Lima Puluh Delapan

7.2K 866 46
                                    

*Part 58 & 59 aku republish karena ternyata isinya ketukar dan aku baru sadar, hehe.

Vanilla sedang sibuk membantu kliennya yang sedang fitting gaun pengantin di butik miliknya. Sudah berulang kali Vanilla ingatkan untuk menjaga pola makan agar berat badan tidak bertambah, namun kliennya itu tidak mengindahkan perkataan Vanilla. Alhasil, gaun tersebut tidak muat. Vanilla mendengus, kepalanya berdenyut sakit. Rasanya Vanilla ingin mengamuk, namun ia harus memasang senyum palsu di hadapan kliennya.

Ditambah dengan kesalahan salah satu stafnya yang membuat gaun tersebut tidak sesuai dengan keinginan kliennya. Otomatis Vanilla harus mengubahnya dalam waktu sesingkat mungkin, mengingat gaun tersebut akan di gunakan dalam beberapa hari kedepan.

Ketika Vanilla sedang dipusingkan dengan pekerjaannya, Vanilla di kejutkan oleh sosok Sandra yang tiba-tiba masuk ke ruang fitting dengan napas ngos-ngosan. Perut Sandra yang terlihat membuat Vanilla memasang tampang ngeri, takut jika temannya itu terpeleset atau bahkan tersandung kakinya sendiri.

"Vanilla..." ucap Sandra hampir kehabisan napas.

Vanilla langsung memberi kode pada asistennya agar mengambil alih pekerjaan Vanilla. Lalu membawa Sandra ke ruangannya. Ia memberi sebotol air mineral pada Sandra yang langsung habis dalam hitungan detik.

"Lo ngapain sih buru-buru gitu?" tanya Vanilla heran.

Sandra langsung memasang tampang memelas dihadapan Vanilla. "Vino udah dua hari di Bali, dan gak pulang-pulang," ujar Sandra.

"Terus hubungannya sama gue apa, San?"

"Gue kangen," rengeknya.

Rahang Vanilla terbuka setengah dengan mimiknya yang geli mendengarkan ucapan Sandra. Tidak pernah Vanilla lihat Sandra memasang tampang seperti barusan. "Temenin gue ke Bali, Vanilla!" ucap Sandra lagi.

"Sorry, kerjaan gue banyak, San." Vanilla duduk sembari memperhatikan buku sketsa dan juga tablet dihadapannya.

"Lo gak kasihan sama gue, Nil?"

"Gak."

"Gue lagi hamil, loh."

Vanilla mendengus. "Sandra, gue gak bisa ninggalin kerjaan gue gitu aja. Gue punya banyak deadline yang harus selesai dalam beberapa hari ke depan." Vanilla berbicara sehalus mungkin agar Sandra memahami situasinya.

"Kan ada asisten lo." Vanilla tetap menolak.

Sandra akui kali ini ia agak sulit membujuk Vanilla, namun ia harus tetap merengek hingga temannya itu setuju dengan ajakannya.

"Kalau gue gak berbadan dua juga gue gak akan mau ngerengek ke lo, Nil. Please, mau ya..."

Tanpa berkata apa-apa, Vanilla menggelengkan kepala. Ia tidak mau konsentrasinya hancur karena mendengar rengekan Sandra.

"Kalau gue pergi sendiri terus terjadi apa-apa sama gue, gimana?"

"Yaudah kalau gitu lo gak usah pergi. Diam aja dirumah, kan lagi hamil."

Mendengar jawaban Vanilla, Sandra langsung mengerang frustasi sembari mengacak-acak rambutnya. Ia menarik napas dan meniup rambut yang menutupi wajahnya, lalu berdiri dan berjalan mendekati Vanilla. "Jadi, lo gak mau?" tanya Sandra di balas gumaman oleh Vanilla. "Yaudah, kalau gitu gue bakal nekat pergi sendiri."

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now