heed

1.3K 220 40
                                    

Sebagian orang bilang kalau cinta itu datang karena terbiasa. Karena sering bersama dalam rentan waktu yang cukup lama. Hingga merasa asing saat tidak sedang bersama. Jika itu dipercaya sebagai salah satu cara cinta mengenalkan dua manusia pada sebuah rasa, maka Jiyeon tengah mendapatkannya.

Hanya butuh satu bulan baginya untuk terbiasa dengan pria dingin yang bahkan tidak berniat membalas perasaannya. Tapi bagi Jiyeon tidak mengapa, cukup berada dekat dengan Wonwoo saja Jiyeon sudah puas. Menjaga agar pria itu tidak didekati oleh gadis lain. Seperti gadis di hadapan Jiyeon ini misalnya.

"Tidak bisa dipercaya, itu hanya anggapanmu saja, 'kan? Berarti aku masih ada kesempatan untuk mendekati Kak Wonwoo," Eunra berbinar hanya dengan menyebut nama pria yang ia gilai semenjak masuk SMA.

Mereka musuh, dan tidak akan ada yang percaya jika itu sudah berlangsung semenjak mereka sama-sama duduk di bangku taman kanak-kanak. Kendati nyatanya ayah kedua gadis itu adalah rekan bisnis yang berhubungan dekat.

"Coba saja, aku bilang pada ayahmu jika dua hari yang lalu kau pergi ke club malam," ancam Jiyeon asal. Padahal ia tidak tahu jika musuhnya itu benar-benar mendatangi club malam atau tidak.

Tapi seolah mendapatkan keberuntungan, Eunra yang langsung kelabakan membuatnya menyeringai puas. "Aku juga bilang pada ayahmu kalau kau sering menginap di apartemen kak Wonwoo." Eunra balik mengancam. Ya sebenarnya Jiyeon tidak perlu bertanya kenapa gadis itu bisa tahu jika Jiyeon kerap kali menginap di apartemen Wonwoo. Berita seperti itu mudah sekali tersebar di sekolahan ini. Si president student memang menjadi incaran portal berita sekolah.

"Bilang saja, ayah tidak akan mempermasalahkannya," ucapnya santai meski terbersit rasa was-was jika Eunra benar-benar memberitahu sang ayah. Bisa-bisa Jiyeon diseret dan tinggal di rumah ibu tirinya sebagai hukuman.

Merasa malas meladeni Eunra, Jiyeon beranjak dari duduknya hendak tidur di perpustakaan. Karena semalam usai menghubungi Wonwoo, gadis itu malah tidak bisa tidur sama sekali.

"Ji? Mau kemana?"

Yang dipanggil menoleh ke sumber suara, di sana Hoshi berjalan cepat menghampiri Jiyeon yang hampir sampai di pintu perpustakaan.

"Tidur," jawabnya singkat. Tidak repot-repot menunggu Hoshi menyamai langkah kaki dan langsung melesat ke perpustakaan yang sebenarnya paling Jiyeon hindari.

Seolah tak peduli, Hoshi pun menyusul adik kelas yang kini menjabat menjadi kekasih sahabatnya ini. "Tumben? Biasanya di cafetaria," bisiknya pelan. Karena kini mereka berdua sudah memasuki perpustakaan dan mencari meja paling sudut.

Namun langkah kaki Jiyeon terhenti begitu mendapati sang pujaan hati yang duduk berhadapan dengan seorang gadis di meja yang sedikit terkena cahaya matahari. Jiyeon tidak begitu mengenal kakak kelasnya, namun ingatannya mencoba mengorek siapa gadis manis dengan rambut hitam  lurus di depan sana.

"Namanya Lee Jieun," ujar Hoshi seolah tahu apa yang tengah dipertanyakan Jiyeon.

Berdecak kesal, Jiyeon menyeret Hoshi untuk menjauh dari Wonwoo dan gadis bernama Lee Jieun itu. Membuat Hoshi mengernyit heran namun tidak memprotes karena raut wajah Jiyeon yang siap memporak-porandakan perpustakaan ini sekarang juga.

"Jieun itu siapa?" tanya gadis itu setelah merasa posisi mereka jauh dari Wonwoo.

Ada rasa kesal sekaligus ingin menghampiri langsung Wonwoo yang tampak nyaman berada di hadapan Jieun. Berbeda saat Jiyeon yang selalu menempelinya, dan rutin mendapat peringatan dari pria itu agar Jiyeon menjaga jarak satu meter, kendati tidak pernah gadis itu turuti.

"Mereka berteman sedari sekolah dasar, saling membantu dalam hal pelajaran dan dari yang kutahu Wonwoo tertarik dengan Jieun sejak dulu."

"Apa? Tidak mungkin! Isn't it Wonwoo has never been close to other girls?"

Redamancy✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang