Dua Puluh Dua

18.5K 2.3K 353
                                    

Dava mengerjapkan mata dengan dadanya yang sesak seperti sedang di timpa sesuatu. Ketika matanya setengah terbuka, ia melihat ada tangan serta kaki yang memeluknya erat seperti sedang memeluk guling. Otomatis Dava terkejut dan langsung menyingkirkan tubuh tersebut hingga jatuh dari atas kasur karena posisi mereka memang berada hampir di pinggir kasur.

Kepalanya terasa pening dan ruangan tempatnya menginap berbau sangat menyengat. Dava melihat Elang yang ternyata tadi ia dorong, sedang menggeliat seperti ulat dengan celana pendeknya berwarna pink bermotif kartu. Lalu ia melihat Reza yang tidur memeluk sofa, dan Jason yang menguasai hampir seluruh kasur di ruangan tersebut. Rasanya Dava seperti telah di perkosa oleh ketiga pria yang tidur bersamanya itu.

Tak mau memikirkan hal buruk lainnya, Dava bangkit dengan sempoyongan berjalan kearah pintu yang ternyata dikunci. Mau tidak mau Dava menggedor pintu tersebut seraya berteriak, "Vino, bukain pintunya woy!" Dava yakin Vino ada di luar dan sengaja mengunci dirinya bersama lain di dalam kamar.

Beberapa menit kemudian, pintu tersebut terbuka, menampilkan Vino yang sedang menyeruput kopi panas yang baru ia seduh.

"Sudah sadar?" sarkas Vino tak di pedulikan Dava.

Vino menengok ke dalam kamarnya, dan tiba-tiba ia memiliki ide yang sangat cemerlang. Segera Vino berjalan menuju kamar mandi, mengisi seember air dan kembali menuju kamarnya untuk menyiram tanaman-tanaman tidak berguna yang telah merusak keindahan kamarnya.

"Kebakaran, kebakaran!" teriak Vino sembari mengguyur temannya satu per satu.

Mereka semua otomatis bangun dan kelabakan, terutama Elang kepalanya menghantam meja karena terlalu panik. Sementara Reza terlihat linglung dan Jason membulatkan matanya seolah kaget.

"Kok gue ada disini?" tanya Jason bingung.

"Pulang Lo! Di cari sama nyokap Lo, di suruh beli keong!" ketus Vino seraya membanting ember yang tadi ia pegang, lalu keluar dari kamarnya.

Lima detik setelah Vino menghilang, Elang kembali tumbang dan melanjutkan tidurnya. Tak peduli jika tubuhnya setengah basah, begitu pun dengan Reza yang sebenarnya masih mengantuk, dan Jason yang buru-buru keluar kamar menyusul Vino.

Vino sudah menyiapkan sarapan berupa pancake dan juga kopi. Awalnya ia tidak berniat membuatkan sarapan untuk teman-temannya, namun rasa kasihan membuat hati serta tangan Vino tergerak. Akhirnya Vino membuatkan mereka semua sarapan. Betapa baiknya Vino, telah membiarkan teman-temannya menghancurkan isi apartemennya, memberikan tempat tidurnya secara gratis dan menyiapkan sarapan.

"Lo semua pada kenapa sih?" tanya Vino heran karena baru kali ini ia melihat teman-temannya menggila, kecuali Elang yang memang sejak dalam kandungan sudah memiliki kelainan berpikir.

Dava mengusap keningnya karena malu jika mengingat kelukannya semalam. Meski dalam keadaan mabuk, Dava masih bisa mengingat dengan jelas apa yang ia lakukan. Dava berharap kamar Vino tidak di lengkapi CCTV sehingga tidak ada jejak mengenai kelakuan menjijikannya semalam.

"Lo juga! Ngapain tiba-tiba ikut nimbrung sama mereka?" Vino mengalihkan pertanyaannya pada Jason yang kembali tepar di atas sofa.

"Pusing gue, gak punya duit!"

Vino memutar bola matanya, "Seorang Reynaldi Jasonelic Gustovo gak punya duit? Gih sono jual saham perusahaan Lo!"

"Mau lo beli?" tanya Jason dengan mata berbinar.

"Duit buat nikah aja belum cukup, terus Lo suruh gue beli saham perusahaan lo? Mending Lo gantung aja gue di jembatan Ancol, dari pada gue kena amuk Sandra."

Jason mengendikan bahunya tak peduli, "yaudah, ambil aja kalau Lo mau."

Fix, teman-teman Vino belum sadar sepenuhnya.

If You Know When [TELAH DITERBITKAN]Where stories live. Discover now