Empat Puluh Dua

8.9K 1.4K 102
                                    

Vanilla membelokan mobil yang dikendarainya memasuki pekarangan rumah Vanessa. Setelah berjam-jam menghabiskan waktu di mall bersama, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang karena Vanessa harus menyiapkan makan malam untuk suaminya.

"Nil, Lo gak mau mampir?" tanya Vanessa keluar dari dalam mobil Vanilla.

"Boleh deh," putus Vanilla akhirnya ikut keluar dan membuntuti Vanessa masuk ke dalam rumah.

Rumah Vanessa hanya terdiri dari satu lantai, namun memiliki halaman yang luas.
Terdiri dari lima kamar, lima kamar mandi, ruang keluarga, ruang makan, dapur, gudang, garasi dan kolam renang di bagian belakang. Ada juga gazebo kecil dihalaman rumah, kolam ikan dan taman bunga. Vanessa sendirilah yang meminta memiliki rumah seperti ini. Minimalis, namun tetap nyaman.

"Loh, ada Vanilla..." ujar Antonio yang baru keluar dari ruang kerjanya.

Vanilla melempar senyum kearah Antonio, sementara Vanessa meminta izin ke kamar untuk menaruh barang-barang belanjaannya.

"Gue boleh bicara sesuatu sama Lo?" tanya Vanilla yang langsung di iyakan oleh Antonio. Mereka pun berjalan menuju kolam renang yang berada dibelakang.

"Ada apa?"

Vanilla terlebih dahulu menarik napas, lalu menghembuskannya. "Karena Lo adalah kakak ipar gue, suami dari kembaran gue, gue minta sama Lo untuk jaga Vanessa dari orang-orang yang suka menggosipkan masa lalu Vanessa." Antonio mengerutkan alisnya, menandakan ia tidak mengerti dengan maksud perkataan Vanilla.

"Salah satu toko di mall yang Lo pegang tadi dengan seenaknya bergosip tentang masa lalu Vanessa. Mereka tahu dia istri Lo, tapi tetap membicarakan hal yang bukan urusan mereka. Gue juga yakin, karyawan Lo yang lain pasti melakukan hal yang sama. Entah di kantor, atau dimana pun, masa lalu Vanessa selalu jadi bahan pembicaraan orang yang melihat Vanessa."

Vanilla kembali menarik napas, "Lo menikahi Vanessa bukan karena terpaksa kan?" tanya Vanilla menginterogasi.

Antonio malah tertawa, "Nil, gue bukan anak kecil yang menjadikan sebuah pernikahan itu lelucon. Untuk apa gue menikahi Vanessa karena terpaksa? Apa gue mengincar harta keluarga lo, nope. Apa gue mau balas dendam sama Vanessa? nope. Gue gak punya urusan apapun sama kalian dan masa lalu kalian. Jadi gak ada alasan untuk menikahi Vanessa karena terpaksa."

Vanilla menatap Antonio dalam, mencoba menjadi sebuah kebohongan dari sorot mata dan gerak-gerik Antonio. Namun Vanilla tidak menemukannya. Ia malah menemukan kesungguhan dalam setiap kata yang Antonio ucapkan.

Seketika Vanilla menjadi terharu karena Vanessa menemukan pasang hidup setulus Antonio. Andai kisah Vanilla dan Dava semulus kisah Vanessa dan Antonio.

Antonio menghela napas, "gue tulus sama Vanessa. Gue tahu Vanessa gak seperti yang orang-orang bicarakan. Lagi pula, gak ada manusia yang sempurna kan? Pasti ada kesalahan yang pernah diperbuat." Vanilla mengangguk setuju dengan ucapan Antonio.

"Kalian lagi ngomongin apa?" kalimat yang dilontarkan Vanessa membuat Antonio dan Vanilla langsung menoleh secara bersamaan.

"Bukan apa-apa," jawab Antonio tersenyum sementara Vanessa memicingkan mata mencoba untuk mengintimidasi.

"Nil, Lo mau sekalian makan malam bareng?" tanya Vanessa beralih pada Vanilla.

Vanilla melirik jam dipergelangan tangannya, "gue udah ada janji sama Dava," jawab Vanilla. "Next time kita dinner bareng."

Vanessa hanya manggut-manggut lalu kembali ke dapur untuk menyiapkan makan malam. Vanilla pun ikut masuk ke dalam rumah dengan maksud hendak membantu Vanessa. Namun baru saja ia melenggang masuk, ponselnya berdering dan mendapati nama Dava tertera di layar ponselnya.

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now