Empat Puluh Tujuh

7.6K 1.1K 44
                                    

Soraya bercerita panjang lebar, namun orang dihadapannya sama sekali tidak merespon dan tidak berusaha. Wanita di hadapan Soraya malah sibuk mengarahkan pandangannya ke kanan.

Sembari mendengus kesal, Soraya mengikuti arah pandangan temannya, dan sama sekali tidak menemukan hal yang janggal. "Liat apaan sih?" tanya Soraya bingung.

"Ah... Enggak. Gue kira tadi ngeliat teman SMA gue, ternyata kembarannya."

"Siapa?"

Fara mengarahkan tangannya ke meja bernomer dua puluh satu yang terletak kurang lebih dua meter dari tempatnya dan Soraya.

Soraya memicingkan mata agar bisa melihat dengan jelas siapa yang di maksud Fara. "Vanilla?" gumam Soraya. "Lo kenal dia?" tanya Soraya pada Fara.

"Gak begitu kenal sih, kebetulan gue satu SMP dan SMA sama Vanilla," jawab Fara. "Kok Lo tahu dia?" Fara balik bertanya.

Soraya tidak menjawab, ia malah memasukan daging yang sudah ia potong ke dalam mulutnya. "Berarti Lo tahu dong Vanilla gimana." Soraya kembali bersuara karena merasa tertarik dengan pembicaraan mereka.

"Ya lumayan. Hampir satu sekolah kenal sama Vanilla, walau sekolah cuma satu tahun doang."

"Ceritain dong dia gimana." Soraya berusaha memancing Fara agar mau bercerita.

Fara menatap Soraya curiga, "kenapa Lo tertarik banget sama dia?" tanya Fara mengintimidasi.

"Penasaran aja."

Fara kembali menatap Soraya dengan tatapan mengintimidasi, namun karena tidak menemukan niat lain di balik rasa penasaran Soraya, akhirnya Fara menghela napas dan memutar kembali apa yang ia ingat tentang Vanilla yang pernah menjadi teman sekolahnya dulu.

"Gak banyak yang gue tahu tentang dia. Semasa SMP dia selalu bareng kakaknya, gak pernah bergaul dengan teman yang lain. Di masa SMA gue dengar dari orang-orang, dia punya trauma karena kecelakaan. Vanilla kelihatan normal sih, bahkan selalu ceria. Tapi di pertengahan semester, Vanilla sering banget histeris karena di teror seseorang."

"Diteror?" potong Soraya.

Fara menganggukkan kepala, "Vanilla sering dapat hadiah yang isinya teror. Setiap kali di teror, Vanilla histeris dan kayak orang gila gitu bahkan sampai menyakiti dirinya sendiri. Makanya dia jarang masuk sekolah."

"Terus gimana?"

"Setelah itu gue gak pernah lagi lihat Vanilla di sekolah. Terakhir kali gue dengar tentang Vanilla waktu satu sekolah heboh karena Vanilla sabotase mobil sahabatnya sampai kecelakaan. Eh gak lama kemudian ada berita kalau Vanilla meninggal karena mobilnya jatuh ke jurang. Serem banget hidupnya." Fara bergidik ngeri membayangkan jika ia ada di posisi Vanilla.

Entah mengapa senyum di sudut bibir Soraya mengembang dengan sendirinya. "Lo gak tahu kalau Vanilla masih hidup?" tanya Soraya.

"Mana ada orang mati bisa hidup lagi."

Soraya langsung mengarahkan pandangannya ke arah Vanilla yang sedang duduk sendiri dan terlihat sibuk dengan laptopnya. "Itu yang duduk di sana Vanilla, bukan Vanessa."

Fara tertawa, "ya gak mungkin lah! Jelas-jelas Vanilla di beritakan meninggal bertahun-tahun yang lalu."

"Keluarga Vanilla orang berpengaruh, mereka sengaja merekayasa kematian Vanilla. Faktanya Vanilla masih hidup dan dia lupa ingatan."

"Serius Lo?" Soraya menganggukkan kepala dan Fara langsung ikut menatap Vanilla. "Lo tahu dari mana?"

Senyum Soraya kembali tersungging di sudut bibirnya. "Apa sih yang gak gue tahu?" ucapnya terdengar sombong, "Apalagi tentang orang yang akan jadi penghalang hidup gue ke depannya." Perkataan Soraya membuat Fara bergidik ngeri.

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now