misconceive

1.4K 203 95
                                    

Jiyeon merasakan sentuhan halus tak jauh dari leher belakangnya. Dan bersamaan dengan itu, Mingyu kembali menarik wajahnya.

"Kupikir tadi apa," ujar Mingyu. Menunjukan sehelai benang putih di antara capitan ibu jari dan telunjuknya.

"Kenapa harus seperti itu!" cetus Jiyeon. Gadis itu terkejut saat Mingyu tiba-tiba saja mendekat padanya. Bisa-bisa orang salah paham karena posisi mereka yang di depan gerbang, orang-orang tentu masih berlalu-lalang.

Seperti seseorang saat ini, salah mengartikan apa yang baru saja di lihat. Sebab, posisi Jiyeon yang berdiri di samping motor Mingyu, menghadap padanya meski Jiyeon belum menyadari presensinya. Saat Mingyu menyelipkan jemarinya ke belakang tengkuk Jiyeon, membuat pria itu sedikit membelakangi Wonwoo dan Jiyeon seperti tidak menolak apa yang dilakukan Mingyu padanya.

Wonwoo menahan sesak yang membumbung tinggi, kedua tangan itu sudah mengepal erat di masing-masing sisi. Tapi pria itu masih enggan beranjak dari posisi, di depan sana, Mingyu dan Jiyeon terlihat masih larut dalam percakapan hingga beberapa menit kemudian, motor Mingyu melesat meninggalkan Jiyeon yang kini mulai berjalan menuju rumahnya.

Sejenak, Wonwoo lupa akan kekesalannya saat melihat raut kaget di wajah Jiyeon yang begitu menggemaskan ketika baru menyadari entitas Wonwoo di depan rumahnya.

"Kenapa bisa ada di sini?" tanya Jiyeon. Raut kaget masih terpampang jelas di wajah kecilnya.

"Kenapa? Kau tidak suka aku di sini?" Niat awalnya ingin meminta maaf, malah ikut terbawa emosi saat ini. Wonwoo tidak lagi bisa mengendalikan dirinya jika berhadapan dengan Jiyeon.

Jiyeon melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti, membuka pintu rumahnya dan membiarkan Wonwoo yang mengikutinya dari belakang.

"Ke mana saja kau dengan Mingyu? Kenapa baru pulang?" Wonwoo mencercanya dengan tanya saat gadis itu melempar ranselnya ke atas sofa dan berjalan menuju lemari pendingin.

"Kenapa kau ingin tahu? Bukannya kau sibuk mengurus Jieun?" balas Jiyeon. Menutup keras pintu lemari pendingin setelah mengambil satu kaleng Coca Cola.

"Jangan bawa-bawa Jieun, Jiyeon."

"Kenapa tidak? Dia yang membuatmu membentakku di depan banyak orang tadi! Dan itu bukan yang pertama kali," pungkas Jiyeon.

Wonwoo terdiam, bukannya memang itu tujuannya kemari? Meminta maaf pada Jiyeon perihal tadi pagi.

"Aku lelah, bisakah kau pulang? Aku ingin istirahat," ujar Jiyeon. Mati-matian mengeraskan hatinya agar tidak hanyut lagi oleh pria di hadapannya ini.

"Aku menginap!" putus Wonwoo. Mengabaikan Jiyeon yang hendak protes sembari melangkahkan kaki menuju sofa. Duduk dengan kedua lengan yang terlipat di dada. Menegaskan jika pria itu tidak akan mengubah keputusannya.

Jiyeon menyusul Wonwoo yang benar-benar bertingkah aneh sekarang. " Apa kau bilang? Menginap? Wonwoo, jika ayahku pul—"

"Aku tidak peduli, memang kau saja yang bisa menginap di apartemenku semaumu," ucapnya, menyela kalimat Jiyeon. Ada rasa kurang nyaman dan kesal saat Jiyeon meyebut namanya seperti biasa, bukan "Nonu" lagi.

Jiyeon menatap tidak percaya, kenapa Wonwoo sekarang lebih keras kepala?

Gadis itu ikut mendudukkan dirinya di sofa di hadapan Wonwoo. Matanya masih memperhatikan raut wajah Wonwoo yang secara terang-terangan menunjukkan kekesalannya.

Ia juga gemas melihat Wonwoo yang seperti ini, tapi gadis itu sekuat mungkin menahannya dan tetap berusaha menujukan kemarahannya pada Wonwoo.


Sudah hampir pukul delapan malam, dan Wonwoo benar-benar serius dengan niatnya yang akan menginap malam ini di rumah Jiyeon. Pria itu tidak bergeming sedari tadi dari tempatnya.

Redamancy✔Where stories live. Discover now