dan Ranggawuni?

Ia terkekeh, kemudian menjawab, "Calon maharaja Singhasari yang memintanya. Aku dengar-dengar, calon maharaja ini sangat tampan, bukankah sungguh suatu keberuntungan bagimu karena diundang makan siang bersamanya?"

Cih, Ranggawuni memang terlalu percaya diri! Sempat-sempatnya ia memuji dirinya sendiri! Aku berpura-pura berpikir sejenak sebelum akhirnya membalas, "Kalau aku menolak ajakannya, bagaimana?"

"Tentu saja ia akan sangat sedih. Namun, sayangnya kau tidak bisa menolak ajakannya."

"Kenapa tidak bisa?"

"Karena ia memiliki jutaan cara untuk mengajakmu makan siang bersama." Seringai Ranggawuni membuat bulu kudukku berdiri. Ia melompat naik ke kudanya dan menyuruhku untuk segera menaikinya.

Akan tetapi, aku menolaknya. "Aku harus izin dengan Kangmas Panji dahulu."

Ya, setelah kejadian kabur ke dunia fantasi untuk melihat kunang-kunang malam itu, Kangmas Panji sempat marah kepada kami. Kangmasku hampir saja berkelahi dengan Ranggawuni sebab calon maharaja itu tidak meminta izin kepadanya. Aku ingat betul kala itu Ranggawuni menundukkan kepalanya saat kangmas menceramahi kami.

"Lain kali kalau kau mengajak Rajni pergi tanpa seizinku, kau tidak akan aku izinkan untuk berdekatan lagi dengannya!" Begitu ancam Kangmas Panji kepada Ranggawuni. Aku dapat mengerti kenapa kangmas marah saat itu. Pasti ia sangat khawatir karena aku menghilang secara tiba-tiba. Kami terjebak di masa lalu dan kalau aku menghilang, tentu Kangmas Panji yang akan bertanggung jawab. Salahku juga sih karena mau-mau saja diajak kabur oleh Ranggawuni.

Sembari mengetuk pintu kamar Kangmas Panji, aku memanggil-manggil namanya. Namun, kangmas tak kunjung membukakan pintunya. Aku pun membuka pintu kamarnya dan mendapati Kangmas Panji tengah berbaring lemah di atas tempat tidurnya.

"Kangmas? Kangmas sakit?" Aku menghampirinya dan menyentuh dahinya untuk mengecek suhu badannya. Sudah gila! Bahkan tubuhnya terasa seperti sedang direbus saking panasnya!

Kakakku tidak menjawab, ia justru menggumamkan beberapa kata secara berulang-ulang. Tubuhnya bergetar, matanya terpejam, kerutan di dahinya menandakan ada sesuatu yang terjadi dengannya.

"Asadha, Paroterang, Suklapaksa, Parogelap, Kresnapaksa."

Itulah yang digumamkan secara terus-menerus olehnya. Mataku menyipit tatkala tubuh Kangmas Panji semakin bergetar. Apa yang harus aku lakukan sekarang?

"Ranggawuni! Panji Patipati! Tolong!" teriakku sembari berlari keluar kamar kangmas. Panji Patipati yang berada di dapur pun langsung mendatangiku. Dengan panik aku menarik tangan Panji Patipati dan menyuruhnya untuk masuk ke kamar kangmas. Akan tetapi, keadaan berubah dalam sedetik. Tubuh Kangmas Panji tak lagi bergetar seperti tadi, kerutan di dahinya tak nampak, bahkan ia terlihat seperti sedang tertidur pulas.

Greatest King [SINGHASARI]Where stories live. Discover now