eumoiriety

1.4K 206 81
                                    

"Minumlah." Mingyu menyodorkan satu kaleng minuman pada Wonwoo yang masih terduduk diam di samping bed Jiyeon.

Wonwoo menerimanya, tapi tidak langsung membuka minuman tersebut. "Bukannya kau sudah lama berteman dengan Jiyeon?" tanyanya.

Mingyu mengangguk membenarkan sembari berjalan mendekati jendela dan bersandar di sana. "Cukup lama, dari taman kanak-kanak."

"Berarti kau tahu mengenai keluarganya, bukan?"

Mingyu tidak langsung menjawab, matanya menatap iris Wonwoo yang begitu ingin tahu. "Tidak, selama mengenal, Jiyeon tidak pernah menceritakan perihal keluarganya, tapi—" Jeda sejenak, Mingyu tampak ragu melanjutkan.

"Tapi apa?" Wonwoo penasaran.

"Aku tidak pernah lagi melihat ayahnya menjemput gadis itu sepulang sekolah setelah kami baru memasuki sekolah dasar. Dulu saat di bangku taman kanak-kanak, Jiyeon selalu memintaku atau Eunra menunggunya sampai ayahnya datang menjemput."

"Eunra?"

Mingyu mengangguk. "Dulu mereka teman dekat, tapi saat memasuki sekolah dasar, Jiyeon terkesan menjauhi semua teman-temannya. Makanya Eunra selalu mencari masalah sampai sekarang padanya, aku rasa itu hanya bentuk kerinduan pada sahabat lama. Aku benar-benar tidak pernah lagi bertanya mengenai orangtua Jiyeon semenjak ia marah dan memusuhiku hampir satu tahun lamanya," jelas Mingyu. Menjabarkan apa saja yang ia tahu.

Sekarang Wonwoo tahu, ada sisi kelam yang Jiyeon sembunyikan di balik tingkah laku kekanak-kanakan. Matanya beralih pada Jiyeon yang masih betah tidur, tampak tidak terganggu sama sekali dengan percakapan yang tengah berlangsung.

Dokter bilang Jiyeon gejala flu, panasnya begitu tinggi dan jam tidur yang tidak tercukupi. Wonwoo jadi bingung sendiri, apa yang membuat Jiyeon mengalami insomnia separah ini. Tidak heran mendapati Jiyeon masih terjaga meski sudah lewat tengah malam.

"Aku akan pulang dulu untuk ganti baju, kau mau kubawakan bajumu sekalian?" tanya Mingyu. Wonwoo mengangguk, berterima kasih atas bantuan kecil Mingyu.


...


"Jiyeon sudah siuman?"

Wonwoo menoleh pada pintu yang baru saja terbuka. Gadis dengan surai pendek sebahu yang tampak seumuran dengan Jiyeon menjulurkan ke kepalanya, mengintip keadaan di dalam.

"Belum," balasnya singkat. "Kau temannya, bukan?"

Eunra mengangguk ragu, tentu mereka tidak bisa dinyatakan sebagai teman jika setiap harinya hanya ada pertengkaran.

"Masuklah," ujar Wonwoo.

Eunra melangkah pelan menuju sisi bed Jiyeon yang kosong. Helaan napas berat meluncur begitu matanya menatap Jiyeon yang terbaring tenang di atas bed.

"Aku pikir tadi tidak ada yang menjaganya di sini, makanya aku datang," ungkap Eunra.

Ia tahu betul jika Jiyeon keras kepala, sewaktu kecelakaan satu tahun yang lalu saja gadis itu masih melarang mati-matian Eunra yang akan menghubungi ayahnya. Selama ini Eunra tahu jika orangtua Jiyeon bercerai dan membangun keluarga baru lagi dengan pasangan masing-masing. Itu pun ia tahu dari sang ayah yang notabene-nya merupakan sahabat sekaligus rekan bisnis Park Seungcheol.

"Kau Eunra?" tanya Wonwoo memastikan. Selama mengenal Jiyeon, belum satu pun yang ia tahu mengenai teman gadis itu.

Eunra mengangguk membenarkan. "Kau pasti sering mendengar namaku sebagai teman pencari masalah untuk Jiyeon."

Wonwoo menggeleng. "Jiyeon tidak pernah menceritakan hal pribadi padaku," lirihnya.

Ia pun tidak pernah bercerita mengenai hal pribadi pada Jiyeon. Tapi gadis itu gigih, jika tidak mendapatkan jawaban dari Wonwoo, ia akan mencari tahu melalui orang-orang di sekitar Wonwoo. Jiyeon memang tidak pernah main-main dengan perasaannya. Kenapa Wonwoo terlalu buta? Sekarang saat semuanya jelas, bibirnya masih saja kelu untuk mengatakan perasaan yang sebenarnya.

Redamancy✔Onde histórias criam vida. Descubra agora