reprimand

116 14 3
                                    


Pikiran pertama louis setelah duduk di sofa adalah teguran dari direktur liam. Yah, tentu saja direktur liam memberikan mereka berdua teguran saat ini. Ia tak henti mengatakan bahwa kejadian tersebut tak pantas dilakukan di dalam kantor. Memang benar demikian louis pun menyadari. Beruntung tak ada orang yamg melihat kejadian tersebut kecuali direktur liam. Tidak, itu suatu tidak keberuntungan karena direktur liam yang melihatnya. Akibatnya, louis merasa seperti anak sd yamg dimarahi kepala sekolah karena bertengkar dengan teman sebangkunya. Alhasil, louis merasa bosan setengah mati di tempat duduknya. Ia tak sanggup bila harus duduk berjam-jam lamanya karena untuk sebuah teguran.

"Kalian ini..aku tidak bisa berkata lagi. Ada apa dengan kalian?"

Direktur liam duduk di sofa setelah sekian lama berdiri sambil mondar-mandir di ruangannya.

"Dia yang memulainya lebih dulu."

"Dia yang memulainya lebih dulu."

Dan mereka berdua saling pandang Setelah memprotes akan siapa yang salah atas kejadian tersebut. Alis louis bertautan menatap lexy. Begitu pula dengan lexy.

"Dan kalian masih saja kompak untuk mengatakan hal yang sama. Itu tandanya kalian masih terikat kalian tahu? Ck...." direktur liam mengomel. Hal itu berhasil membuat louis tetap pada kerutan di keningnya.

"Mengapa dia sensitif sekali? Kurasa seperti inilah laki-laki yang sedang PMS. Sungguh direktur liam adalah lelaki yang unik bila itu benar adanya." pikir louis.

"Mengapa kalian bertengkar seperti anak kecil di kantor, huh? Yang benar saja? Adegan jambak-jambakan? Bahkan film hollywood tidak menggunakan adegan itu lagi! Dan uhh...kalian benar-benar membuatku marah."

"Maaf direktur liam, tetapi dia yang mulai lebih dulu." ucap lexy sambil menatapku sinis.

"Yah, seperti itulah yang kau katakan tadi. Kalian tahu kejadian ini begitu memalukan..."

Tok..tok...

"Direktur li..." lelaki yang barusan masuk itu terdiam di tempatnya seketika.

"..... Jadi mengapa kalian masih bertengkar layaknya anak TK yang tidak di belikan ibunya es krim? kenapa,huh? kalian tidak bisa menjawab?"

Lexy tertunduk. Ia diam seribu bahasa. Tak ada satu kata lagi yang ia ucapkan akibat ocehan cukup kasar dari direktur liam. Begitu pun louis, ia hanya diam sedari tadi. Tak berani untuk berkata-kata. Karena menurutnya satu-satunya obat untuk menghadapi orang yang sedang mengoceh adalah diam. Tapi, tak usah dengarkan apa yang ia katakan. Bernyanyilah didalam hati maka kau terlihat akan sangat mengerti dengan perkataannya padahal kau tidak mengerti, mendengarnya bicara saja tidak. Louis selalu melakukan hal itu bila sedang ada yang memarahinya. seperti orang tuanya misalnya.

"Menunduk? Kalian seperti anak TK yang sedang dimarahi dan aku berfikir apakah sebentar lagi kalian akan menangis, huh?"

"Yang benar saja, ada apa dengan dia? Ini pertama kali liam memarahiku seperti ini. Aku merasa sangat malu, ya tuhan."

"Ehm...maaf direktur liam?..."

Ketiganya menoleh pada sosok pria inggris-pakistan yang tengah berdiri di ambang pintu. Mereka baru menyadari akan kehadiran pria itu di sini.

"ZAYN! ya ampun, kau melihat saat-saat memalukan di hidupku." kata louis dalam hati. Ia yakin setelah ini zayn akan memintanya untuk menceritakan apa yang terjadi sekarang. Mata coklat zayn terus bergantian menatap kearah louis dan lexy. Ketika pandangan zayn menatap mantap bola mata louis, zayn mengerutkan dahinya dan menatap louis dengan pandangan 'ada apa?' tapi direktur liam lebih dulu angkat bicara sebelum ia membalas.

7 Days (One Direction Fanfiction)Where stories live. Discover now