happy ending

1.9K 183 102
                                    

Hari berganti bulan, dan bulan mulai berganti tahun, hingga sudah setengah dekade Wonwoo habiskan usai kecelakaan yang menimpanya. Kecelakaan yang membuat impian awalnya harus dirombak total, dan kecelakaan itu pula yang membuat cintanya kembali.

Pun hingga saat ini Jiyeon masih bertahan menjalin hubungan dengan cinta pertamanya yang dinginnya melebihi gunung es di Antartika. Tidak mudah melewati masa-masa terberatnya waktu itu, dan Jiyeon yang senantiasa menjaga dan membantunya untuk bangkit.

"Baiklah, sekarang kita masuk pada pertanyaan terakhir, dan pertanyaan ini menempati urutan pertama melalui poling. Sepertinya banyak yang penasaran dengan hal ini," ujar si pembawa acara dengan senyum menggoda melirik gadis di hadapannya. "Jiyeon-ssi, sebagai dokter muda dan cantik, apakah Anda memiliki seorang kekasih?"

Lalu layar empat puluh inci tersebut menampilkan presensi sosok gadis cantik dengan rambut panjang yang digerai indah berkilau. Kemeja putih yang dua kancing teratas sengaja tidak dipasang, memperlihatkan kalung yang menghiasi tulang selangkanya yang sempurna. Gadis itu memakai bawahan lovely flare skirt warna charcoal di atas lutut.

Di balik meja kerjanya, Wonwoo menunggu jawaban yang keluar dari bibir Jiyeon dengan harap-harap cemas.

"Ya, kami bersama sudah lima tahun belakangan ini," jawab Jiyeon pada akhirnya.

Bibir tipis Wonwoo tertarik bangga, siapa sangka gadis bar-bar yang polos itu bisa memenangkan hatinya. Dan pria itu juga bersyukur karena cepat menarik Jiyeon kembali saat gadis itu sanggup untuk melepaskannya.

"Sepertinya hari ini akan menjadi hari patah hati bagi para pria di luar sana." Si pembawa acara mulai menampilkan wajah yang mendramatisir. Sementara Jiyeon hanya tersenyum seadanya sambil memainkan tangannga sendiri di atas meja.

Acara itu pun berakhir, Jiyeon mengganti high heels-nya dengan sneakers putih pemberian Wonwoo. Sebagai seorang dokter, Jiyeon juga tidak bisa terlalu sering berususan dengan sepatu tinggi, satu panggilan darurat bisa membahayakan nyawanya jika berlari menggunakan heels meski di luar jam prakteknya. Itu sering terjadi saat ia menghabiskan waktu untuk berkencan dengan sang kekasih.

"Kerja bagus." Suara seorang pria menyita perhatian Jiyeon dari tali sneakers-nya.

"Mana bayaranku?"

Hoshi terkekeh dan mendudukkan dirinya pada sofa, dilihat bagaimana pun, Jiyeon sama sekali tidak berubah meski sudah lima tahun berlalu.

"Kau sudah kaya raya, untuk apa meminta bayaran pula."

"Kau memintaku menjadi tamu di acara ini dan tidak membayarku sama sekali? Apa semua pemilik stasiun televisi seperti ini?"

Sekali lagi pria sipit itu terkekeh. "Baiklah, bagaimana dengan ice cream?"

"Setuju," balas gadis itu cepat. Ia berdiri dan bersiap untuk kembali ke rumah sakit.

"Aku akan menghubungimu nanti."

"Hmm, bilang pada Wonwoo jangan terlalu lama menahan benda di kantong celananya, padahal Mingyu masih sendiri. Dia tidak takut apa?"

Penuturan Hoshi menimbukan lipatan di kening Jiyeon. Otaknya gagal memproses ucapan Hoshi yang penuh teka-teki.

"Sudah sana pergi, manusia-manusia sekarat tengah menunggumu."

Berdecak kesal, Jiyeon pun pergi dari sana. Hoshi dari dulu sampai sekarang sama saja, kata-katanya selalu membuat benak Jiyeon sakit bukan main. Sudah cukup ia disibukan oleh pekerjaan, jangan ditambah dengan tingkah absurd pria pecinta harimau itu lagi.



Redamancy✔Onde as histórias ganham vida. Descobre agora