Day 1, France (2)

65 11 2
                                    

Kelima orang tersebut memasuki gedung yang akan didatangi wakil presiden. Setelah wakil presiden sampai ke Prancis, ia langsung memberikan pidatonya ke hadapan jajaran petinggi Prancis. Pidato itu juga dihadiri oleh presiden Prancis. Betapa banyak orang-orang hebat yang datang ke tempat ini.

Mereka berpencar, kecuali Louis dan Lexy yang menyamar sebagai suami istri. Itu tugas yang diberikan Liam. Awalnya Lexy menolak, namun Direktur Liam menegaskan agar Lexy profesional dalam misi kali ini. Lexy terpaksa setuju.

Louis dan Lexy duduk dibangku paling depan, tepat dihadapan podium yang akan dinaiki Wakil Presiden. Sementara Calum memilih tempat di dekat pintu masuk agar lebih mudah mencurigai.

Zayn dan Niall memilih tempat yang lebih strategis. Keduanya berjalan masuk ke bagian lebih dalam. Saat keduanya berjalan bersamaan, Nial melirik Zayn dengan sinis. Zayn sendiri tidak tahu apa salahnya dan mengapa Niall selalu bersikap seolah-olah membencinya.

Sebelum Niall sempat berbelok ke kiri, ia kembali melirik Zayn.

"Cih," desisnya lalu pergi dari hadapan Zayn.

Zayn mengerutkan kening. Ia mengingat-ngingat apa kesalahan yang ia buat. Padahal mereka pertama bertemu saat rapat itu. Mungkin apa yang Calum bicarakan memang benar.
Zayn naik ke atap. Dilapisan dinding yang membatasi ruangan untuk menyampaikan pidato dengan Zayn berdiri saat ini terpisah oleh dinding. Namun dari atas Zayn bisa melihat dengan jelas kejadian yang terjadi melalui cela pentilasi yang cukup besar. Tepat dibawah Zayn, podium itu berdiri. Ia rasa posisi itu cukup strategis untuk memasang mata mencurigai orang-orang yang akan mencelakai Wakil Presiden. Zayn memasang kaca mata putihnya. Kaca mata itu memiliki tombol yang dapat memperbesar objek yang dituju. Ia melirik sekitar, Calum, Louis dan Lexy telah berada di posisinya. Pria berparah timur tengah itu mencari-cari keberadaan Niall.

"Aku menjaga di pintu keluar."

Suara Niall muncul dari alat yang Zayn pasang di daun telinganya. Seperti membaca pikirannya, Niall memang menakjubkan.

Kelima orang tersebut telah berada diposisi mengelilingi Wakil Presiden. Beberapa menit mereka menunggu kedatangan orang yang ditunggu. Tak lama, blits kamera mengerubungi dan membuat suara keributan dari luar. Calum melakukan aksinya yang berkamuflase sebagai penjaga. Ia mengawal wakil presiden untuk sampai di podium lalu berdiri dibelakangnya.

Sembari pidato wakil presiden itu berlangsung, Calum melirik-lirik sekitaran. Ia mengawasi gerak-gerik mencurigakan dari orang-orang di depannya.

"Jarum jam ke satu, pria yang menyamar jadi wartawan. Dia mencurigakan." Suara Zayn terdengar.

Calum langsung mengikuti pandangannya sementara Louis dan Lexy tidak bergeming. Mereka bisa dicurigai nanti.

Benar saja kata Zayn. Pria itu sedang menunduk dengan ragu. Bola matanya melirik-lirik sekitar, mengamati pandangan orang-orang yang menuju dirinya.

"Kau dimana?" Suara Lexy terdengar.

"Diatap. Sangat strategis untuk mengintai."

"Pria itu pergi sekarang. Sepertinya dia sudah tahu sedang diawasi," kata Zayn.

"Dia melewati pintu keluar dibelakang." Tambah Zayn

"Aku bersiap." Niall muncul.

Wakil Presiden mengakhiri pidatonya. Tepuk tangan riuh dari orang-orang. Ia turun dari podium dan kembali pergi ke tempat lain. Calum tetap menjaganya hingga Wakil Presiden masuk ke dalam mobil. Setelah mobil itu melesat, Calum berlarian diantara keramaian. Ia menghampiri Niall yang berada di pintu keluar.

7 Days (One Direction Fanfiction)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang