Bab 76. Selepas Hujan

67.1K 8.3K 2K
                                    


Selamat Membaca

--------------------------------------------------------

Bab 76. Selepas Hujan

Orang bilang, tidak ada satupun yang punya cukup umur untuk merasakan cukup siap ditinggalkan orang yang kita sayang.

***

HUJAN telah reda sejak beberapa jam lalu, menyisakan udara dingin untuk menyambut senja. Sesekali angin bertiup dari arah timur, menabrak ranting pepohonan dan menciptakan derak bergemerisik.

Sore yang sejuk ya?

Iya.

Apalagi, aroma krisan yang bercampur dengan tanah menguar, menelusup ke dalam indera penciuman dan berhasil menenangkan. Mirip aromaterapi.

Rasanya damai sekali.

Seperti jiwa-jiwa yang terkubur di dalam sana.

Lyodra melirik Samuel yang sejak tadi diam. Lelaki di sampingnya itu tidak berbicara apapun usai berdo'a untuk mamanya. Tanpa bertanya pun, ia tahu bahwa Samuel terluka.

Tatapannya kosong dan sendu.

"Sam," panggil Lyodra. Sekali dan tidak ada jawaban.

"Sam," ulangnya sambil menepuk pelan bahu Samuel.

Samuel sontak menoleh. Lelaki itu menaikkan sebelah alisnya, menunjukkan gesture bertanya 'ada apa'.

"Udah sore. Ayo pulang," ajak Lyodra. Ia merasakan pinggangnya sakit sebab terlalu lama duduk. Terlebih begah dan kesulitan bernapas karena perut besarnya.

Sadar telah terlalu lama membiarkan Lyodra duduk, Samuel meringis. Gadis itu pasti tidak nyaman. Apalagi posisi duduknya demprok di tanah, berbeda dengan pertama kali kesini tadi.

Samuel mengangguk. Sebelum benar-benar pergi, ia mengusap nisan mamanya beberapa kali. Menyempatkan menciumnya sekilas. Meskipun hal itu tidak membuat rindunya berkurang. Sedikitpun.

Waktu memang telah berlalu begitu lama, tapi ia belum sepenuhnya menerima kenyataan. Samuel telah berusaha keras mengalihkan perhatiannya pada hal lain. Melampiaskan kesedihannya dengan merusak dirinya sendiri sebagai bentuk pemberontakan tapi tetap saja kehilangan itu semakin membuatnya terluka dan hancur.

"Sam.. ayo pulang," ulang Lyodra dengan wajah memohon.

Samuel tersenyum kecil, "ayo," katanya sembari beranjak dari duduknya.

Melihat Lyodra kesulitan berdiri, Samuel itu mendekat, meraih lengannya untuk membantu gadis itu berdiri.

"Maaf ya."

"Nggak apa-apa."

"Sakit ya lama duduk gitu?" tanya Samuel retoris.

"Sedikit," jawab Lyodra jujur.

Saat mereka berjalan menuju mobil, matahari menyembul di balik awan barat. Menciptakan semburat senja yang begitu cantik. Hal itu berhasil membuat keduanya terdiam sesaat dan urung memasuki mobil yang terparkir di pinggir jalan.

Warna merah, kuning, dan jingga membetuk sebuah gradasi warna yang indah. Menjadi latar dari pemandangan gedung-gedung pencakar langit juga pepohonan di sekitarnya.

"Cantik ya," celetuk Samuel.

Lyodra tersenyum lalu mengangguk. Ia sudah bersandar pada kap mobil dengan pandangan masih fokus pada langit barat yang seperti ketumpahan cat merah, kuning dan jingga.

RetrouvaillesWhere stories live. Discover now