remember

1.4K 207 66
                                    

"Mau apel?" Wonwoo menawarkan, mencoba mencari topik untuk memecah hening di antara mereka. Sebab, diamnya Jiyeon baru kali ini membuatnya malah merasa tidak nyaman.

Sepulangnya Eunra seperempat jam yang lalu, Jiyeon mendadak bisu dan terlihat enggan menatap Wonwoo tepat di mata, kendati Wonwoo sudah berusaha mengajak bicara.

"Apel hijau," balas Jiyeon singkat. Dalam benaknya ia masih memikirkan bagaimana cara untuk menanyakan, terlebih perihal sensitif yang tentu akan membuatnya terluka jika jawaban tidak sesuai yang ia inginkan.

Matanya menatap Wonwoo yang berjalan ke kamar mandi untuk mencuci apel yang diinginkan Jiyeon tadi. Jika nanti yang dikatakan Eunra itu benar, Jiyeon harus bagaimana? Jelas ia belum siap untuk melepaskan.

Lalu pandangannya beralih ke luar jendela, sudah larut malam. Ayahnya pasti akan kembali ke rumahnya karena Eunra sudah membuat alasan jika Jiyeon menginap di tempatnya. Sangat tidak mungkin ayahnya akan menghabiskan waktu di rumah kosong yang sangat terasa dingin itu. Tidak ada lagi kehangatan setelah ulang tahun Jiyeon yang ke enam. Atau memang tidak pernah hangat mengingat tidak ada cinta di antara kedua orangtuanya.

Jiyeon merasa iri pada Chan, adik tirinya. Setidaknya laki-laki sembilan tahun itu merasakan kasih sayang yang tulus dari ibunya, bukan seperti Jiyeon yang salah mengartikan saat ibunya tersenyum dan mengatakan sangat menyayanginya adalah sebuah kebenaran. Nyatanya, wanita yang telah melahirkannya itu memiliki topeng sempurna untuk membuat Jiyeon meragu, ia sempat membenci ayahnya karena membiarkan ibunya pergi dan meninggalkannya, hanya karena ia masih berasumsi ayahnyalah yang membuat ibunya angkat kaki. Hingga ia menemukan sendiri bukti jika ibunya selama ini tidak pernah menaruh peduli, baru saja berpisah dari sang ayah, ibunya malah mengadakan pesta pernikahan yang menjijikan. Dengan pria muda yang Jiyeon tahu dulunya hanyalah teman kerja ibunya.

"Makanlah."

Lamunan Jiyeon menguap begitu saja saat suara berat Wonwoo menyambangi telinga. Satu piring berisi potongan apel kini berada dalam pangkuan Jiyeon. Entah berapa lama Jiyeon sibuk dengan pikirannya hingga tidak sadar jika Wonwoo sudah selesai mengupas dan memotong apel hijau yang dimintanya.

"Terima kasih," ucap Jiyeon mulai mengambil satu potong apel tersebut dan memakannya.

Wonwoo masih dibuat heran dengan sikap Jiyeon yang pendiam, jika setiap hari Wonwoo dipusingkan dengan ocehan dan tindakan Jiyeon yang di luar logika, kali ini terasa begitu berbeda, apa karena sakit makanya Jiyeon seperti ini?

"Kau mau?" Jiyeon menyodorkan apel di tangannya di depan bibir Wonwoo. Meski sudah tahu jika Wonwoo akan menolak, tapi tetap saja kebiasaannya menyuapi Wonwoo sulit sekali diubah.

Jiyeon sedikit dibuat kaget saat tangan besar Wonwoo menahan tangannya dan memakan apel yang Jiyeon sodorkan.

Wonwoo pun tidak habis pikir kenapa ia menerima. Sebab, apel hijau tidak begitu ia sukai karena rasa asam pada buah tersebut lebih mendominasi.

Kedua iris tak sengaja bertemu pandang, tangan Jiyeon pun masih dalam genggaman. Sejenak, dorongan kuat untuk memeluk Wonwoo begitu terasa, namun sekuat itu pula Jiyeon menahan diri. Ia perlu ditenangkan dengan kejujuran Wonwoo tentang ciuman kemarin.

Gadis itu berdehem, menekan rasa gugupnya dah mengambil napas dalam sebelum mengeluarkan suara.

"Kemarin ... kau benar-benar tidak ingat apa yang kau lakukan padaku?" tanyanya hati-hati. Perlahan menarik tangannya dari Wonwoo.

Menyelami iris kelam Wonwoo, mencari secuil harapan jika Wonwoo memiliki binar yang sama dengannya meski hanya sedikit saja. Namun sepasang mata kecil itu memutuskan kontak terlebih dahulu, berpaling menghindari tatapan Jiyeon.

Redamancy✔Where stories live. Discover now