Enam Puluh Lima

11.7K 706 68
                                    

Soraya baru saja kembali ke rumah ketika ia melihat banyak mobil yang terparkir di depan rumahnya. Begitu pun dengan Dava yang memutuskan untuk mampir karena rengekan Soraya. Ketika masuk, mereka langsung bertatapan dengan orangtua Soraya yang seolah sedang menunggu kehadiran mereka.

PLAK!

Ayah Soraya berdiri dan langsung menampar Soraya dengan sangat kuat. Bekas tangan langsung mengecap di pipi Soraya yang memerah. Soraya menatap Ayahnya dengan mata berkaca-kaca, untuk pertama kali dalam hidupnya Soraya mendapat tamparan dari Ayahnya.

Ayah Soraya hendak kembali menampar anaknya, namun terlebih dahulu di halangi Dava yang berdiri di hadapan Soraya dengan memegangi tangan Soraya. Dava memang membenci Soraya, tapi ia masih punya hati dan tak tega melihat wanita itu di tampar di depan banyak orang.

"Dasar anak tidak berguna!" seru Ayah Soraya.

"Om, tenang dulu. Semua bisa di bicarakan baik-baik," Dava mencoba untuk menengahi.

Seseorang bertepuk tangan, mengalihkan perhatian yang lainnya. "So dramatic," ucap Jason dengan raut wajahnya yang seolah terharu dengan apa yang baru saja terjadi.

"Jason?" gumam Dava bingung sekaligus terkejut.

Jason mengembangkan senyumnya. "Hi, Dav. I've told you, don't trust what you see."

Soraya meneteskan airmata, namun tatapannya tajam menatap Jason. Beberapa waktu belakangan ini, laki-laki itu selalu muncul di hadapan Soraya. Padahal sebelumnya mereka tidak saling mengenal. Soraya tahu, bahwa Jason adalah kakak angkat Vanilla.

"Bisa jelasin apa yang terjadi sekarang?"

Jason mengeluarkan ponselnya, lalu memutar sebuah rekaman suara dengan volume yang di nyaringkan agar semua orang di ruangan tersebut bisa mendengarnya. Detik itu juga tubuh Soraya menegang. Itu rekaman percakapan dirinya dan Vanilla tadi.

"Lo baru aja mengakui dosa yang selama ini lo buat!" ucapnya tajam menusuk pada Soraya yang berdiri di belakang Dava.

Dava membalikkan badan dan menatap dengan tatapan tidak percaya. "Ini gak seperti yang kalian—" kalimat Soraya menggantung ketika seseorang tiba-tiba terjatuh di hadapan Ayah Soraya.

Seorang pria berambut gondrong berlutut di hadapan Ayah Soraya dengan kedua tangannya yang terborgol kebelakang. "Jelasin ada hubungan apa antara lo dan cewek psycho itu!" perintah Jason pada orang itu.

Orang itu menundukkan kepala dan memilih untuk bungkam. Hingga sebuah pistol mengarah ke belakang kepala pria itu, membuat yang lain terkejut dan melangkah mundur dengan waspada. "Gue gak akan segan-segan membolongi kepala lo dengan ini," ucap orang yang menondong pistol tersebut.

"D—dia, dia orang yang menyuruh saya untuk mencelakai wanita itu."

"BOHONG!"

Pistol yang awalnya terarah pada pria itu, beralih kearah Soraya. Orang yang memegang pistol itu melepas topi yang ia pakai dan tersenyum seraya menyapa, "Hai." Entah untuk keberapa kalinya, mereka terkejut.

"Pa, Papa lihat sendirikan dia—"

"Eitss.." Vanilla memberikan kode agar Soraya tidak berbicara jika tidak mau pistol ditangannya membunuh Soraya.

"Soraya gak kenal sama orang itu, Pa! Mereka bohong!"

"Tell them the truth," ucap Vanilla dengan nada menyeramkan.

Jason melangkah mendekat dengan mengangkat sebuah dokumen yang sedari tadi ia pegang. "Saya punya bukti kuat yang bisa menjebloskan anda dan Ayah anda ke penjara," ucap Jason. "Anda memiliki obsesi yang begitu besar sampai memaksa Ayah anda melakukan hal kotor agar keinginan anda tercapai."

Jason melempar dokumen tersebut keatas meja. "Saya beri anda satu kesempatan untuk mengakui dosa anda. Jika tidak dengan terpaksa saya akan membuat kalian mendekam di jeruji besi untuk waktu yang lama."

Soraya tidak bergeming. Air matanya terus mengalir, namun raut wajahnya menunjukkan bahwa ia menahan amarahnya. Sementara Ayah Soraya tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa menghela napas dan memejamkan mata sejenak.

"Eins..."

"Zwei..."

Jason mengeluarkan ponselnya dan siap untuk menelpon polisi.

"Drei—" tiba-tiba Ayah Soraya berlutut di hadapan Jason, membuat pergerakan Jason terinterupsi. Melihat Ayahnya berlutut, Soraya melayangkan tatapan tidak percaya.

"Pa—"

"Apa yang kalian inginkan?" tanya Ayah Soraya dengan menundukkan kepala.

"Pengakuan?" jawab Vanilla.

Ayah Soraya menghela napas. "Bukan salah anak saya. Saya yang terlalu memanjakannya sehingga dia bertindak di luar batas."

"Papa!"

"Apa anda tahu yang di lakukan anak anda?" ujar Vanilla dengan menahan air mata. "Anak anda telah merebut kebahagiaan kakak saya! Tidak adil jika anda hanya meminta maaf sedangkan kakak saya harus kehilangan buah hatinya."

"Itu semua karena putri anda!" plak. Vanilla menampar Soraya dengat kuat. "Apa saya harus membuat kalian kehilangan orang yang kalian sayang, supaya kalian tahu bahagia rasanya kehilangan?" Vanilla berjongkok di hadapan Soraya yang terjatuh ke lantai karena ditampar oleh Vanilla. "Nyokap lo sekarat di rumah sakit, iya kan?"

Mata Soraya membulat mendengar ucapan Vanilla. Ia menggelengkan kepala pelan dengan matanya yang semakin memerah karena menangis. "Gue gak mau jahat sama lo, tapi keadaan memaksa gue untuk bertindak di luar keinginan gue, Soraya." Vanilla menarik napas dalam-dalam lalu berdiri.

"Semua keputusan ada di tangan lo. Kalau memang lo siap kehilangan orang yang lo sayang, silahkan bantah bukti itu," ucapnya.

Ketika Vanilla hendak pergi keluar dari rumah Soraya, Soraya menahan pergerakan kaki Vanilla hingga membuat Vanilla menoleh kearahnya. "Jangan sentuh nyokap gue," ucapnya nyaris tak dengar. "Gue— gue bakal lakuin apapun yang lo minta."

Vanilla mengembangkan senyum tipis. "Lo pasti tahu apa yang gue mau," jawabnya melepas tangan Soraya dan berlalu keluar.

Vanilla berulang kali menarik napas dan menghembuskannya. Kakinya lemas seperti tidak bertulang. Sejujurnya ia tidak bisa mengancam seseorang, itu sebabnya itu berusaha sekuat mungkin untuk menahan rasa paniknya. Ia tidak berniat menyakiti siapapun, yang ia inginkan hanyalah pengkauan agar semuanya terselesaikan. Vanilla ingin semuanya berakhir. Tidak ada lagi teror, tidak ada lagi yang terluka, dan tidak ada lagi balas dendam.

***

This is gonna be the last part yang aku up di wattpad.
Mungkin kalian agak bingung sama beberapa bab terakhir. Like i said, cerita ini akan lengkap di versi novelnya. Aku ambil beberapa bagian untuk ku selesaikan di wattpad. Jadi banyak scene yang membingungkan.

Minggu, 07 Maret 2021

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now