Delapan Belas

18.3K 2K 400
                                    

"Beb..."

"Apaan sih, jijik, gak usah panggil beb," sahut Vino yang sedang asik bermain video game di apartemennya.

Sandra menatap Vino Sandra, "bisa romantis dikit gak sih, lo!?" ketus Sandra melempar Vino dengan sweater nya.

Vino tidak menggubris dan tetap fokus pada game yang sedang ia mainkan, sementara Sandra langsung pergi menuju dapur Vino dan menyiapkan makanan yang Sandra bawa. Vino bilang ketiga temannya akan datang, karena dari itu Vino meminta Sandra untuk membeli banyak makanan.

Bagi Sandra, Vino bukan tipikal cowok romantis atau bucin seperti yang lainnya. Vino egois, jelalatan, cuek, dan keras kepala. Sementara Sandra sendiri cerewet, perfeksionis, tidak bisa di bantah, dan apapun kemauan Sandra harus di turuti. Jujur saja baik Sandra maupun Vino bukannya tipikal yang saling menginginkan satu sama lain, namun entah mengapa mereka bisa serius hingga seperti sekarang. Memang baru sebatas tunangan, dan apa saja bisa terjadi kedepannya, namun sepertinya mereka di takdir kan bersama.

Setelah memindahkan makanan-makanan yang Sandra bawa, Sandra langsung menghampiri Vino, melompat dari balik sofa dan mendarat mulus di samping Vino dengan sebungkus kripik yang di pegang nya.

"Lusa jadi balik?" tanya Vino tanpa mengalihkan pandangannya dari layar televisi.

Sandra hanya bergumam sembari memainkan ponsel dan mengecek sosial medianya. Tak lupa ia mengirimkan sebuah foto selfie kepada partner kerjanya di Milan.

"Temen kamu si Dava itu masih jomblo?" Vino bergumam mengiyakan, "padahal ganteng, kenapa gak cari pasangan?"

"Udah ada, dijodohin, tapi dianya gak mau. Masih gak bisa move on dari mantan."

Sandra langsung mengangkat kepalanya dan menatap Vino serius, "kenapa sih kok kayaknya banyak banget yang punya masalah gagal move on dari mantan. Temen kerja aku di Milan juga gitu. Padahal dia cantik, pintar, berbakat, reputasinya bagus, tapi gagal move on."

"Temen kamu yang pendiam itu? Yang sekarang satu apartemen sama kamu?" tanya Vino di iyakan oleh Sandra. "Mau aku bantuin biar dia bisa move on?"

Plak. Sandra langsung mendaratkan satu tamparan ke pipi Vino, "sakit bego!" umpat Vino memandang Sandra yang sudah terlebih dahulu memandang Vino dengan tatapan membunuh.

"Kasar amat sih lo! Tuh mulut gak pernah di sekolahin!?" omel Sandra otomatis membuat Vino menjauhkan telinganya.

Sandra mendengus dan kembali tiduran di paha Vino sembari memakan kripik yang tergeletak di atas meja. Jika ada Elang disini, mungkin Sandra dan Elang sudah beradu mulut hanya karena saling berebut kripik.

"Pasti mantannya Dava cantik," gumam Sandra.

"Banget," timpal Vino. Sandra langsung mendongak menatap Vino kesal. "Blasteran, Jerman - Indo. Lama tinggal di Jerman terus balik ke Indonesia, masuk di sekolah yang sama, ketemu waktu MOS, jadi senior - junior, temenan, jadian, putus, nyesal, si cewek pergi, terus balik lagi, tapi di depak sama Dava."

"Putus kenapa?"

"Ribet kalau di jelasin. Dua jilid buku gak selesai-selesai, gue yang jadi figuran aja sampai enek liat kisah mereka."

Sandra tidak menyahut, ia terlebih dahulu membalas pesan yang masuk ke ponselnya, lalu kembali bangkit dan menatap Vino serius, "gimana kalau kita comblangin Dava ama temen kerja aku di Milan?"

"Pfft..." Vino menahan tawanya, "si bego Dava itu gak akan mau."

Sandra menghela napas dan mengubah raut wajahnya. "Temen gue itu kasihan deh," ucapnya prihatin, "dia punya masa lalu yang buruk, sampai trauma dan depresi. Padahal kalau di lihat, orangnya easy going banget, ceria, ceroboh, lebih pentingin perasaan orang lain dari pada perasaan dia sendiri. Bodoh kan?"

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now