rendezvous

1.3K 199 58
                                    

Tolonglah waktu... beri ruang sejenak
Biar bibir ini bisa mengucap
Miliki aku semampumu
Sebanyak waktu yang kau punya
Aku kan biarkan diri jatuh dipelukmu...

Dea Mirela — miliki aku

...

Seharusnya Wonwoo merasakan gugup yang luar biasa saat ini. Ketika tadi Jiyeon secara terang-terangan mengatakan orangtuanya ingin mengundang Wonwoo untuk makan malam bersama, dan rasa gugup itu berubah menjadi kesal satu jam yang lalu, tepat saat keduanya mengantarkan Mingyu ke bandara.

Masih tidak habis pikir dengan tindakan Jiyeon yang tiba-tiba menawarkan diri ke dalam dekapan Mingyu. Otak pintarnya gagal mencerna keadaan, ia masih terjebak dengan pemikiran jika Jiyeon hanya menjadikannya batu loncatan agar bisa mendekati Mingyu. Tapi ... rasanya tidak masuk akal kalau dipikir lebih mendalam. Sebab, mereka berdua saling mengenal jauh sebelum Jiyeon mengenal Wonwoo.

"Belok kiri di persimpangan sana."

Suara Jiyeon menyentak Wonwoo yang bergelut dengan pemikirannya. Tidak menyahut, Wonwoo tetap menuruti arahan Jiyeon. Mereka berbelok sesuai petunjuk Jiyeon dan memperlambat laju mobil saat memasuki satu gang yang dijaga oleh seorang pria berseragam hitam. Pria itu menyapa Jiyeon sopan sebelum mempersilahkan mobil Wonwoo kembali melanjutkan perjalanan. Hingga beberapa menit perjalanan, mereka akhirnya memasuki halaman depan rumah mewah dengan taman super besar yang begitu indah di depan rumah.

Jiyeon turun begitu mobil milik Wonwoo berhenti, gadis itu melenggang pergi tanpa menunggu Wonwoo yang mendengus kesal mengikuti Jiyeon dari belakang.

Pria itu menangkap siluet tubuh wanita dengan wajah yang tersenyum manis menyambut Jiyeon dengan bentangan lengannya. Yang membuat Wonwoo mengernyitkan kening adalah saat Jiyeon memilih berhenti sebelum lengan penuh kelembutan itu sempat menjangkau untuk membawa Jiyeon ke dalam pelukan.

"Selamat datang, Sayang. Ayahmu sudah menunggu di dalam," ujar wanita yang lebih tua. Meski jelas terbaca raut wajah kecewa dan rasa sedih di sana.

"Kak Jiyeon!" Suara penuh antusias itu mengalihkan perhatian ketiga orang di sana pada bocah laki-laki yang berlari-lari kecil menghampiri Jiyeon. Senyumnya merekah, menampakan deretan gigi rapi dan mata kecil bocah itu terlihat makin menyipit saat tertawa memeluk pinggang Jiyeon yang tidak memberi respon apa-apa.

"Kau Wonwoo, bukan?"

Kini atensi Wonwoo beralih pada wanita dewasa yang tersenyum ramah padanya. Pria itu berjalan mendekat dan membungkuk sopan, memperkenalkan dirinya pada wanita yang ia duga adalah ibu tiri dari Jiyeon.

"Kau terlihat lebih tampan dari foto yang pernah kulihat di sosial media milik Jiyeon," lanjutnya.

Wonwoo tersenyum menanggapi, sementara Jiyeon masih betah membungkam mulutnya. Ibu tiri Jiyeon membawa mereka memasuki rumah megah tersebut, berkata jika kedatangan mereka berdua sudah dinantikan oleh Seungcheol di dalam rumah.

Wonwoo melihat perubahan besar saat Jiyeon berada di tengah-tengah keluarganya. Seperti gadis itu memiliki sisi lain, sisi yang tidak pernah tersentuh sebelumnya.

Lepas dari pelukan sang ayah, Jiyeon langsung diseret bocah kecil sembilan tahun tersebut ke meja makan. Dan Seungcheol mengajak Wonwoo untuk menyusul.

"Chan ingin duduk di dekat kak Jiyeon, boleh?" tanya bocah kecil itu pada ayahnya dengan wajah penuh harap.

"Boleh sayang," jawab Eunjo mewakili suaminya.

Berseru senang, Chan langsung menarik kursi di dekat Jiyeon. Wonwoo pun ikut mendudukkan diri di sebelah Jiyeon.

"Wonwoo tidak bisa makan seafood." Jiyeon melirik ayah dan ibu tirinya bergantian.

Bibir Eunjo terbuka dan raut wajah terkejut selepas penuturan Jiyeon. "Ya ampun! Maaf, aku tidak tahu kalau Wonwoo tidak bisa makan seafood," ucapnya menyesal.

"Tidak apa—"

"Aku akan masak sebentar, tidak akan lama," potong Jiyeon cepat. Melirik Wonwoo yang juga menatapnya.

Gadis itu berdiri dari duduknya dan berjalan ke dapur, mempersiapkan bahan-bahan yang akan dimasaknya. Melihat itu, Seungcheol tidak bisa menahan senyum tipisnya. Kemudian menoleh pada Wonwoo yang masih belum melepaskan atensinya dari punggung kecil Jiyeon.

"Bisa kita berbincang sembari menunggu Jiyeon selesai memasak?"

Wonwoo menyanggupi ajakan Ayah dari gadisnya itu. Mereka berjalan ke taman depan rumah. Ada bangku kayu dan sebuah meja bundar di sana.

"Jangan tegang, aku tidak akan menginterogasimu," ujar Seungcheol yang bisa membaca kegugupan Wonwoo.

Wonwoo tertawa renyah, ia belum berpengalaman sama sekali bertemu dengan ayah dari seorang teman perempuannya—bukan, sepertinya Wonwoo mulai tidak menyukai kata teman yang menjadi sekat antara ia dan Jiyeon.

"Sepertinya putriku tahu banyak tentangmu." Seungcheol memulai pembicaraan.

Sebenarnya tanpa diperjelas pun, Wonwoo sadar jika Jiyeon memang begitu mengenalnya.

Tersenyum sejenak, Wonwoo mengangguk mengiyakan. "Kadang saya berpikir dia lebih mengenal saya daripada diri saya sendiri."

"Benar, gadis itu tipikal yang membuka semua lapisan mengenai orang yang dia anggap penting, tapi sangat tertutup rapat mengenai dirinya sendiri."

Untuk yang satu itu, Wonwoo sangat membenarkan, meski ia tidak menampik jika usahanya belum terlalu maksimal untuk mengulik kehidupan Jiyeon.

"Kau pasti bingung melihat perubahan sikapnya saat di depanku, bukan?"

"Apa Jiyeon memang pendiam dan tenang?"

Seungcheol menggeleng pelan, tidak langsung, ada ruang selepas pertanyaan dari Wonwoo.

"Saat dia bersamamu, itu dirinya yang sebenarnya." Seungcheol selalu memantau anak gadisnya, tidak pernah Jiyeon lepas dari pengawasannya. "Dia menghukumku dengan sifat pendiamnya seperti saat kau melihatnya ketika berhadapan denganku."

Wonwoo memperhatikan, raut bersalah yang begitu pekat di wajah Seungcheol. Ia ingin bertanya kenapa pria itu bisa berkata jika Jiyeon menghukumnya dengan sifatnya. Ingin bertanya apa penyebab dua sisi yang ada pada diri Jiyeon.

"Jiyeon melenyapkan sifat aslinya bila bersamaku, karena dia berpikir aku akan meninggalkannya jika tidak bertingkah laku baik, seperti ibunya meninggalkannya dulu. Dan itu malah menghukumku hingga saat ini ..."

"... tapi, beberapa bulan belakangan ini, aku melihat sosok Jiyeon kembali. Bukannya aku tidak tahu jika gadis itu sering menginap di apartemenmu."

Penuturan langsung dari Seungcheol membuat Wonwoo tertegun sejenak. "Ma-maaf, saya—"

"Tidak apa, aku tahu kalau kalian masih mengetahui  batasan. Dan kau terlihat seperti pria baik-baik."

...

Maaf dikit :"'

Maaf dikit :"'

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Redamancy✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang