rude

114 16 5
                                    


"Jadi.... Zayn itu... Sebenarnya, dia...."

"Ah, luke kau lama sekali. Biar aku saja." potong michael kesal yang menunggu luke untuk bercerita. Louis mengangguk setuju dengan michael barusan.

"Jadi, zayn lagi-lagi menyelesaikan penangkapan dalam waktu dua jam. Setelah melanjutkan misinya, ia segera melapor pada kepolisisan FBI untuk penangkapan di texas. Sungguh dia sangat cepat lou. Kemampuannya sama sepertimu, bahkan dia mengalahkanmu haha." jelas michael yang saat ini tertawa mengejek sambil mengaduk-aduk minumannya dengan pipet yang masih ia pegang.

"Benar, dia sangat cepat. Dasar si agen dua jam." sahut luke yang telah menyeruput habis minumannya.

Louis mengangguk setuju. Akhir-akhir ini zayn menjadi lebih baik dalam segala hal terutama me genai misinya. Dalam hati louis mengagumi kecepatan seorang zayn, belum satu minggu dia telah menggemparkan kantor dengan berita penyelesaian misinya dalam waktu dua jam dan sekarang, ia kembali melakukannya dalam satu minggu ini. Louis merasa bangga pada zayn. Ia akan mengucapkan selamat bila bertemu nanti. Meraih sendoknya, Louis menyuap makannya kedalam mulut dengan santap.

****

Dua jam berlalu setelah makan siang bersama luke dan michael, louis hanya duduk-duduk didalam ruangannya. Ia tak melakukan sesuatu sekarang. Saat ini, ia hanya fokus pada kasus blackboyke yang ia ambil alih penuh. Waktunya hanya satu bulan dan itu berkisar dua minggu lebih. Namun louis tak tergerak hatinya untuk segera menyelesaikan kasus tersebut meski ia tahu, setelah ia menyelesaikan tugas itu ia akan menyerahkan diri yang berarti ia telah merelakan untuk diapakan saja oleh harry selaku bos besar perkumpulan blackboyle, termasuk dibunuh. Hal itu begitu sulit untuk diterima, namun ia tak dapat memilih pilihan untuk menyelamatkan nyawanya sendiri bila lexy yang menjadi taruhannya. Louis tak bisa begitu saja menyerahkan nyawa lexy meski saat ini ia begitu membencinya. Sesuatu yang dalam terdapat dari hatinya yang begitu tulus, yang ia tahu bahwa perasaan itu masih mengakar kuat.

Merasa bosan, louis beranjak dari kursi kerjanya menuju sofa kulit berwarna cream itu. Ia berguling disana sambil menaruh kedua tangannya dibawah kepalanya. Sangat santai. Sehingga louis berfikir untuk memejamkan matanya sejenak atau mungkin untuk beberapa jam. Itu tak masalah selama ia tak memiliki pekerjaan. Ditambah lagi tak ada agen lain yang meminta bantuannya untuk menyelesaikan misi. Hal itu membuat louis bersyukur karena tak perlu repot-repot untuk bekerja.

Lima menit setelah louis memejamkan mata, pintu ruangannya pun terbuka. Memperlihatkan seorang laki-laki yang sangat ia kenal baik datang menghampirinya. Lelaki itu terlihat gelisah, khawatir, dan tidak tenang. Dengan terburu-buru ia duduk dihadapan louis. Melihat itu, louis bangkit duduk dan menaikkan satu alisnya karena heran.

"Katakan padaku, apa benar kau mengambil alih kasus blackboyle seorang diri?" lelaki itu terlihat serius sekarang.

Seketika louis terdiam. Bagaimana zayn tahu soal ini? Louis tak ingin seseorangpun mengetahui kasus yang ia tangani kecuali direktur liam.

Bila zayn mengetahui masalah ini, ia bisa mengetahui pula apa kesepakatan yang telah mereka buat. Bagaimana tidak, zayn adalah seorang agen CIA yang baru-baru ini memperlihatkan kemampuan lebihnya. Louis menatap zayn sekarang. Ia harus bisa meyakinkan zayn mengrnai ini dan saat ini, ia kembali berakting.

"Whooo... Memang benar. Kau tahu dari mana ngomong-ngomong?" ucap louis dengan nada riangnya. Ia tersenyum sangat lebar memperlihatkan gigi-gigi putihnya.

"Kau tahu berita terheboh sekarang? Hey, kau menjadi bahan pembicaraan orang-orang. Bagaimana bisa kau kembali menyelesaikan kasus besar dalam 2 jam? Benar-benar hebat!" puji louis sambil bertepuk tangan.

7 Days (One Direction Fanfiction)Where stories live. Discover now