Bab 22. Kita Sama, Sam.

85.5K 9.5K 3.4K
                                    

Now playing : Evanescence - My Immortal (Bisa langsung play di mulmed ya)

Jangan lupa VOTE ya. Cuma tinggal pencet bintang di bagian bawah kiri. Selesai. Abis gitu baca deh.

Dan jangan lupa untuk meninggalkan komentar. Jujur, aku lebih semangat dan cepat untuk update ketika cerita rame tanpa spam.

Btw, BAB ini mengandung pesan untuk tidak gegabah melakukan ataupun mengucapkan suatu hal ketika emosi tidak stabil. Baik itu ketika senang ataupun sedih. Jangan biarkan kita dikuasai oleh emosi. Penyesalan itu selalu di akhir soalnya.

Ok, jadi siapkan diri kalian.

Tarik napas, keluarkan.

Selamat membaca ❤️

---------------------------------------------------------

Bab 22. Kita Sama, Sam.

Kita mungkin punya luka yang sama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kita mungkin punya luka yang sama. Tapi, cara menyembuhkannya saja yang beda. Kalau kamu dengan melukai oranglain agar terlihat lebih terluka dari kamu. Agar kamu terlihat tidak mengenaskan. Aku, beda.

***

SEBELUMNYA, Lyodra tidak pernah merasa insecure dan ketakutan ketika berjalan di sepanjang koridor sekolah. Bahkan jantungnya berdegup kencang, saling berpacu dengan getaran tubuhnya.

Sebenarnya, sejak berangkat sekolah hingga melewati tempat kejadian ia menabrak Brisiana, rasa takut itu mulai menguasainya. Bayangan akan detik-detik tertabraknya Brisiana berputar dengan jelas di kepala. Lyodra memilik ingatan fotografis, setiap detail kejadian terekam dengan begitu jelas dan masih membekas hingga sekarang. Ia yang panik dan bagaimana dengan bodohnya menginjak pedal gas, Brisiana yang menjerit kemudian tergencet di pohon flamboyan sampai gadis itu memejamkan mata dengan darah yang mengucur di mulut dan kepala.

Lyodra mengingatnya dengan jelas. Ketakutannya juga bertambah berkali-kali lipat ketika ia turun dari mobil Samuel. Banyak pasang mata menatapnya sinis dan penuh intimidasi. Sepanjang ia berjalan di koridor, semuanya memandang seolah ia benar-benar penjahat. Ia jelas risih dan merasa terganggu. Lyodra ingin menangis karena masih trauma juga sambutan sinis dari teman-temannya. Tapi, tipikal Lyodra, gadis itu tetap bersikap cuek dan menegakkan kepalanya dengan raut wajah datar. Tidak menunjukkan bagaimana ketakutan yang besar bersarang di dalam dirinya.

Puncak dari semuanya adalah ketika ia tidak bisa menahan lagi emosinya saat gerombolan anak kelas tiga mengolok-oloknya dengan sarkas secara terang-terangan. Hal itu membuat seluruh murid yang berada di kantin tersulut api dan ikutan menyindirnya. Lyodra tidak dapat berpikir jernih sehingga ia menghampiri gerombolan itu kemudian menyiramkan bakso panas yang dibawanya tadi. Tangannya bergetar hebat ketika orang-orang langsung memekik dan bungkam. Riuh mereka teredam oleh kaget.

RetrouvaillesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang