Lima Puluh Sembilan

5.5K 594 52
                                    

*Part 58 & 59 aku republish karena ternyata isinya ketukar dan aku baru sadar.

Karena tidak tahu hendak melakukan apa, akhirnya Vanilla memiliki ide untuk merombak kamarnya. Ide itu datang secara random. Mungkin efek karena rasa bosan yang sedari tadi menderanya. Sebagian Barang miliknya yang berada di Paris sudah di kirimkan dan akan sampai dalam beberapa minggu ke depan. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Jason yang ngotot agar Vanilla segera pindah secara permanen. Padahal Vanilla belum memutuskannya.

Vanilla memandangi setiap sudut kamarnya, memandangi foto-foto dan semua benda yang terdapat disana. Vanilla berpikir mungkin ia harus mengganti cat kamarnya. Namun yang jadi pertanyaan adalah warna apa yang harus Vanilla pilih? Lavender? Merah mudah seperti gulali? Sesuatu yang menyala seperti batu pirus? Atau menjadikannya gelap dengan warna hitam pekat? Banyak sekali warna yang di pikirkan Vanilla.

Akhirnya itu hanya menjadi wacana dalam pikiran Vanilla saja. Ia keluar dari kamar dan bergegas pergi menuju ruang keluarga. Kedua keponakannya sedang asik menonton kartun power puff girls, dengan semangkuk sereal di pangkuan mereka.

Vanilla beranjak menuju dapur. Ia sedang memikirkan makanan apa yang enak untuk di jadikan sarapan pagi ini. Pilihannya jatuh pada frittata dengan kentang parut beku dan brokoli. Vanilla sering membuat frittata bersama Sandra sebagai sarapan ketika mereka masih bekerja di Milan, dulu.

"Sekalian buatin gue ya," sahut Jason yang datang entah dari mana.

Jason mengambil segelas air, lalu ia duduk di meja bar sembari memainkan laptop yang ia bawa. Di hari libur seperti ini, Jason masih di sibukkan dengan pekerjaan kantornya.

"Gimana butik lo?" tanya Jason tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar laptop.

Vanilla yang sedang mengocok telur langsung menjawab. "Seperti biasa," jawab Vanilla seadanya.

Tak ada lagi yang berbicara. Dua puluh menit kemudian, sarapan yang di buat Vanilla siap di sajikan. Ia memotong menjadi beberapa bagian, dan meletakkannya diatas piring. Karena porsinya cukup banyak, jadi Vanilla menaruhnya diatas meja makan. Barang kali yang lain ingin memakannya.

Setelah memberikan bagian Jason, Vanilla kembali ke ruang keluarga dan duduk di antara kedua keponakannya. Ia ikut menyaksikan serial kartun yang keponakannya tonton, sembari menghabiskan sarapannya tanpa berbicara sepatah katapun.

"Vanilla, handphone lo!" teriak Jason.

Teriakan itu mengalihkan pandangan Vanilla dari layar televisi. Ia mencoba mengingat dimana terakhir kali ia meletakkan ponselnya. Ia buru-buru berdiri dan mencari keberadaan ponselnya, namun telebih dahulu di letakkannya piring bekas sarapan ke tempat cucian piring.

Vanilla mengambil ponsel yang berada di dekat Jason. Pantas saja Jason berteriak memanggilnya. Segera ia mengecek notifikasinya. Ternyata ada dua panggilan tak terjawab dari Dava. Mungkin Vanilla terlalu asik menonton sampai-sampai ia tidak mendengar suara ponselnya sendiri. Padahal jarak dari ruang keluarga dan meja bar tidak terlalu jauh.

Vanilla memutuskan untuk menelpon kembali nomer Dava. Barang kali ada sesuatu penting yang ingin Dava sampaikan. Tepat pada dering ketiga, Dava menangkat telponnya.

"Halo, Dav... tadi kenapa nelpon?" tanya Vanilla ketika Dava baru mengangkat telponnya.

"Lagi sibuk?" tanya Dava.

"Enggak. Kenapa?"

"Gue mau ajak kamu jalan, free kan hari ini?"

Vanilla bergumam sebentar seolah sedang berpikir. Padahal tidak ada yang perlu di pikirkan. Vanilla selalu memiliki waktu luang bahkan sampai hampir mati bosan karena tidak melakukan apa-apa.

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now