17. Jajaghu Kunjarakarna Pancatantra

2.7K 660 132
                                    

author's note:
silakan ramaikan chapter ini jika ingin double update, HAHAHAHA /j

🗡️🗡️🗡️

"Astaga ... kenapa mukaku jadi banyak cakaran gini?" Itulah kalimat pertama yang aku lontarkan hari ini. Kebiasaanku setelah bangun tidur adalah bercermin untuk merapikan rambutku yang berantakan akibat tidur, namun pagi ini cakaran yang tiba-tiba muncul di wajahku berhasil merusak mood-ku!

Bayangkan saja bagaimana perasaan kalian jika setelah bangun dari mimpi indah seketika mendapati banyak cakaran di pipi dan hidung? Bukankah sangat menyeramkan?

"Kangmas! Udah bangun belum?" Aku menggedor-gedor kamar Kangmas Panji, tetapi tidak ada balasan darinya. Justru suara sahutan dari arah pintu rumah yang mengejutkanku.

"Rajni? Kau mencari Panji? Dia sedang pergi ke dangau, mungkin sebentar lagi ia kembali." Ya, sahutan itu berasal dari Ranggawuni. "Wajahmu ... kenapa?"

Aku bergidik tak tahu. Ranggawuni berjalan ke arahku untuk melihat cakaran di wajahku lebih jelas, ia menyentuh daguku dan mendekatkan wajahnya dengan wajahku, membuat jarak di antara kami kian menipis. Aku reflek memundurkan kepala dan memalingkan wajahku karena tidak ingin berpandangan dengannya lebih lama lagi. Namun, tangan kiri Ranggawuni justru menahan tengkuk kepalaku. Di saat yang bersamaan, Kangmas Panji baru saja memasuki rumah.

"YA TUHAN! PEMANDANGAN MACAM APA INI? APA YANG SEDANG KALIAN LAKUKAN?" teriak kangmas histeris. Buru-buru ia melempar asal tongkat bambu yang dibawanya dan menghampiri kami.

"Kangmas, ini gak seperti yang Kangmas kira!" bantahku yang panik melihat reaksi Kangmas Panji.

Kakak sulungku itu tidak membalas bantahanku, ia ikut melihat dengan seksama cakaran di wajahku. "Ini kenapa? Kok bisa ada cakaran?"

"Gak tahu, Mas! Pas aku bangun tidur tadi tahu-tahu udah ada bekas cakaran gini," lirihku sembari memegangi pipi.

Ranggawuni berdecak kesal, "Tolong jangan gunakan bahasa yang aku tidak mengerti."

Ah, iya, aku lupa. Sudah menjadi sebuah kebiasaan bagiku dan Kangmas Panji untuk berbicara dengan bahasa Indonesia, tetapi kali ini aku lupa kalau Ranggawuni juga ada di sini. "Maaf, Ranggawuni. Kami lupa."

Ia hanya berdeham dan tidak berkata apa-apa. Akan tetapi, tangan kananku diraih olehnya. Ranggawuni mengamati jari-jariku sebelum akhirnya ia berkata, "Kau suka menggaruk wajah saat tidur, ya?"

Sontak aku membisu, aku tidak pernah merasa kalau aku mengingau dan menggaruk wajahku saat sedang tidur. Namun, Kangmas Panji justru dengan cepat menimpali perkataan Ranggawuni, "Oh iya! Kamu kan suka garuk-garuk badan kamu sendiri kalau tidur, Raj."

"Eh? Serius? Kenapa aku tak pernah menyadarinya?" tanyaku berusaha menyanggah.

"Memangnya ada orang yang masih tersadar saat sedang tidur?" gumam Ranggawuni, tetapi aku dan Kangmas Panji masih dapat mendengarnya.

Sial, aku terpojoki! Ranggawuni menyentil keningku dan mengomel, "Jangan menggaruk wajahmu kalau sedang tertidur, itu berbahaya. Bagaimana kalau tanpa sadar kau menggaruk area vital di wajahmu?"

Tak ada sanggahan apapun dariku, aku menerima omelannya. Aku memperhatikan kuku-kuku jariku yang memanjang karena tak pernah kurawat sejak terlempar ke zaman ini.

Di zaman ini gunting kuku sudah ditemukan atau belum sih?

Dalam benak aku bertanya-tanya tentang hal tersebut. Namun, Kangmas Panji memecah tanda tanya itu. Kangmas berbisik, "Ranggawuni udah datang ke sini sejak subuh tadi. Sepertinya dia mau mengajak kamu pergi."

Greatest King [SINGHASARI]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt