Reaction

11 1 0
                                    


Zayn menginjak pedal rem dengan cepat hingga menciptakan decitan nyaring ketika alas ban menggiling aspal dengan tekanan penuh. Sesudahnya, ia membanting pintu mobil tanpa mempedulikan apakah pintu mobil bisa saja lepas saking kuatnya tenaga yang ia gunakan. Ia berlarian memasuki bangunan rumah yang nampak nyaman dan hangat dengan teras rumah yang dipenuhi berbagai tanaman hijau. Meskipun rumah itu tampak menenangkan terutama orang yang ada di dalamnya, tak membuat Zayn tenang. Justru karena itu, dadanya semakin bergemuruh kencang. Wajahnya pucat pasi. Entah sejak kapan tenggorokannya dan bibirnya menjadi begitu kering.

Wanita yang sedang mengintip dari balik gorden jendela sejak decitan nyaring itu terdengar agresif, memasang wajah khawatir. Dengan cepat ia berlarian menuju pintu rumah, membukanya dengan lebar lalu berhambur ke dalam pelukan Zayn. Ia mendekap tubuh Zayn yang tegang dengan hangat.

"Kau tak apa?" ucapnya dengan lembut.

Zayn menghela napas lalu membalas erat pelukan Kate. Seketika Zayn merasa sedikit lebih baik. Perasaan ini mengingatkannya akan kehadiran Aleey. Seperti inilah rasanya dulu. Sejenak ia membandingkan kedua gadis itu. Namun ia sangat tahu, perasaannya kepada kedua gadis itu sama dan ia tahu pasti ia sedang mencintai orang yang berbeda. Zayn tidak pernah mencari kenyamanan seorang Aleey pada Kate. Ia mencintai Kate sebagaimana Kate.

"Maaf," cicit Zayn. "Karena masa laluku, kau terseret ke dalam hal yang sulit. Tak sepantasnya kau mendapatkan ini."

Mendengar ucapan itu, Kate melepas tautan badan mereka. Ia menatap manik mata Zayn lekat. "Jangan begitu. Ayo kita lewati bersama."

Zayn beruntung, Kate memiliki perasaan yang samanya dan ia merasa lebih beruntung lagi karena Kate mau terus berada di sisinya apapun yang terjadi. Sekarang ini, Kate lah yang paling ia butuhkan. Hanya mendengar ucapan itu, membuat wajahnya mendongak lagi. Dalam benak, ia berpikir harus mneyelesaikan semuanya dengan baik agar bisa hidup tenang bersama Kate sesudahnya.

Zayn mengangguk, optimis. Setelah itu, ia baru ingat akan tujuannya saat ini. Tanpa sengaja ia melihat Lexy yang daritadi menontoni mereka.

"Dimana Louis?" tanya Zayn.

Lexy menggeleng bingung. Sedetik kemudian, ia menyadari situasinya.

"Ada apa?'' Lexy bangkit dari duduknya. Mug yang sedari tadi di tangannya ia letakkan ke atas meja.

Belum sempat Zayn menjawab, terdengar suara panggilan masuk.

Direktur Liam.

"Hal-"

"Louis dalam bahaya!"

Baik Kate dan Lexy dapat mendengar suara Liam yang panik dari sebrang sana.

"Dari mana kau tahu?" tanya Lexy dengan panik. Ia mendekat seperti orang kesurupan. Lalu menyambar HP Zayn seperti itu miliknya.

"Kalian sedang bersama? Bagus. Zayn, bersiaplah! Kita akan mengepung blackboyle 10 menit lagi. Louis memberikan dokumen rahasia padaku dan menyangkut soal Blackboyle. Bocah itu memasuki Blackboyle sendirian. Kalian tahu, seberbahaya apa itu!"

"Apa yang terjadi? Aku akan ikut terjun kesana," ucap Lexy oanik bercampur marah.

"Tidak, Lex. Ini ada sangkut pautnya denganmu. Kegagalan menyusup ke Blackboyle saat itu, perceraian diantara kalian, itu berhubungan denganmu. Kau dijadikan ancaman oleh Harry untuk mengancam Louis."

Direktur Liam menceritakan garis besar hal itu, hingga Lexy tak kuasa menahan bobot tubuhnya. Dengan cepat ia merosot ke lantai. Sakit. Dadanya sesak sekaligus sakit. Selama ini ia menyakiti Louis dengan kejam. Padahal semua demi dirinya. Ia merasa bersalah hingga tak mampu mengeluarkan air mata. Lexy hanya bisa termenung hingga indra perasanya baru kembali saat tubuh hangat Kate memluknya yang meringkuk menyedihkan di lantai.

"Saat ini, kalian harus ke kantor sekarang. Lexy, tempat ini paling aman untukmu saat ini. Zayn, kau juga harus bersiap mengambil peralatanmu. Aku tunggu 5 menit lagi."

5 menit lagi bukan waktu yang cukup. Tapi Zayn sangat tahu kondisinya saat ini. Zayn mengangguk pada kedua gadis itu lalu melangkah keluar pintu. Saat ketiganya baru hendak masuk ke dalam mobil, serangan peluru menghantam berkali-kali.

Pecahan kaca mobil mengenai lengan Kate. Zayn membalik setir dengan lihai lalu menggilas tanah dengan kencang. Sementara peluru terus memburu seiring perjalanan mereka. Beruntung Zayn sangat lihai hingga terkadang dapat mengelak peluru yang mengejar mereka. Sesampainya di jalan raya, tak ada lagi yang mengejar mereka.

"Mereka benar-benar berani. Para tetangga pasti akan menelpon polisi sesudah ini!" Kate mengamati mobil yang berlalu lalang di belakangnya.

"Tak usah dipikirkan. Aku akan menelpon polisi yang kukenal untuk menyelesaikannya," kata Zayn.

Setelah sampai di Blackboyle. Agen-agen terpilih sudah siap bersama persenjataan mereka. Zayn meraih persenjataannya di dalam mobil, setelah itu menghampiri Liam. Luke dan Mike turut membantu.

"Dimana Calum?" tanyanya.

"Menjalankan misi," jawab Mike.

Setelah melakukan briefing Liam memimpin pasuka menuju BlackBoyle. Baru saja sampai, mereka dikejutkan dengan bagian gedung yang meledak.

"Sialan!" umpat Liam. "Bersiap masuk, sesuai formasi!"

Dengan patuh para agen menerobos masuk sementara anggota Blackboyle menembaki mereka. Para agen CIA terus maju dan tak gentar menembaki orang-orang yang terus berdatang untuk melawan. Hingga tidak ada lagi yang tersisa, mereka menerobos masuk ke tempat lokasi Louis berada.

Betapa terkejutnya mereka saat tahu bagian gedung yang meledak adalah lokasi Louis berada. Beberapa tubuh yang terkulai karena ledakan berceceran bak sebuah nyawa tak berharga. Liam menatapi mayat mereka satu per satu, mencari-cari wajah yang mereka kenal.

Zayn menggelang, menandakan bila mereka tak menemui Louis. saat baru saja hendak pergi dari lokasi, terdengar suara batuk dari seseorang di dalam lemari.

"Ah, sial! Uhuk-uhuk! Hey, kau menindih kepalaku!" protesnya pada pria yang menindih kepalanya. Pria itu merangkak keluar.

"Sialan! Aku kehabisan napas di dalam sana!" protesnya.

"Yah, setidaknya kau tidak mau meledak bersama orang-orang bodoh it-" baru saja Ashton hendak mendongak menatap mayat yang bergeletak, ia terkejut melihat rombongan agen CIA yang menatap heran pada mereka.

"Louis!" seru Liam. "Aku ingin meminta penjelasan padamu. Tapi saat ini, kita harus menyapu gedung ini terlebih dahulu!"

Louis tidak mengangguk tidak juga membantah. Tatapan tajamnya saat ini tertuju pada satu orang dan orang tersebut, sudah paham dengan situasinya.

"Bukankah itu dia?" pertanyaan Ashton barusan memperjelas semuanya.

"Aku akan jelaskan nanti, kita turuti Direktur Liam dulu."

"Aku tidak bisa bekerjasama dengan penghianat."

Louis tidak main-main dengan perkataannya. Bagaimana bisa orang yang begitu dekat bisa menjadi sebenci ini?

"Dia bukan penghianat, Lou," ucap Liam menengahi.

Louis tertegun. "Kau mengetahuinya?"

Liam mengangguk. "Aku mengetahui semua yang kalian tutupi. Kalian pikir aku sebodoh itu untuk menerima kalian tanpa tahu latar belakang kalian?"

Zayn benar-benar mengagumi kehebatan Liam namun bukan saatnya untuk kagum sekarang. Perasaan bersalah membuatnya benci pada diri sendiri.

"Aku juga tahu kau berusaha mencuri informasi dari komputerku Lou." Ini sebuah peringatan. Mau tidak mau, Louis harus menurut terlebih dahulu.

"Lebih baik cepat selesaikan masalah ini dengan begitu aku akan menjelaskannya pada kalian."

Dengan begitulah akhirnya mereka mengakhiri percakapan dan menyapu seluruh gedung Blackboyle dengan bersih.

Naabot mo na ang dulo ng mga na-publish na parte.

⏰ Huling update: Jan 14 ⏰

Idagdag ang kuwentong ito sa iyong Library para ma-notify tungkol sa mga bagong parte!

7 Days (One Direction Fanfiction)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon