distraught

1.3K 177 41
                                    

"Sudah lama sekali aku tidak melihatmu, bagaimana kabar ayahmu?" Seungcheol menopang dagu dengan kedua tangan yang saling bertaut. Sesekali matanya melirik sang istri yang bergerak kian kemari menyiapkan makan malam untuk mereka.

"Ayah baik-baik saja, Paman."

Sebenarnya, Jiyeon tidak punya pilihan lain selain mengajak Mingyu ikut untuk makan malam yang diadakan ayahnya. Wonwoo masih sering menemui, bersikeras agar Jiyeon bisa kembali. Namun hati Jiyeon tidak bisa lagi memberi kesempatan seseorang untuk memberi luka yang sama. Menjadi yang tidak diinginkan oleh orang yang kita cintai bukanlah hal yang bisa dengan mudah Jiyeon hadapi.

Berkali-kali hatinya goyah dan mencoba memberi Wonwoo kesempatan yang kesekian, dan saat itu pula logikanya menjerit tegas agar Jiyeon segera memberi batas. Menjauh dan bersikap tidak lagi peduli adalah langkah pertama untuk melindungi hati.

"Kau akhir-akhir ini sering melamun, Sayang. Ada masalah?" Suara lembut seorang wanita membuyarkan lamunan Jiyeon. Matanya menoleh pada istri ayahnya yang mengembangkan senyum ramah lebih pengertian. Sementara tangannya sibuk menata makanan di meja makan.

"Tidak, hanya lelah saja," balas Jiyeon seadanya. Sempat melirik Mingyu agar pria itu tidak berbicara apa pun mengenai sikap Jiyeon yang kembali berubah.

"Benarkah? Aku di sini jika kau ingin bercerita. Kau lihat adikmu?" Mata indah itu menunjuk bocah sepuluh tahun yang duduk di dekat Seungcheol dengan begitu tenang, seolah takut untuk mencerca Jiyeon dengan ocehan khas anak-anaknya. "Dia sampai takut memberimu pelukan saat kau baru datang."

Jiyeon ikut menatap Chan yang benar-benar terlihat takut membalas tatapannya. Tangan kecilnya saling bertaut di atas pangkuan, kakinya yang tergantung pun saling berayun berlawanan arah.

"Semuanya baik-baik saja, Ji?" Seungcheol pun ikut merasakan jika anak gadisnya kembali seperti dulu, saat gadis itu masih belum bisa menerima kenyataan jika ibu kandungnya memilih pergi dan meninggalkannya tanpa sepatah kata.

"Ayah, apa tawaranmu saat makan malam itu masih berlaku?" tanya Jiyeon tanpa repot-repot menjawab terlebih dahulu pertanyaan dari ayahnya.

Seungcheol mengangkat kedua alisnya sedikit heran. Tawaran satu bulan yang lalu ditolak mentah-mentah oleh Jiyeon dan sekarang gadis itu mempertanyakannya kembali. Sudah pasti ada sesuatu yang salah dan Jiyeon memilih lari.

"Kau tidak menginginkannya, apa sesuatu telah terjadi?"

"Aku menginginkannya saat ini. Aku sudah mempertimbangkannya, Ayah."

Seungcheol dan Eunjo saling menatap bingung. Mereka tahu, Jiyeon bukanlah seseorang yang mudah mengubah keputusan.

"Jiyeon, bisa ibu meminta tolong padamu sebentar?"

Jiyeon hanya mengangkat sebelah alisnya, menanti permintaan ibu tirinya tersebut.

"Temani Chan beli ice cream? Ada minimarket di depan sana, tidak terlalu jauh. Bisa, 'kan?"

"Baiklah," balas Jiyeon setelah menoleh sejenak. Sepertinya ia juga butuh lebih banyak udara malam untuk mendinginkan otaknya.

Eunjo tersenyum melihat Jiyeon yang tidak menolak sama sekali permintaannya, lalu pandangannya tertuju pada anak laki-lakinya yang masih terlihat bingung menoleh padanya dan Jiyeon bergantian.

"Chan bisa tunjukan Kak Jiyeon minimarketnya, 'kan? Nanti Chan bisa beli ice cream yang banyak."

Bocah sepuluh tahun itu mengangguk dengan senyum antusiasnya. Melompat turun dari kursinya dan mengitari meja menghampiri Jiyeon.

Gadis itu melirik Mingyu di sampingnya. "Ayo! Kau tidak ikut?"

"Mingyu di sini saja, Sayang. Pasti lelah menyetir dua jam perjalanan," sela Eunjo menghentikan kalimat yang tertahan di kerongkongan Mingyu.

Redamancy✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang