annoyance

1.5K 221 53
                                    

Semesta memiliki cara tersendiri untuk mempersingkat waktu. Satu bulan yang biasanya terdengar lama pun kini terasa cepat berlalu. Itu yang dirasakan oleh Jiyeon, perlahan ... rasa balas dendamnya pada mantan kekasih lenyap seiring bergantinya siang dan malam selama 30 hari ini. Tapi seolah menjadi kebiasaan, setiap hari Wonwoo selalu menjadi objek yang ia tempeli kendati pria itu jelas menolak berkali-kali. Dan Jiyeon tetap memilih tidak peduli.

"Aku baru melihat yang ini. Kapan kau membelinya?" Jiyeon memperhatikan kacamata yang tadi terletak pada dasbor mobil Wonwoo. Pria yang ia anggap sebagai kekasihnya.

"Tiga hari yang lalu," jawab pria itu singkat. Memfokuskan pandangannya pada jalanan yang sedikit basah sehabis dirundung derasnya hujan.

Sebenarnya Jiyeon bisa saja pulang sendiri karena gadis itu membawa mobil. Tapi dengan keras kepalanya, ia malah langsung masuk begitu saja ke dalam mobil Wonwoo saat pria itu hendak pulang. Berdebat beberapa menit sebelum akhirnya Wonwoo lagi-lagi mengalah dengan helaan napas lelahnya. Karena memang menghadapi gadis keras kepala seperti Jiyeon menguras banyak tenaga. Dan pulang sekolah tentu Wonwoo sudah banyak kehilangan tenaganya sendiri. Ditambah lagi dengan tingkah Jiyeon yang selalu berhasil membuat kepalanya berdenyut nyeri. Satu bulan ini terasa berat dan melelahkan sekali.

Tangan Jiyeon membuka laci dasbor dan menemukan tempat kaca mata berwarna hitam dengan ukiran gold pada tulisannya. Meletakan kacamata tersebut ke dalam kotaknya dengan hati-hati. "Aku tahu kau kaya raya, kacamata seperti ini bisa kau dapatkan berserta pabriknya. Tapi bagi kebanyakan orang di luaran sana, membeli ini bisa menguras uang yang tidak sedikit. Kalau tidak digunakan, simpan baik-baik dalam tempatnya. Jangan seperti ini. Kalau gores sedikit saja kau pasti membuangnya dan beli lagi yang baru. Itu pemborosan, Wonu." Jiyeon dengan cerewet seperti biasa memberi petuah pada Wonwoo yang hanya bisa menghela napas jengah, meski apa yang Jiyeon ucapkan memang benar.

"Aku tidak mau pulang," ujarnya begitu menyadari mobil Wonwoo berbelok menuju jalan ke rumahnya.

"Tadi kau minta diantarkan pulang," jawab Wonwoo lelah.

"Iya, pulang ke apartemenmu. Ayo!"

"Tidak! Aku ingin istirahat."

"Ya istirahat saja, biasanya aku ke sana kau memang istirahat terus," balas Jiyeon tidak ingin dibantah. Tapi ... memang seringkali menghabiskan waktu di apartemen pria itu, Jiyeon selalu disuguhi pria-nya yang tidur atau bermain game tanpa peduli dengan eksistensinya.

"Berhenti dulu di minimarket depan, ya? Kulkasmu kosong dengan bahan makanan, hanya penuh dengan cemilan yang seharusnya kau kurangi mengkonsumsinya! Astaga ... aku masih tidak percaya calon dokter sepertimu tidak menjaga makanan yang kau masukan ke dalam perutmu," ocehnya sepanjang jalan, hingga mobil itu berhenti di depan minimarket yang gadis itu tunjuk tadi.

Ya ... menjelaskan ucapan Jiyeon, Wonwoo adalah anak dari seorang dokter ternama di rumah sakit yang juga dimiliki oleh ayahnya. Sementara ibu pria itu sudah meninggal tiga tahun yang lalu. Dan Wonwoo juga sudah merencanakan masuk ke universitas kedokteran setelah lulus sekolah tahun ini, mengingat ini adalah tahun terakhirnya di sekolah. Bagi manusia jenius seperti Wonwoo yang memiliki akademis bagus, tentu tidak akan mengalami kesulitan untuk itu.

Justru yang merasa kewalahan sekarang adalah Jiyeon. Gadis itu bertekad kuat akan menuruti jejak Wonwoo masuk ke universitas kedokteran, memperbaiki nilainya yang berantakan dan berusaha keras meningkatkan nilainya di semester ini. Meski Wonwoo akan lebih dahulu meninggalkannya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi nantinya. Tidak masalah, dimana pun Wonwoo nanti, Jiyeon pasti akan sering menghampiri pria itu. Dia tidak akan membiarkan satu gadis pun mendekati Wonwoo-nya. Tidak boleh!

Redamancy✔Where stories live. Discover now