disappointed

1.4K 210 105
                                    

Sayangnya, alur hubungan mereka selalu menurun drastis setalah meningkat dengan dinamis. Rasa manis yang tercicip tidak akan pernah lebih dari dua puluh empat jam. Sebab, pagi hari saat terbangun, sosok yang tidak Jiyeon harapkan, muncul dengan sekantong buah-buahan di tangan.

Lee Jieun, begitu pagi mendatangi rumah sakit dengan seragam sekolah yang begitu rapi. Tersenyum ramah menyapa Jiyeon yang terduduk dengan wajah cemberutnya.

"Aku menjengukmu," ujar gadis itu ramah.

"Kita tidak sedekat itu sampai kau harus menjengukku seperti ini," balas Jiyeon ketus.

Wonwoo melirik tidak suka, Jiyeon terlalu dikuasai rasa cemburunya hingga buta pada niat baik seseorang padanya. "Jiyeon." Wonwoo mulai memperingati.

Jiyeon merespon dengan dengusan kesal, sementara Jieun menanggapinya dengan seulas senyum memaklumi. Ia paham kenapa Jiyeon sampai seperti ini.

Wonwoo berdiri dan menerima buah tangan dari Jieun. "Tolong urus absenku hari ini, ya? Aku harus menjaganya," pinta Wonwoo melirik Jiyeon sekilas.

Jieun mengangguk mengerti, padahal di dalam hati rasanya tercubit nyeri. Wonwoo tidak pernah seperhatian ini selama mereka tumbuh bersama. Lagi-lagi Jieun harus menelan kenyataan jika perasaannya hanya bertepuk sebelah tangan. Sudah jelas Wonwoo memiliki gadis lain di sisinya. Lebih cantik, kaya raya, dan lebih dari segalanya, pikir Jieun. Batinnya tersenyum miris.

Dengan  senyum tulus yang ia torehkan, Jieun menghampiri Jiyeon yang masih menatapnya penuh permusuhan. Jieun jadi banyak berpikir, apa yang Jiyeon takutkan? Jelas gadis itu sudah memenangkan Wonwoo sepenuhnya. Dan Jieun tidak berniat merebut milik gadis lain.

"Semoga cepat sembuh ya, Ji." Senyumnya merekah sempurna di wajah lembutnya. Kemudian Jieun meoleh pada Wonwoo yang baru saja meletakkan buah-buahan di atas bedside cabinet. "Kalau begitu, aku pergi sekolah dulu."

"Kenapa selalu memilih kata-kata kasar seperti itu?" tanya Wonwoo pada Jiyeon selepas Jieun meninggalkan ruangan.

"Kenapa kau selalu membelanya?" Jiyeon tak mau disalahkan.

"Aku tidak membelanya, kau keterlaluan berbicara seperti tadi pada orang yang berniat tulus padamu," ujar Wonwoo dengan sabar.

"Dia tidak akan menjengukku jika kau tidak di sini."

"Jiyeon—"

"Sudahlah, aku kesal kau selalu saja membelanya!" Jiyeon membuang pandangannya keluar jendela.

Wonwoo menghembuskan napas panjangnya, susah menjelaskan saat Jiyeon masih dipengaruhi pikiran cemburunya. Kadangkala sifat kekanak-kanakan Jiyeon memang sulit dikendalikan. Namun Wonwoo juga tidak bisa terlalu menekan, Jiyeon jelas masih dalam transisi menuju dewasa.


...


"Wah wah, lihat siapa yang datang ke sekolah setelah membuat Wonwoo kelimpungan dua hari yang lalu." Hoshi mendatangi pasangan yang baru saja menginjakkan kakinya di koridor sekolah.

Tidak bisa dikatakan pasangan jika dasar hubungan mereka belum ada kepastian. Masih dengan Jiyeon yang mendeklarasikan dirinya dan Wonwoo sepasang kekasih, sementara Wonwoo belum menyatakan apa pun mengenai hubungan mereka.

Jiyeon melirik Wonwoo dengan senyum yang mengembang di wajahnya, mendengar perkataan Hoshi membuat paginya semakin terasa menyenangkan. "Kau benar-benar mengkhawatirkanku?" tanyanya.

Wonwoo tidak menjawab, meloloskan lengannya dari pelukan Jiyeon meski percuma, Jiyeon kembali melingkarkan tangannya pada lengan Wonwoo dengan keras kepala.

Redamancy✔Where stories live. Discover now