Dua Puluh Sembilan

24.8K 2.8K 1.4K
                                    

Dava terdiam di tengah keramaian dengan minuman yang sedari tadi di pegangnya. Beberapa menit yang lalu, Dava berpapasan dengan mantan kekasihnya. Ternyata ini alasan mengapa Vino terus mendesaknya untuk datang ke pesta pernikahan Vanessa. Ternyata Vino berniat untuk mempertemukan kembali Dava dan Vanilla.

Memang Dava sempat meminta Jason untuk membawa Vanilla kembali, namun entah mengapa, hatinya merasa ragu. Dava tidak tahu harus bersikap bagaimana. Apakah ia harus berpura-pura tidak terjadi apa-apa, atau mengabaikan Vanilla dengan alasan karena mereka sudah berpisah.

Dava menghela napas dan meneguk minumannya hingga tandas. Pikirannya berkecamuk mengenai Vanilla. Wanita bernama Vanilla itu, masih sama seperti pertama kali Dava melihatnya. Tidak ada yang berubah, kecuali usianya yang mulai bertambah dewasa.

"Lo harus berterima kasih ke gue," ujar Vino tiba-tiba membuat Dava menoleh dengan tatapan tidak mengerti. "Vanilla kembali, karena dia ingin memperbaiki hubungan kalian."

"Maksud Lo?"

"Gue datang ke Paris, dan memberikan undangan palsu ke Vanilla. Awalnya Vanilla tetap gak mau kembali, tapi pada akhirnya dia berubah pikiran. Gue tahu, dia mau memperjuangkan hubungan kalian. Meski pun Lo sudah mengakhiri hubungan itu beberapa tahun yang lalu."

Dava agak terkejut dengan pernyataan Vino. Sebisa mungkin Dava menetralkan ekpresinya, seolah ia masa bodoh dengan apa yang Vino katakan.

Mata Vino terarah pada Vanilla yang berkumpul dengan Raquella dan yang lainnya. Vanilla terlihat sedang tertawa bahagia, bagaikan tidak ada masalah. Tawa itu adalah ciri khas Vanilla untuk menyembunyikan perasaan dan keadaan Vanilla yang sebenarnya.

"Kalau gue jadi Lo, gue gak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Gue gak mau kehilangan dan menyesal untuk kesekian kalinya."

"Kondisi dan situasinya sudah berubah, Vin."

"Tapi perasaan Lo belum berubah kan?" Vino menoleh karena ia berhasil membungkam mulut Dava. "Gue kenal Lo hampir sepuluh tahun, Dav. Mungkin Lo bisa membohongi perasaan lo, tapi gue gak bisa lo bohongi."

"Usia lo sudah mapan, sudah cukup matang untuk menentukan pasangan hidup lo. Kalau memang Lo memilih Soraya, hilangkan perasaan Lo terhadap Vanilla. Tapi kalau Lo masih menginginkan Vanilla, gue minta Lo berjuang, Dav."

Dava langsung menoleh kearah Vanilla. Wanita di ujung sana adalah wanita yang selama beberapa tahun ini selalu mengisi hatinya. Vanilla memang bukan cinta pertama Dava, tapi entah mengapa kenangannya bersama Vanilla terlalu indah untuk di lupakan. Dava, masih mencintai Vanilla.

"Gue... Gak tahu harus mulai dari mana," gumam Dava menundukkan kepalanya.

Mendengar kalimat itu, senyum Vino langsung mengembang. "Lo punya cara tersendiri untuk membuat orang yang Lo cinta bahagia."

"Vanilla cuma butuh Lo. Dia butuh kehadiran Lo supaya bisa sembuh dari luka lamanya."

Luka yang di maksud Vino bukannya insiden yang di alami Vanilla. Toh, Vanilla juga tidak ingat dengan apa yang pernah terjadi sebelumnya. Luka tersebut adalah penyakit yang selama ini masih menghantui Vanilla. Di luar Vanilla memang terlihat normal, namun sebenarnya mental Vanilla terluka.

"Lo kenapa bisa tahu keberadaan dia?" tanya Dava sadar ada yang janggal dari perkataan Vino.

Vino meletakan tangannya di bahu kanan Dava, "takdir Tuhan itu gak bisa di tebak," ujarnya sembari menepuk bahu Dava, lalu setelah itu pergi.

Dava memandangi Vino dengan tatapan bertanya-tanya. Selama ini Vino tidak pernah bercerita tentang apapun yang bersangkutan dengan Vanilla. Lalu tiba-tiba Vino mengatakan bahwa ia muncul setelah berusaha membujuk Vanilla untuk kembali. Temannya yang satu itu memang tidak bisa di tebak.

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now